Finally, setelah semua yang telah kami bahas, setelah presentasi demi presentasi kami dengarkan, kami harus menentukan sikap. Gemetar dan sulit berkata kata menyergapku. Ya Allah, kenapa aku yang Kau kirim ke tempat ini? Skenario apa yang telah Engkau tulis sehingga aku ada di antara jundi-jundiMu yang lain di tempat ini? Aku bangga dan bahagia bisa menjadi jundiMU, tapi berada di tempat ini, aku takut.
Aku takut karena aku harus terlibat dalam pengambilan keputusan yang sangat penting untuk keberlangsungan dakwah.
Kalau keputusan yang kami buat ini salah, apa yang harus kami bicarakan untuk membela diri kami? Ya Allah, terimakasih karena telah memilih kami, dan kami
minta jangan tinggalkan kami. Bimbinglah hati dan pikiran kami untuk mengambil keputusan ini. Karena Engkau Maha Tahu yang terbaik untuk kami.
Keputusan telah kami ambil. Semoga itu yang terbaik dan jika kami benar dalam pengambilan keputusan ini, itu semua karena tuntunan kasihMU mendorong kami. Dan jika kami salah, ampuni kami atas ikhtiar kami ini.
Astaghfirullahul ‘adzhim
20 januari 2006, 08.35 am, di sudut sebuah masjid kampus
Setelah keputusan telah kami tetapkan, sembari berharap itulah yang terbaik.
Saturday, January 21, 2006
Wednesday, January 18, 2006
Ridhokah Engkau Ya Allah?
Huh, berat banget kaki ini melangkah sepulang dari syuro. Beban yang semakin menghimpit terasa berawal dari syuro yang penting tadi. Mungkin kesadaran ini
sudah terlambat munculnya, tapi Alhamdulillah akhirnya muncul juga.
Syuro-syuro sebelumnya masih terasa mudah karena baru sebatas pemetaan kader dan analisa kondisi. Tapi syuro kali ini berbeda. Ada hal-hal strategis yang harus dibahas sampe pada kualitas yang ana takut untuk membicarakannya.
Capek ini bukan capek fisik atau pikiran maupun batin, tapi capek yang merupakan pelarian dari rasa ketakutan akan murkaNYA. Apa yang sedang kami lakukan ini?
Sebuah makar yang menyisakan ketakutan akan bisa tidaknya ana mempertanggungjawabkan hasil-hasil makar tersebut. Bahkan ketika ana yakin bahwa urgensi makar yang kami lakukan ini InsyaAllah diridhoi olehNYA, ana masih takut dan bertanya-tanya apakah ana termasuk orang-orang yang sudah layak dan pantas ikut dalam barisan pembuat makar? Angka-angka yang kami tetapkan sebagai batas minimal atau level aman yang harus dipenuhi, apa wewenang kami? Ana takut dengan pertanggungjawabannya. Apa semua ini tidak berlebihan?
Mungkin tidak, tapi ana takut tidak dapat mempertanggungjawabkannya. Ya Allah, ana bukan menolak amanah yang sudah diberikan, ana hanya ingin meminta kepadaMU untuk memberikan kami ketajaman analisa tentang yang harus kami selesaikan agar keputusan-keputusan kami nantinya bisa kami pertangungjawabkan.
Ya Allah, kami yang tadi berkumpul di salah satu sudut rumahMU, sedang berupaya mencari keridhoanMU, maka bantulah kami Ya Allah.
Ana teringat akan tausiyah dari seorang al-akh saat syuro sebelumnya, bahwa kita ini sedang melakukan makar, tapi insyaAllah makar yang diridhoi Allah. Dan yang perlu berulang-ulang kali dicamkan dan menjadi catatan penting bahwa Allah sebaik-baiknya pembuat makar. Ya Allah, ana berlindung dari murkaMU. Ana hanya ingin mendaparkan ridhoMU dan melihat indahMU. I am scare.
17 Januari 2006 : 09.00 am
Saat terpekur sepulang syuro
sudah terlambat munculnya, tapi Alhamdulillah akhirnya muncul juga.
Syuro-syuro sebelumnya masih terasa mudah karena baru sebatas pemetaan kader dan analisa kondisi. Tapi syuro kali ini berbeda. Ada hal-hal strategis yang harus dibahas sampe pada kualitas yang ana takut untuk membicarakannya.
Capek ini bukan capek fisik atau pikiran maupun batin, tapi capek yang merupakan pelarian dari rasa ketakutan akan murkaNYA. Apa yang sedang kami lakukan ini?
