Pagi itu, Fajar baru saja menggantikan tugas bulan. Baru saja cahayanya masuk melewati kisi kisi jendela rumah sakit. Baru saja akan menghangatkan wajah indahmu. Pagi itu, Saat kupikir masih ada harapan yang bisa kugenggam di awal hari. Saat kupikir masih bisa menikmati lagi membelai punggung tanganmu. Saat kukira, masih akan kutemui banyak doa kekuatan untukmu. Namun ternyata, terbitnya fajar adalah perpisahan denganmu papa. Engkau memilih meninggalkan kami pagi itu. Engkau menemui mama pagi itu dengan terburu buru
Setahun berlalu, pa. Setahun tepat aku tak lagi bisa membelai lembut wajah dan mencium tanganmu, tangan yang menidurkanku saat kecil, tangan yang memapahku saat terjatuh, juga tangan yang mengusap kepalaku saat aku lemah dan tangan itulah yang selalu mendoakanku tak henti. Papa, bau keringatmu masih kucium hingga kini karena dengan keringatmulah aku bisa hidup sampai di titik ini. Dengan peluhmu, aku tumbuh
Setahun papa, setahun yang sulit untukku menjalani hari. Jangan ditanya keikhlasanku. Sungguh aku ikhlas karena engkau jauh lebih bahagia disana. Namun ijinkan aku bertanya . Sudahkah kau temui mama disana? Bagaimana ia sekarang? Ah, pasti sangat cantik. Tolong katakan padanya, aku merindunya sama seperti aku merindumu. Kalian berdua pasti sedang berbahagia disana. Aku masih ingat di hari hari akhirmu, kau bilang melihat mama yang sedang memanggilmu. Sedih mendengarnya kala itu tapi juga bahagia karena kalian masih saling merindu. Ah, aku sungguh merindu kalian berdua. Titip doa ya pa, ma, untuk bahagiaku juga
Papa, meski aku tak lagi bisa melihatmu, mata hatiku tau kau ada. Aku akan membuat papa dan mama bangga karenaku. Aku merindu kalian sangat. Baik baik disana pa. Semoga kau dapatkan tempat yang indah disana, didampingi bidadari kita bersama, mama….
(1 Oktober 2010 – 1 oktober 2011)
Catatan : mengenang setahun kepergian om Saleh Pelu
No comments:
Post a Comment