Sunday, December 31, 2006

Wasiat seorang Bapak

Biasanya saya gak pernah ngobrol lama di ruang guru. Di ruang itu, aktivitas saya cuma minum teh sambil baca atau makan jajan yang tersedia sambil nunggu waktu masuk. Kalaupun ada guru yang lain, paling basa basi sebentar atau kalau mereka rame2 ngobrol, saya pendengar setia aja. Bukannya saya sulit bersosialisasi, tapi saya satu-satunya guru cewek di Jurusan Listrik, jadinya saya agak sungkan bicara banyak.

Tapi, selasa yang lalu saya dapat kesempatan ngobrol banyak dengan seorang guru senior yang akhirnya kusyukuri. Betapa tidak, percakapan kami menghasilkan banyak resolusi baru buat saya. Pak Hasan, di tahun terakhirnya ngajar (November 2007 pensiun), masih terlihat begitu kuat. Di usianya yang sudah senja, beliau tetap bersemangat dan sepertinya menjalani hidup ini tanpa beban.

Hari itu beliau bercerita banyak tentang keluarganya. Istri, 4 anak, 3 menantu serta 7 cucunya. Idealisme beliau yang mungkin bagi sebagian orang dibilang kolot justru menjadikan hidup beliau begitu tanpa beban. Beliau adalah orang yang tak pernah memikirkan hal-hal yang berat, gak ngoyo, beliau tidak mau memberatkan diri dengan hal-hal yang sekiranya beliau gak mampu. Mungkin itu yang bikin beliau terlihat selalu ceria tanpa beban. Terkadang saya melihat beliau berjalan di koridor sekolah sambil bersenandung kecil, begitu menikmati hidup. Ada banyak hal yang saya catat dalam ruang pikiran saya karena begitu saya hargai.

Saya ingat kata-kata beliau kepada anak2nya :
"Bapak gak bisa mewariskan apa-apa. Bapak gak punya harta yang bisa bapak wariskan. Yang saya punya, saya hanya bisa kasih fasilitas, uang dan doa untuk pendidikan kamu. Itu warisan saya"
"Jangan sampai lupa sama mama kamu. Mamamu itu orang yang paling banyak berkorban, tapi juga paling banyak jadi korban. Kamu boleh lupa sama saya, tapi jangan sama mama kamu. Sayangi dia"

Kepada anak perempuannya yang sudah menikah, beliau berpesan:
"Kamu gak usah pusing kalo gak bisa ngasih apa-apa ke Bapak dan Mama. Kamu gak perlu sembunyi-sembunyi dari suami kamu kalo mau memberi sesuatu. Bapak dan Mama gak mau gara-gara uang suamimu sampai ke rumah ini, kalian jadi bertengkar. Yang penting kalian sehat, bahagia, kami juga bahagia"

Kepada istrinya :
"Ma, kalau saya meninggal duluan, gak usah pusing dengan harta. Gak usah juga repotin anak-anak. Saya punya pensiun. Kamu bisa ambil tiap bulan. Kamu juga punya toko, insyaAllah tiap hari ada pemasukan. Jangan repotin anak-anak, doakan saja mereka"

Beliau juga bilang kalo beliau sering memikirkan istrinya. Orang yang paling berjasa dalam hidupnya juga hidup anak-anaknya. Dari cerita beliau, betapa menggambarkan penghargaan serta penghormatan dan cinta yang besar terhadap istrinya.

Pak Hasan, terimakasih atas obrolan yang hangat dan menyenangkan. Sosok Bapak serta suami seperti Bapak, semoga menjadi contoh bagi yang lain. Salam hormat saya buat keluarga.

Thursday, December 28, 2006

Usai Seminar “How To Start A Job”

Membicarakan dunia kerja dengan dunia sekolah gak akan ada habis-habisnya. Sekolah, kita hanya mikir belajar. Hubungannya jelas dan terukur. Kalo kamu rajin belajar, IP kamu bagus, kalo tidak ya tidak. Dengan IP yang tidak bagus itu, kamu masih tetap aja lanjutin kuliah walaupun SKSnya gak banyak. Artinya, apa yang ada di genggaman kita berupa nilai atau IP jadi modal untuk semester berikutnya. Kuliahnya sendiri tetap jalan.