Sebuah makar yang menyisakan ketakutan akan bisa tidaknya ana mempertanggungjawabkan hasil-hasil makar tersebut. Bahkan ketika ana yakin bahwa urgensi makar yang kami lakukan ini InsyaAllah diridhoi olehNYA, ana masih takut dan bertanya-tanya apakah ana termasuk orang-orang yang sudah layak dan pantas ikut dalam barisan pembuat makar? Angka-angka yang kami tetapkan sebagai batas minimal atau level aman yang harus dipenuhi, apa wewenang kami? Ana takut dengan pertanggungjawabannya. Apa semua ini tidak berlebihan?
Mungkin tidak, tapi ana takut tidak dapat mempertanggungjawabkannya. Ya Allah, ana bukan menolak amanah yang sudah diberikan, ana hanya ingin meminta kepadaMU untuk memberikan kami ketajaman analisa tentang yang harus kami selesaikan agar keputusan-keputusan kami nantinya bisa kami pertangungjawabkan.
Ya Allah, kami yang tadi berkumpul di salah satu sudut rumahMU, sedang berupaya mencari keridhoanMU, maka bantulah kami Ya Allah.
Ana teringat akan tausiyah dari seorang al-akh saat syuro sebelumnya, bahwa kita ini sedang melakukan makar, tapi insyaAllah makar yang diridhoi Allah. Dan yang perlu berulang-ulang kali dicamkan dan menjadi catatan penting bahwa Allah sebaik-baiknya pembuat makar. Ya Allah, ana berlindung dari murkaMU. Ana hanya ingin mendaparkan ridhoMU dan melihat indahMU. I am scare.
17 Januari 2006 : 09.00 am
Saat terpekur sepulang syuro
Monday, January 16, 2006
Maafkan kami saudaraku...
Ya Allah, ampuni kelalaian kami, kecongkakan kami, keegoisan kami.
Ampuni kami yang masih setengah setengah mengusung dakwahMU
Ampuni kami yang masih sombong karena merasa dibutuhkan dalam dakwahMU
Padahal kami yakin justru kamilah yang membutuhkannya
Karena sekiranya kami tidak disini pun,
Engkau akan menggantikan kami dengan jundi-jundiMU yang lebih baik
Ya Allah, maafkan dan ampuni kami
Dan beri kami kesempatan untuk menjadi mulia di jalanMU tanpa kesombongan
Kami tidak mau tergantikan Ya Allah
Kami hanya ingin menambah partner untuk mengusung dakwahMU, bukan digantikan oleh mereka
YA Allah, ampuni keangkuhan kami ini
U/ seorang saudara yang kami dzholimi karena menunggu ½ jam untuk syuro
Ampuni kami yang masih setengah setengah mengusung dakwahMU
Ampuni kami yang masih sombong karena merasa dibutuhkan dalam dakwahMU
Padahal kami yakin justru kamilah yang membutuhkannya
Karena sekiranya kami tidak disini pun,
Engkau akan menggantikan kami dengan jundi-jundiMU yang lebih baik
Ya Allah, maafkan dan ampuni kami
Dan beri kami kesempatan untuk menjadi mulia di jalanMU tanpa kesombongan
Kami tidak mau tergantikan Ya Allah
Kami hanya ingin menambah partner untuk mengusung dakwahMU, bukan digantikan oleh mereka
YA Allah, ampuni keangkuhan kami ini
U/ seorang saudara yang kami dzholimi karena menunggu ½ jam untuk syuro
Tuesday, January 03, 2006
Balik? Gak deh...
Balik? Gak deh…..
Mulai bosan di rumah. Bukan apa, tapi karena aku tidak ada kegiatan. Di rumah, Cuma tidur, nonton, ngobrol kalo sudah pada pulang dari aktivitasnya. Liburan lebaran sudah selesai, jadinya ya yang kerja pada kerja, yang sekolah pada sekolah. tinggallah aku jadi perumtel alias penunggu rumah dan telfon.
Aku jadi kangen balik surabaya, mulai beraktivitas lagi di masjid kampus, di lab, kangen dengan halaqohku, kangen dengan adek yang sekarang sendiri di kos.
