"Mbak, dakwah kok mahal ya?. Mo manggil ustadz X aja sampe 45 juta. Ngundang DEWA po-o, rame".
Kalimat di atas adalah keluhan seorang siswa SMA tempat dimana seorang teman mendapat amanah mengisi mentoring disana. Saat kajian pekanan kami, ia menceritakannya. Terus terang, kalimat itu menggangguku. Benarkah dakwah itu mahal? Haruskah seseorang mengeluarkan dana yang segitu banyaknya untuk sebuah ceramah? Apa itu bisa termasuk tadhiyah?
Bandingkan dengan para murobbi (pengajar) kita. Setiap pekan mereka meluangkan waktunya untuk kita. Apalagi yang megang beberapa kelompok. Belum lagi amanah mereka yang berjubel di tingkat struktur, apatah lagi ditambah dengan usaha-usaha mereka mencari maisyah, atau para murobiyah yang punya amanah juga di rumah. Dengan semua itu, mereka selalu menemui kita setiap pekannya dengan senyum, tanpa cemberut ataupun keluhan. Bayaran? Adakah sepeser yang kita berikan pada mereka? Adakah angka yang mereka patok untuk mengganti waktu mereka? Tidak ada kan? Tidak sepeser pun kan? Bahkan kalo kita datang dengan jajanan atau mainan untuk anak2 mereka (itupun jarang banget), jelas itu bukan permintaan mereka. Infaq yang kita keluarkan di setiap pertemuan kita tidak pernah masuk ke kantong mereka. Semuanya kembali ke kita, ke program2 kita. Rihlah atau cooking class atau program lainnya. Padahal infaq kita seringkali kita samakan dengan pengamen di jalanan, mencari recehan yang terselip di dalam tas atau saku. Kesimpulannya, tidak sepeser pun kita keluarkan. Apa itu berarti kita tidak berkorban? Itu pembahasan lain lagi. Yang ingin saya angkat disini adalah nilai keikhlasan yang tetap terpancar, yang kita rasakan setiap bertemu dengan murobbi murobbiyah kita. Kita datang dengan tangan kosong dan kita pulang dengan tambahan ilmu, tambahan semangat, plus senyuman manis saudara-saudara kita berbonus tatapan cinta sang murobbi.
Saya tidak mengatakan bahwa ustadz X tidak ikhlas. Keikhlasan hanya Allah yang tahu. Begitupun ketika si ustadz memasang harga 45 juta untuk sekali tampil, bisa jadi pihak managemen punya berbagai alasan untuk merasionalisasi harga itu.
Tapi lihatkah dampaknya? Kesimpulan yang diambil oleh mereka yang sedang semangat-semangatnya belajar Islam. Harapan mereka untuk lebih mendapatkan pencerahan lewat kalimat-kalimat si Ustadz harus kandas, bertekuk lutut di bawah angka 45 juta. Sampai akhirnya membandingkan dengn grup band DEWA. Saya sendiri tidak tahu berapa harga yang dipasang DEWA sekali tampil. Bisa jadi malah lebih mahal dari 45 juta. Tapi kenapa mereka lebih berani memanggil DEWA dibanding ustadz jika harus mengeluarkan dana yang banyak. Mungkin menurut mereka, kalau memang harus bayar mahal, sekalian aja manggil yang sudah jelas penikmatnya, yang sudah bisa diprediksikan bisa balik modal. Iya juga sih. Coba kita pikir, jika yang dipanggil DEWA, mungkin seluruh siswa SMA itu, bahkan dari sekolah-sekolah lain akan datang menonton, sebesar apapun kontribusi yang ditetapkan panitia. Sponsornya pun jelas. Rokok, perusahaan jasa telekomunikasi, jasa transport, hotel, banyak yang ngantri untuk mensponsori kegiatan ini. Liputan infotainment, jelas ada.
dalam kondisi yang seperti itu, apa perlu dakwah mematok nilai seperti itu? menurut pandangan saya, tidak menjadi masalah kalau dakwah mematok nilai tapi jika nilai itu jauh di awang-awang, maka kapan dakwah akan mnyentuh masyarakat yang tidak bisa menyentuh awang-awang itu?
Untuk semua ini, jazakumullah khoiron katsiron kepada seluruh murobbi murobbiyah di dunia yang telah menjadikan kami seperti ini, yang telah mengenalkan kami yang tidak bermodal ini dengan indahnya tarbiyah. Jazakumullah khoiron atas tidak pernahnya menuntut balasan dari kami selain harapan kami menjadi lebih baik dari hari ke hari. Karena bimbingan, doa tulus serta air mata para ibu dan bapak MR-lah, Allah masih meneguhkan kaki kami di jalan ini. Jazakumullah khoiron katsiron juga kepada para ustadz ustadzah yang mengisi dauroh-dauroh kami, seminar-seminar kami. Apa yang kami dapatkan, kami sadari tidak bisa hanya dibalas dengan amplop yang tipis yang tidak seberapa itu. Karena lebih dari itu, Allah yang akan membalas. Karena kami tahu, ilmu yang kalian berikan kepada kami adalah untukNYA, maka hanya ALLAH-lah yang bisa membalasnya. HANYA ALLAH
No comments:
Post a Comment