Fase naik turun lagi lagi terjadi. Terlalu banyak peluang yang saya lewatkan untuk sesuatu yang sangat diyakini. Dan kalau sekarang ternyata keyakinan itu keliru, rasanya telah berkorban banyak. Peluang lain muncul, tapi hati tak ada disana. Semacam ada yang salah. Lalu jika banyak yang punya pendapat berseberangan, akankah diikuti? Tak mungkin membahagiakan setiap orang, apalagi jika mengorbankan bahagia sendiri. Bukankah kita yang menjalani?
Bukan tak bersyukur pada apa yang datang di hidup, yang mungkin saja diharapkan orang lain. Tapi tidak bisa rasanya sekedar mengikuti proses, membiarkan arus mengatur kemana aliran hidup menuju. Tak bisa begitu saja. Alur itu harus kita sendiri yang buat. Dan yang sedang di depan mata, bukan ini alur yang ingin dijalani.
Haruskah dijalani? Sementara jiwa tak ada disitu. Mengapa harus mengikuti keinginan banyak pihak sementara hati tak sedikitpun menyetujui. Bolehkah menghadirkan kecewa pada banyak pihak? Atau terpaksa membahagiakan dan memadamkan pelita di diri sendiri?
Bukan ini yang jadi ingin. Tolong mengertilah...
dalam kasus2 tertentu kamu mesti belajar egois, eby. sebab yang menjalani hidup adalah dirimu sendiri, jadi kamu yg berhak memutuskan mana yang terbaik dan nyaman kamu pilih.
ReplyDeleteOrang2 lain, siapa pun mereka, adalah prioritas kedua. :)
tapi bagaimana jika mereka benar?
ReplyDeleteatau ketika tak bisa pula melihat mereka kecewa karena pilihan kita?
gimana kalo istikharah ajah..serahkan pada Yang Maha Kuasa...pasti Allah SWT akan menunjukkan yang terbaik...he he he good luck... :-)
ReplyDeleteExactly. Serahkan pada Tuhan, Dia akan tunjukkan jalan yang terbaik. Kalau sudah jalan Tuhan, buat apa bimbang dengan pandangan orang lain?! :D
ReplyDeletetrimakasih trimakasih. semoga kebimbangan ini cepat teratasi.
ReplyDelete