Salat duha hanya dua rakaat, qiyamullail (tahajujud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk. Salat lima waktu? Sudah jarang di masjid, memilih ayat-ayatnya juga yang pendek-pendek agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu. Lupa pula dengan salat rawatib sebelum maupun sesudah salat wajib. Satu lagi, semua di atas belum termasuk catatan : “kalau tidak terlambat” atau “asal tidak bangun kesiangan”. Dengan salat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?
Membaca Al-qur’an sesempatnya, itu pun tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah tidak sedikit pun membuat dada bergetar. Padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah, tergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin. Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini mengaku beriman?
Penggalan tulisan diatas diambil dari catatan berjudul “Apa pantas berharap surga?”, tulisan dari buku Berhenti Sejenak-nya Bang Gaw. Ketika membaca itu, aku berkata, ini aku banget.
Buku itu telah lama kubaca. Kenapa baru sekarang kuangkat? Karena aku baru saja bersilaturrahim dengan seorang saudara. Dari perbincangan banyak hal, saling menasehati, saling berbagi sudut pandang terhadap suatu perkara, saling berbagi keinginan yang ingin dicapai, hingga memikirkan 2009 yang tinggal 3 tahun lagi, sampailah kami pada sebuah fenomena yang terjadi.
Saudaraku yang sudah bekerja di sebuah kantor ini mengatakan bahwa, beliau berada di kondisi yang malas. Ketika kutanyakan malas seperti apa?
“Sekarang hidupku minimalis. Untuk urusan dunia, di tempat kerja aku sering bilang ke teman2 kantorku untuk segera menyelesaikan tugasnya mumpung ada waktu luang. Tapi dalam soal akhirat, konsep minimalis kulakukan. Sing penting sholat, balek lagi kerja. Kenapa untuk urusan dunia, aku bisa cak cek, memberikan yang terbaik agar kalau ada pertanyaan bisa kujawab, tapi untuk urusan akhirat, aku tidak berpikir yang sama untuk memberikan yang terbaik karena mati bisa datang kapan saja dan aku belum bisa ngasi jawaban terbaik. Piye dek?”
Aku bingung menjawabnya. Kukatakan saja “mbak, afwan, tapi ana juga butuh nasihat untuk itu. Ana pun seperti itu. Minimalis dalam beragama. Yang penting sudah sholat, yang penting sudah tilawah. Tapi sholat sunnah jarang, memahami apa yang kubaca pun tidak”
“kalo di tempat kerja soalnya ada yang nuntut, ada yang menekan” tambahnya
“mbak, mungkin itu jawabannya. Kita perlu ditekan. Di tempat kerja, yang menekan dan menuntut kita itu kelihatan, atasan kita. Sebenarnya kalo kita mau sadar, Allah juga menekan kita, tapi karena kita tidak merasakannya langsung, kita akhirnya mengabaikan. Solusinya mungkin kita yang coba menuntut diri sendiri. Buat hukuman-hukuman atas sikap2 kita. Buat peraturan untuk diri kita sendiri” jawabku kepadanya yang lebih kutujukan pada diriku
“tapi dek, gimana kalo yang menekan orang lain saja karena kita biasanya tidak konsisten”
“masalahnya setiap kita perlu untuk ditekan. Sepertinya kita hanya bias saling mengingatkan karena kalo harus orang lain yang menekan diri kita, takutnya orang itu yang seperti mbak khawatirkan tadi, juga tidak konsisten, untuk dirinya sendiri, tentu dia menjadi minder untuk menekan kita. Wong dirinya sendiri gak konsisten kok. Kesimpulannya kita saling mengingatkan saja. Diri kita sendirilah yang harus menekan dan merubah kondisi kita”
“Tapi gimana caranya? Susah dek merubah kebiasaan” keluhnya lagi
“kuatkan azzam. Langkah awal memang sulit. Tapi yang perlu kita lakukan hanya memulai melangkah. Pada awalnya berat tapi jika kita tetap melangkah maka langkah2 berikutnya akan lebih ringan. Kita hanya perlu memulai SATU LANGKAH KECIL maka semuanya akan berjalan dengan sendiri.” Kataku
“Iya deh, insyaAllah aku akan mencoba” balasnya
“Oh tidak, gak boleh bilang akan mencoba tapi akan melakukan” Ralatnya kembali
aku pun pulang dengan satu azzam bahwa SATU LANGKAH KECIL itu akan kumulai. Bukan besok, bukan nanti, tapi SEKARANG. Agar aku bisa melakukan ibadah yang terbaik agar aku bisa memberikan jawaban yang terbaik saat waktuku tiba nanti
16 maret 2006
9.32 pm
(Aaaah, uang kos bulan depan naik 10rb)
No comments:
Post a Comment