Dunia kerja? Tidak sesimple itu. Tidak ada indikator pasti bagaimana seseorang bisa tau dia bakal diterima atau tidak. Pertanyaannya kadang-kadang tidak lagi sesuai dengan idealisme kita semasa kuliah. Kompetensi? bolehlah kita berkoar-koar dan menulis panjang di lamaran pekerjaan. Tapi lantas, pertanyaan seperti “Punya kenalan gak?”, “Ada orang dalam?” dan pertanyaan memuakkan bernada sama lainnya jadi pematah harapan yang sudah dibangun dengan segala kompetensi.
Oke, mungkin memang gak punya orang dalam, maka rupiah pun kemudian bisa menjadikan siapapun sebagai orang dalam kita. Eneg banget. Orang yang cari kerja itu kan karena mo cari uang. Kenapa malah diporotin? Kapan sih kejujuran dan kefairan bisa ada di muka bumi Indonesia ini.

Belum lagi diskriminasi gender, diskriminasi usia, diskriminasi penampilan jadi satu lagi penghambat mimpi anak manusia yang ingin membuktikan dirinya. Trus apalagi tuh tadi si psikolog berkomentar dengan cara saya berpakaian? Yang tidak rapilah, yang tidak praktislah. Saya menghormati anda meskipun saya tahu anda islam tapi tidak berjilbab, maka anda seharusnya lebih bisa menghargai saya yang berusaha menjalankan perintah Tuhan kita, bukan hanya Tuhan saya. Maaf ya, saya tidak mencari ridho dari orang yang mewawancara atau yang menyeleksi, apalagi ridho, tetapi ridho Allah, dzat yang menciptakan saya juga anda juga orang yang nantinya akan meng-interview saya, yang saya cari. Toh rezeki itu milik Allah bukan punya mereka. Kalo memang pada akhirnya dengan cara berpakaian saya menjadi alasan tidak diterima, saya akan sangat senang sekali. Karena itu berarti saya tidak perlu bekerja dengan orang yang berpikiran sempit dan kolot. Justru saya turut berduka cita dengan keadaan mereka yang menyedihkan yang menilai kemampuan otak hanya dari penampilan luar. Saya berani diuji dengan mereka yang berpenampilan jauh lebih menarik dan seksi, asalkan kompetisinya fair, benar2 menilai inteligensi, saya berani. Selamat datanglah kebodohan….

Belum lagi persaingan yang tidak fair. Masuk kantor dan menyibukkan diri dengan membicarakan rekan yang lebih bersinar, lebih baik hasil pekerjaannya tapi disangka karena ada “apa-apanya” bukan karena keahliannya. Kasihan amat ya. Menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak penting, tidak mutu.

Alhamdulillah saat ini saya berkecimpung di dunia pendidikan. Proses yang saya ikuti tidak sama sekali menyinggung bagaimana cara saya berpakaian. Dunia pendidikan yang begitu fair melihat bahwa penampilan tidak akan mempengaruhi kemampuan saya mentransfer ilmu. Saat itu, saya hanya diberitahu bahwa pada Senin sampe Jumat memakai Seragam abu-abu. Dan ketika kainnya diberi, saya diperbolehkan menjahitnya dengan model jubah, tidak putusan pun tak apa. Fair, really fair.

Belum lagi persaingannya, persaingan yang fair. Berlomba-lomba membuat yang terbaik dan menghasilkan yang terbaik di bengkelnya dan untuk meweujudkannya tetap saja bekerjasama dengan bengkel yang lain. Persaingan yang saling mendukung sehingga menjadi baik bersama. Percepatan karier diberikan karena persaingan inteligensi dan pengembangan kemampuan diri, bukan karena permainan. Saya tidak membahas masalah manajemen di Dunia Pendidikan. Mungkin di luar sana, masih ada yang bilang, sekolah itu mahal, beli buku ini beli buku itu bla bla bla. Saya tidak berkomentar karena saya tidak tahu menahu yang terjadi di ruang depan sana. Yang saya tahu, bagaimana proses belajar mengajar di kelas berjalan lancar. bagaimana pula hubungan saya dengan rekan2 guru yang lain memberikan manfaat bagi saya juga bagi murid-murid saya. Kami saling berbagi ilmu, saling melengkapi untuk menghasilkan dan memberikan yang terbaik.
Di Kantor, bisa gak seperti itu?

