”Mbak, hari ini aku gagal”. Kata seorang adek sekost-an
Setelah mengatakan itu, bahuku langsung dirangkulnya dan ia pun menangis di bahuku. Aku tak ingin bertanya apa-apa. Kubalas rangkulannya, kupeluk ia erat-erat, mecoba mengalirkan kekuatanku, mencoba hingga ia bisa merasakan dari pelukanku bahwa aku bersamanya, aku merasakan kepedihannya
Ia hanya menangis, tak berbicara apa-apa. Dan aku pun tak mau memaksa ia bicara.
“Menangislah dek. Keluarkan semuanya. Menangislah, tidak ada yang salah dengan menangis” kataku
Setelah menangis, ia lepas rangkulan itu dan mengalirlah cerita tentangnya hari ini yang membuat ia begitu terluka. Untaian kata demi kata ia kisahkan hingga seluruh perasaan itu tumpah. Masih dengan air mata yang sama, kebingungan dan ketidakpercayaan bahwa ini terjadi pada dirinya. Dibuka dengan ..
“Mbak, aku gagal lulus tahun ini. Dosen pembimbingku tidak mengizinkanku maju. Tadi aku bahkan sudah dalam ruangan tapi aku tidak diizinkan berbicara, partnerku yang maju dan aku tidak diizinkan. Aku gak tau mbak, kenapa bapak itu segitu teganya…..”
Panjang mengalir kisah darinya sejak ia mulai mengerjakan TA hingga tiba waktunya, harus terganjal di salah satu dosen yang menurutku tidak cukup bijak.
Aku berusaha menyelami perasaannya. Tidak sulit untukku, karena aku pernah berada di tempatnya. Bedanya, ia masih begitu rapuh menerimanya. Kuyakinkan pada dirinya bahwa ada rencana Allah yang lain untuknya, rencana yang lebih indah. Aku sangat megerti perasaanya. Perasaan yang dimiliki oleh seluruh manusia di muka bumi, perasaan tidak ingin menyakiti orang tua, tidak ingin mengecewakan mereka. Ingin rasanya ia pulang ke rumah dan mengabarkan kelulusannya, tapi itu harus tertahan sampai tahun depan. Padahal seharusnya itu bisa ia lakukan sekarang.
Penghargaan terhadap proses, itulah yang seharusnya setiap orang bisa lakukan. Atas nama kepentingan pribadi, atas nama kepentingan nama pribadi, tidak semestinya dijadikan pembenaran bahwa orang lain boleh diabaikan. Proses yang telah dijalani orang lain seharusnya menjadi satu pertimbangan dan layak mendapat penghargaan kecil, paling tidak kesempatan. Berada pada posisi posisi penting, pada posisi dibutuhkan pun tidak seharusnya membuat kita takabbur dan merasa berhak menentukan hidup seseorang harus berhenti kapan, kuliah seseorang harus selesai kapan.
Kepada bapak yang di luar sana, adekku ini sudah bisa menerima apa yang Allah putuskan untukNYA lewat bapak. Tapi, ia hanya minta bapak tidak dengan dzhon bapak bahwa ia hanya ndompleng. Karena bapak tidak tahu, siang malamnya habis untuk menyelesaikan TA ini, yang tidak sedikit pun bapak hargai. Ia memaafkan bapak, walaupun bapak tidak meminta bahkan mungkin bapak tidak merasa bersalah. Tapi ia sudah tidak menyalahkan bapak lagi. Terimakasih ya pak telah melukai adekku itu.
Adekku sayang, you aways have my shoulder to cry on. InsyaAllah orang tuamu bisa mengerti bahwa tidak ada maksud dirimu mengecewakan mereka. Kau telah melakukan yang bisa kau lakukan, tapi ada saat dimana takdirlah yang akan berlaku. Dan dek, wilayah takdir adalah wilayah dimana kita tidak punya pilihan selain MENERIMA. Yakinlah bahwa gagal adalah bukan karena kita tidak bisa, tapi gagal adalah karena Allah punya rencana yang lain untuk kita, tentunya rencana yang jauh lebih indah dan satu hal lagi, percayalah bahwa semua akan datang pada saat yang tepat.
ya ampunn....sama banget sama aku! hehe...asyik ada temenn... ^_^
ReplyDelete