Sebenarnya hari ini aku ada agenda syuro jam 4 sore tadi di ITS, tapi salah satu kewajiban ukhuwah harus kutunaikan. Seorang “adek” yang sedang diuji Allah dengan sakit yang sudah 2 hari lamanya. Dan 2 hari itu aku tidak menjalankan kewajiban ukhuwah itu dengan baik. Aku disibukkan dengan skripsiku yang harus segera setoran, dan menengok dia hanya beberapa menit. Itu juga karena gak enak soalnya akhwat2 yang di kost2an lain sudah pada berdatangan dan menjenguk serta mendoakan, sementara aku, terkurung di kamar dan berkutat dengan buku-buku, winamp, dan microsoft word.
Tapi, hari ini aku sadar dengan sikapku yang keterlaluan itu. Walaupun insyaAllah, si “adek” bisa mengerti kondisiku yang sedang deadline, tetap saja itu bukan sebuah pembenaran atas sikapku, toh kami hanya beda kamar, bukan beda kost2an. Sakitnya yang tak kunjung sembuh memaksa hatiku untuk mengantarnya ke dokter. Aku tak mau keduluan lagi oleh yang lain. Selama 2 hari, mbak2 akhwat di kost Izzah nganterin bubur dan agar2, dan aku tadi malam hanya sempat buatin dia teh panas, itupun setelah dia yang minta, bukan inisiatifku sendiri. Benar2 kebangetan ya aku.
Sore tadi, dia kuantar ke dokter dan hasilnya dia kena types ringan. It means, dia hanya boleh makan yang lembut2 saja. Aku buatin bubur buat dia (aku gak mau keduluan lagi sama mbak2 di wisma Izzah, tapi aku juga makan buburnya, hehehe, lapar sih) dan kurebuskan telur buat dia. Karena si “adek” masih kuliah, otomatis dia gak boleh kuliah, jadi aku pun kembali ke dokter tadi dan minta surat izin sakitnya. Surat itu kuantar ke kost temannya tapi ternyata sedang kuliah. Aku pun susul ke kampus dan menyerahkan surat sakit itu. Pulangnya, kutemani dia ngobrol di kamarnya hingga dia tertidur.
Jujur ya, sebenarnya aku sempat marah sama anti hari ahad, hari pertama anti sakit. Bagaimana gak marah? Malam sebelumnya kita udah sepakat mau ke masjid agung bareng ikut kajiannya IKADI. Paginya waktu aku liat anti masih di tempat tidur, aku sudah sempat mikir kalo anti lagi sakit. Masuk ke kamar anti dan memegang dahi anti, agak hangat memang “sakit ta dek? Tanyaku.
Dan anti menjawab “gak kok mbak, Cuma pengen istirahat” jawabmu
“ya udah, aku berangkat dulu ya. nanti tak rekam ceramahnya biar bisa kamu denger. Hati2 di rumah, assalamu’alaikum”. Aku pun pergi. Sepulangku kajian, aku melihat anti masih berbaring di tempat tidur, dan seperti katamu tadi pagi, aku mikirnya kamu masih istirahat. Aku jadi marah ketika sore aku lihat di kamarmu sudah ada ukhti A, ukhti L, dan ukhti S. Sempat sih mikir, ada apa ya kok tumben datangnya rombongan dan langsung ke kamarmu. Aku yang memang sedang sibuk dengan skripsiku tidak terlalu mikir, aku masih mikir kalo kamu tuh istirahat dan mereka itu datangnya ya untuk silaturrahim biasa walauoun memang tidak biasa-biasanya datang bertiga, apalagi ukhti L yang jarang banget muncul kalo gak penting2 banget. 1 jam kemudian, muncul ukhti A dan ukhti W, dan bilang, katanya dek L sakit ya? sakit apa? Aku hanya bilang “ke kamarnya aja mbak, ada yang lain juga disana”. Aku gak iri, karena aku pun diperlakukan sama saat sakit, perhatian mereka semua yang membuat aku sembuh, bukan obat2 yang selalu sukses membuatku muak dan mengerutkan dahi sebelum memakannya. Aku hanya bingung dan kecewa banget sama anti.
Marah, iya. Aku marah karena aku gak tahu kalo kamu sakit. Bagaimana caranya akhwat2 wisma al-Izzah itu tau anti sakit, sementara aku tidak. Aku yang sekostan sama anti gak tau. Apa karena aku gak peduli? Setiap ana masuk kamar anti, anti sedang menutup mata dan karena pagi tadi anti bilang sedang mo istirahat ya aku gak mau ganggu. Trus, yang beritau akhwat2 itu kalo anti sakit itu siapa? Anti sendiri? Kenapa ana gak tau. Kenapa ana gak diberitahu? Kenapa sih dek? Akhirnya ya gini ini, selain karena aku kecewa anti anggap tidak ada, kebetulan juga aku sedang dikejar deadline senin besok harus setor bab ke mr achmad. Tapi sekarang, aku bisa mengerti. Justru karena anti ndak mau merepotkan aku, jadi anti gak ngomong kalo anti sakit. Afwan atas prasangka yang sempat muncul di hati mbak ya, dek.
Tiba2 aku tersadar, aku belum melakukan apa2. Dia sudah berkali-kali menolongku. Setiap kali aku jatuh pingsan di kost, dia yang repot ngurusi aku. Waktu aku sakit, dia juga yang tiap pagi masakin bubur buat aku. Aku juga pernah tidur di pelukannya dalam perjalanan ke rumah sakit ketika aku terjatuh saat syuro di masjid kampus. Dia pun pernah menggendongku sambil menuruni lantai 4 kampus sampai lantai 1 saat aku sakit di lab lantai 4 dan tidak bisa berjalan. Dia bukan menuntunku, tapi menggendongku dengan dua tangannya. Bahkan waktu aku pulang lebaran tahun lalu, dia pernah sms dan bilang kangen minta aku cepat pulang. Dan saat dia tahu aku sakit di rumah sana, dia sms dan melarangku balik sebelum aku benar2 sembuh. Dek, I love you.
Dek, Allahlah yang akan membalas semua kebaikan anti. Dan kudoakan engkau cepat sembuh. Ishbir ya ukhti. Tidak akan dicepatkan atau dilambatkan datangnya sakit, semua sudah ada waktunya.
No comments:
Post a Comment