Kemarin sudah bilang ke papa untuk beliin tiket pulang, tapi tadi siang saat tiket sudah di tangan, kok aku malah gak ingin pulang. Lihat namaku tertera di tiket yang 6 hari lagi aku harus berangkat, aku jadi berat. It means, aku tinggal menghitung hari untuk kemudian ninggalin mereka lagi. Padahal aku sudah terlanjur menyatu dengan kehidupan keseharian mereka. Balik surabaya? Aduuuh, males.
Ya Allah, jangan jadikan ana lembek seperti ini. Ya Allah, jangan sampai ana terbawa perasaan manja dan melankolis ana terus. Kuatkan hamba ya Allah
6 Des 05,
semakin mendekati waktuku balik
Mulai bosan di rumah. Bukan apa, tapi karena aku tidak ada kegiatan. Di rumah, Cuma tidur, nonton, ngobrol kalo sudah pada pulang dari aktivitasnya. Liburan lebaran sudah selesai, jadinya ya yang kerja pada kerja, yang sekolah pada sekolah. tinggallah aku jadi perumtel alias penunggu rumah dan telfon.
Aku jadi kangen balik surabaya, mulai beraktivitas lagi di masjid kampus, di lab, kangen dengan halaqohku, kangen dengan adek yang sekarang sendiri di kos.
Kemarin sudah bilang ke papa untuk beliin tiket pulang, tapi tadi siang saat tiket sudah di tangan, kok aku malah gak ingin pulang. Lihat namaku tertera di tiket yang 6 hari lagi aku harus berangkat, aku jadi berat. It means, aku tinggal menghitung hari untuk kemudian ninggalin mereka lagi. Padahal aku sudah terlanjur menyatu dengan kehidupan keseharian mereka. Balik surabaya? Aduuuh, males.
Ya Allah, jangan jadikan ana lembek seperti ini. Ya Allah, jangan sampai ana terbawa perasaan manja dan melankolis ana terus. Kuatkan hamba ya Allah
6 Des 05,
semakin mendekati waktuku balik
Monday, January 02, 2006
Welcome to the jungle....
Jam 3 dini hari, aku dibangunin untuk siap2 mandi. Jam ½ 5, aku diantar papa dan salah satu omku ke bandara. Berat banget melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Karena aku tak tahu kapan aku bisa kembali.
Ibu, aku sayang ibu. Terimakasih atas begitu banyak cinta yang tulus dari ibu. Ananda minta maaf karena belum menjadi seperti yang ibu inginkan. Ibu, aku sangat menyayangi ibu, jangan pernah ragukan itu. adek-adekku, ca sangat sayang sama kalian berdua. Ca titip ibu dan papa ya. sayangi mereka dan buat mereka bahagia. Sampe di bandara laha, aku sangat berharap ada sebuah keajaiban yang menuntunku kembali ke rumah. Tapi, hidup harus berjalan, kaki harus diayun maju.
Saat pesawat lepas landas, pikiranku kosong, hatiku serasa tertinggal. Ini pertama kali aku merasa begitu berat meninggalkan kota ini. Mungkin karena aku begitu lama di ambon, sehingga aku sudah menyatu dengan hidup keseharian keluargaku. Kalo selama ini kepulanganku untuk lebaran hanya 2 minggu, dan yang kudapat adalah suasana lebaran yang memang selalu indah, tapi kali ini lain. Aku tinggal begitu lama, sehingga setelah lebaran, aku juga melihat pola hidup keseharian mereka, jam tidur, jam bangun, jam ke sekolah, pulang dari sekolah ngapain aja, bagaimana mengisi malam, siapa yang masak, yang nyuci, yang bersih2, yang nyuci piring, semuanya hingga aku sudah menyatu dengan itu. Di dalam pesawat, aku hanya bisa mengenang wajah2 indah itu. Seluruh keluargaku di ambon sudah mengambil hatiku dan tidak menyisakannya untukku.
Ketika pesawat mendarat di bandara djuanda pukul 10 pagi, aku hanya bisa menghela napas panjang. Huh, sampelah aku ke dunia nyata yang penuh kekerasan yang harus kuhadapi. Berat banget kaki ini melangkah turun dari pesawat. Tidak ada kebahagiaan sedikit pun ketika menginjak kota ini. Kota ini memang telah mengajarkan banyak hal positif tapi kota ini juga telah banyak menorehkan luka, walaupun semua selalu ada hikmahnya. Kota ini memang tempat aku bertemu dengan orang2 yang juga aku sayang tapi kota ambon lebih memberiku kenyamanan dan ketenangan. Yang bisa membuatku senang hanyalah bahwa dalam satu jam lagi, aku bisa bertemu adekku eya.
