Thursday, March 31, 2005

Aku tak ingin futur..

silahkan mundur bagi yang tidak kuat bertahan
silahkan yang ingin mengalami kefuturan
jika semua sepakat untuk meninggalkan dakwah ini
aku akan tetap disini bersama ROBBku
hingga kemenangan Islam atau syahid menjemputku

Hari ini aku hampir saja tidak tahan. Jika diibaratkan komputer, aku sedang hang. Aku merasa sedang mengalami kefuturan. Rasanya aku ingin istirahat. Aku rasanya capeeek banget. Ingin rasanya lari sebentar dari aktivitasku selama ini. Ingin rasanya pergi dan tidak melihat siapapun yang selama ini sering kulihat. Sepertinya semua amanah yang selama ini kuanggap sebagai ladang, kini kuanggap beban yang memberatkan bahu dan pikiranku. Dan itu pula membuat aku lebih sensitif jika tiba2 ada ikhwah datang dan menyodorkan amanah yang baru. Aku tidak menolaknya tapi aku merasa langkahku berat.
Apa karena saat ini aku sedang mengalami kekeringan ruhiyah ya? Jangankan sholat sunnah, sholat wajib aja standar minimal tanpa wirid. Tilawah? 1 halaman 1 hari sudah syukur. Sholat tahajjud? Jangan ditanya deh. Ya, pasti karena itu. aku mengabaikan aspek itu sehingga kini aku pincang.

Tidak, aku tidak boleh terus tertidur.
Ya Allah, berikanlah hamba-Mu ini pelipur
Agar saya tidak semakin futur
Apalagi sampai jatuh tersungkur
Kuntum bunga boleh layu, namun rekahnya bunga-bunga mujahid harus terjaga tetap hadir di sebuah kebun…

silahkan mundur bagi yang tidak kuat bertahan
silahkan yang ingin mengalami kefuturan
jika semua sepakat untuk meninggalkan dakwah ini
aku akan tetap disini bersama ROBBku
hingga kemenangan Islam atau syahid menjemputku

Friday, March 25, 2005

We Can Make It If We Try...

Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin.
Hanya itu kata yang pantas diucapkan atas selesainya amanah ini. Amanah menyelenggarakan lomba kreatifitas anak se-Kecamatan. Banyak sudah kisah suka dan duka selama penyiapan ini. Yang tidur tengah malamlah, malah pernah gak sempat tidur, yang riwa riwi kesana kemarilah, tapi lebih banyak kisah sukanya. Kita tambah akrab. Kita bisa lebih terbuka, kita bisa lebih dekat. Bahkan di sela2 penyiapan acara, aku harus praktikum dan kalian mau membuat laporan pendahuluan untukku.
Dan semua kelelahan itu terbalas sudah ketika acara itu bisa berjalan dengan sukses. Walaupun kita sempat ragu kita bisa atau tidak, tapi ternyata kita bisa kan? Ukhti-ukhtiku, kita telah membuktikan satu hal, bahwa we can make it if we try.
LKA, acara itu membuat ane semakin mengenali watak saudara2 akhwatku dan semakin bertambahnya cinta ana pada mereka. Acara itu, membuat ukhuwah kami semakin erat. Acara itu, membuat kami semakin saling sayang. Ana takut berpisah dengan mereka. Acara itu membuat kami yakin, bahwa dengan kebersamaan kami, kami bisa melakukan banyak hal.
Akhi, Ukhti, ana jazakallah banget antum mau memberi banyak sumbangan ide, tenaga, pikiran untuk kesuksesan ini. Sampai akhwatnya gak tidur 3 malam. Ikhwannya harus keliling2, belum lagi tidur bersama nyamuk di mushola kelurahan. Jazakallah banget. Ana minta maaf jika selama ana menunaikan amanah ini, ada hati yang ane sakiti, ada ucapan yang melukai, ana minta maaf. Maaf juga jika ane tidak bisa mengkoordinir antum dengan baik. Afwan jiddan akhi, ukhti. Semoga kebersamaan kita ini bisa sampai di JannahNya Allah. Semoga apa yang kita lakukan ini mendapat nilai di sisiNYA. Ana uhibbukum fillah.
Satu kata untuk DPRa kita, SEMANGAT.

Friday, March 11, 2005

Boleh lelah, tapi JANGAN MUNDUR !!!

(Disadur dari sebuah milis, dengan perubanahn sesuai kondisi)

“ Aku ingin mundur dari wasilah dakwah ini, aku sudah tidak kuat lagi menunaikan amanah yang semakin menyesakkan dadaku, aku sudah tidak kuat lagi menelan kekecewaan demi kekecewaan, batas kesabaranku telah habis”. Kalimat itu terlontar dari lisan salah seorang saudariku yang berjuang bersamaku di sebuah organisasi kepartaian beberapa waktu yang lalu di tanah kelahiran.

“ Ana ingin mengurangi aktivitas dakwah ini, ana ingin lebih berkonsentrasi dengan perkuliahan ana yang semakin banyak menuntut perhatian dan penyelesaian dengan segala tugas, dan persiapan-persiapan lainnya”
Begitulah kira-kira implisit kalimat yang terlontar dari lisan salah seorang saudaraku yang biasanya terlihat tegar dan selalu memperlihatkan semangatnya dan menularkannya padaku setiap kali berinteraksi, tapi sore itu seolah kesedihannya telah menghapus semua lukisan senyum dan semangat yang terpancar dari suaranya, seakan keputus asaan telah menyedot seluruh semangat dan harapannya. Padahal, dia memegang peranan yang sangat penting dalam wasilah dakwah kami. Sikapnya jelas akan berpengaruh bagi ikhwah-ikhwah yang ia pimpin.