Saat taksi meluncur di jalanan surabaya menuju kostku, dimana kemacetan, hiruk pikuk kota besar ada di depan mata, saat itu pula kerinduan kota ambon membuncah kembali. Di ambon, tidak akan ada kutemui hal ini. Di ambon, kemacetan hanya terjadi di pasar mardika tapi itupun kemacetan yang menyenangkan. Tidak ada keluh kesah. Di taksi, aku hanya menutup mata sembari berharap ketika mata dibuka, kota ambonlah yang kulihat. Konyol, melankolis, tapi aku ingin walaupun impossible. Saat taksi sudah sampe depan kampusku, keruwetan sudah terbayang di kepala. Dan ketika taksi akhirnya benar2 berhenti di depan kos, maka sirnalah sudah. Aku harus kembali ke dunia nyata. Bismillahirrahmanirrahim……………………………………….
“Surabaya, kan kutaklukkan engkau dengan airmata kedua orang tuaku”
12 Des 05,
sampai juga aku disini
Ibu, aku sayang ibu. Terimakasih atas begitu banyak cinta yang tulus dari ibu. Ananda minta maaf karena belum menjadi seperti yang ibu inginkan. Ibu, aku sangat menyayangi ibu, jangan pernah ragukan itu. adek-adekku, ca sangat sayang sama kalian berdua. Ca titip ibu dan papa ya. sayangi mereka dan buat mereka bahagia. Sampe di bandara laha, aku sangat berharap ada sebuah keajaiban yang menuntunku kembali ke rumah. Tapi, hidup harus berjalan, kaki harus diayun maju.
Saat pesawat lepas landas, pikiranku kosong, hatiku serasa tertinggal. Ini pertama kali aku merasa begitu berat meninggalkan kota ini. Mungkin karena aku begitu lama di ambon, sehingga aku sudah menyatu dengan hidup keseharian keluargaku. Kalo selama ini kepulanganku untuk lebaran hanya 2 minggu, dan yang kudapat adalah suasana lebaran yang memang selalu indah, tapi kali ini lain. Aku tinggal begitu lama, sehingga setelah lebaran, aku juga melihat pola hidup keseharian mereka, jam tidur, jam bangun, jam ke sekolah, pulang dari sekolah ngapain aja, bagaimana mengisi malam, siapa yang masak, yang nyuci, yang bersih2, yang nyuci piring, semuanya hingga aku sudah menyatu dengan itu. Di dalam pesawat, aku hanya bisa mengenang wajah2 indah itu. Seluruh keluargaku di ambon sudah mengambil hatiku dan tidak menyisakannya untukku.
Ketika pesawat mendarat di bandara djuanda pukul 10 pagi, aku hanya bisa menghela napas panjang. Huh, sampelah aku ke dunia nyata yang penuh kekerasan yang harus kuhadapi. Berat banget kaki ini melangkah turun dari pesawat. Tidak ada kebahagiaan sedikit pun ketika menginjak kota ini. Kota ini memang telah mengajarkan banyak hal positif tapi kota ini juga telah banyak menorehkan luka, walaupun semua selalu ada hikmahnya. Kota ini memang tempat aku bertemu dengan orang2 yang juga aku sayang tapi kota ambon lebih memberiku kenyamanan dan ketenangan. Yang bisa membuatku senang hanyalah bahwa dalam satu jam lagi, aku bisa bertemu adekku eya.
Saat taksi meluncur di jalanan surabaya menuju kostku, dimana kemacetan, hiruk pikuk kota besar ada di depan mata, saat itu pula kerinduan kota ambon membuncah kembali. Di ambon, tidak akan ada kutemui hal ini. Di ambon, kemacetan hanya terjadi di pasar mardika tapi itupun kemacetan yang menyenangkan. Tidak ada keluh kesah. Di taksi, aku hanya menutup mata sembari berharap ketika mata dibuka, kota ambonlah yang kulihat. Konyol, melankolis, tapi aku ingin walaupun impossible. Saat taksi sudah sampe depan kampusku, keruwetan sudah terbayang di kepala. Dan ketika taksi akhirnya benar2 berhenti di depan kos, maka sirnalah sudah. Aku harus kembali ke dunia nyata. Bismillahirrahmanirrahim……………………………………….
“Surabaya, kan kutaklukkan engkau dengan airmata kedua orang tuaku”
12 Des 05,
sampai juga aku disini
Subscribe to:
Posts (Atom)