Untuk sejenak aku termenung, udara dingin yang sedari tadi membekap tubuh tak kurasa lagi. Ah....masih belum begitu lama, aku pun pernah berada pada posisi yang sama layaknya yang dialami saudaraku ini, saat itu pun begitu putus pengharapanku hingga aku pun benar-benar sudah tidak kuat lagi menanggung amanah ini dan seperti dia aku pun ingin mengakhirinya dengan cara keluar dari aktivitas ini. Aku melihat masalah yang dia hadapi pun sepertinya sama denganku, bahkan mungkin masalahku dulu lebih parah. Amanah dakwah yang kuemban yang benar-benar membutuhkan perhatian yang serius, ditambah dengan desakan dari dosen pembimbing untuk sesegera mungkin menyelesaikan laporan KP. Belum lagi Kepala Lab yang menekan untuk secepat mungkin membuat jadwal untuk memulai praktikum yang merupakan konsekuensi sebagai asisten lab, yang notabene akan semakin menambah panjang agenda yang harus aku selesaikan, ditambah dengan masalah keluarga yang begitu menghimpit dada, kepergian seorang dosen pembimbing yang membuat aku harus memulai dari nol lagi, ada kepingan – kepingan kekecewaan dan keletihan yang akhirnya menjadi puzzle raksasa bergambar kata Putus Asa.

Tapi, semua itu Alhamdulillah tidak sampai membuatku memutuskan untuk pergi. Karena aku tahu, aku sadar bahwa bukan dakwah yang membutuhkan aku, tapi akulah yang membutuhkan dakwah. Tanpa dakwah, jiwaku akan mati, hidupku akan kosong. Tanpa dakwah, maka aku tidak akan menjadi apa-apa. Aku tidak akan pernah merasakan sebuah kesuksesan. Aku sangat membutuhkan dakwah. Untuk apa? Untuk ridho Allah. Untuk sebuah keridhaanNYA. Karena aku sadar, bahwa surgaNYA tidaklah mudah, tidaklah murah. Aku tidak ingin mengalami kesenangan di dunia, tapi derita di akhirat. Aku ingin merasakan ujian dakwah itu, karena aku tahu ujian itulah yang akan membuatku bertambah kuat. Satu yang aku yakini, bahwa jika aku tidak sukses dalam berdakwah, maka aku harus segera mengubur semua harapan bisa sukses di bidang yang lain. Karena, aku adalah seorang da’i sebelum aku menjadi yang lain.


Kelelahan adalah sebuah efek yang wajar dari aktivitas yang berulang ulang, kontinu bahkan terkadang membosankankan. Keletihan adalah kenikmatan yang diberikan-Nya di sela-sela aktivitas kita karena kedatangannya membuat kita merasakan nikmatnya beristirahat, kedatangannya membuat kita memperoleh kesempatan untuk menarik nafas panjang sebelum kita kembali berlaga, namun adalah keletihan yang meraja yang akan membekap bara semangat, azam dan harapan, meredupkannya dan diam-diam memadamkannya. Oleh karenanya ketika kita bermain-main dengan keletihan, maka seyogyanya kita menjaga agar keletihan itu tidak menjadi penjara untuk perjalanan kita selanjutnya dan pada saat yang sama hendaknya kita selalu sadar akan keberadaann cawan-cawan yang berisi cairan energi yang senantiasa dihidangkan untuk kita. Sumber kekuatan yang akan membuat kita untuk tidak betah berkubang dalam lembah kefuturan, energi itu yakni keikhlasan dan indahnya ukhuwah.

Ketika kekecewaan dan keletihan bersemayam di dada maka menyadari kembali bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah usaha dan pengharapan besar kita untuk menggapai rahmat dan ridho Alloh SWT, akan mengembalikan kekuatan untuk bangkit. Keikhlasan adalah tidak berbesar kepala saat pujian mengguyur , begitu pun tidak berputus asa bilamana cercaan menghujam dan menghimpit, adalah keikhlasan tidak bergantung pada makhluk yang biasanya menjadi sumber kefuturan. Sebuah keikhlasan tidak mengenal kata lelah karena segala keluh kesah senantiasa dititipkan pada angin yang membumbungkan doa dalam sujud-sujud panjang kita.dan DIA senantiasa menyediakan “telinga-Nya” untuk kita.

Saat tubuh tidak lagi tegak, saat kaki mulai lemah, saat lisan mulai keluh untuk menyuarakan kebenaran, maka pada saat yang sama ada saudara kita yang memapah, saudara yang akan menopang kaki yang telah rapuh, dan menggantikan kita untuk bersuara lebih lantang. Senyumnya bagai oase dalam kegersangan jiwa kita, perhatiannya adalah penentram kegundahan kita, tausyiahnya adalah semangat baru yang disematkan pada diri ini. Karena dialah kita yakin bahwa kita tidak sendirian.

Andaikan saja kita layaknya sekuntum bunga edelweis yang terus mekar dalam kegersangan, terus mempersembahkan senyum dalam kesederhanaan dan kebersahajaannya, semangat abadi hidupnya dalam keterhimpitan. Ya... seperti halnya edelweis, tekad untuk memberikan sesuatu bagi kemaslahatan umat adalah ruh hidup itu sendiri sehingga ketika kita ingin keluar dari aktivitas yang menjadi media untuk tumbuh dan hidupnya ruh itu maka kita telah menyiapkan prosesi HARAKIRI untuk jiwa ini.

Sby, 23 Syawal 1425 H / 6 des 04
Hidup adalah pilihan. Setiap pilihan ada prioritas. Ambillah yang terbaik untukmu