Tapi saya percaya masih ada kantor yang fair menilai inteligensi daripada penampilan. Saya membuktikannya saat KP di salah satu perusahaan telekomonikasi di Surabaya tahun 2003 lalu. Banyak pegawainya berjilbab lebar, musholanya ramai dengan kegiatan bahkan halaqoh terbentuk di setiap unitnya. Dhuhur selalu dipenuhi jamaah. Para ustadz didatangkan secara bergantian untuk memberi tausiyah. Ustadz Sholeh Drehem dan Ustadz Roem Rowi mendapat hari khusus setiap minggunya untuk menyampaikan tausiyahnya. Luar biasa…

Dunia kerja seperti itu yang saya inginkan. Kalaupun toh nanti saya ditempatkan oleh Allah di lingkungan kerja yang tidak kondusif, penuh rekayasa, tikam sana tikam sini, maka prinsip yang harus dijalankan adalah “Jadilah ikan di tengah lautan. Tidak perlu ikut2an asin meskipun airnya asin”, atau “Meleburlah tapi jangan ikut lebur”.
Bahkan kepulangan saya nanti ke Ambon, lingkungan kerja yang insyaAllah akan saya tempati, Alhamdulillah saya yakin bisa terbuka, fair dan tidak mempermasalahkan hal-hal seperti ini. Selama saya dan anda mau berkembang, selama saya dan anda tebuka dengan perubahan, selama saya dan anda punya kompetensi untuk bekerja di bidang yang kita akan geluti, maka saya dan anda layak mendapatkan pekerjaan itu. Karena saya dan anda harus dinilai dari kemampuan kita bukan dari penampilan kita. Itulah kemerdekaan yang sebenarnya
------------------------------------------------------------------------------------
Barusan nganterin kak Lely pulang ke Ambon naik kapal. Setelah sekian lama, ritual ke pelabuhan saya lakukan lagi. Malam ini, kita makan nasi goreng, ingatanku ke kak Lely. Sedang apa ya di kapal sekarang? Ini pertama kali dia naik kapal, sendirian pula.
2 minggu Kak Lely di Surabaya, suka banget sama nasi goreng buatannya bapak depan UPB itu. Kangen, cerianya, cerewetnya, lucunya, kebiasaan-kebiasaannya. Hati2 ya Kak. Salam kangen kami untuk seluruh keluarga disana

Wednesday, December 27, 2006

Sudahkah Kita Tarbiyah? (Edisi 1)

Sekitar bulan Agustus yang lalu, saya pernah menginginkan membedah buku “Sudahkah Kita Tarbiyah? Refleksi seorang Mutarabbi” tulisan Eko Novianto. Tapi baru sekarang saya bisa melakukannya. Saya sebut edisi 1 karena saya ingin membahasnya dalam beberapa bagian. Buat Pak Eko, sudah terima email saya? Saya tunggu balasannya.

Yang saya angkat pada edisi perdana ini belum isinya, tapi baru pengantarnya. Karena buku ini buat saya benar2 luar biasa. Sejak pengantarnya sudah sukses membuat saya berpiikir dan berpikir, berkontemplasi, berbicara dengan diri saya sendiri, mempertanyakan benarkah saya telah tarbiyah? Di posisi apa saya mengambil peranan dalam dunia tarbiyah ini?

Beberapa tahun terakhir saya hingga saat ini dan insyaAllah sampai nanti adalah saat-saat saya menikmati tarbiyah. Anda, bisa jadi lebih lama usia tarbiyahnya dari saya. Pada akhirnya, seperi dalam buku itu, disebutkan bahwa setiap kita akan sampai pada suatu titik yang mempertanyakan apakah sesungguhnya kita sudah tarbiyah?
Saya memang sudah tarbiyah, sudah memiliki murobbi, sudah memiliki mutarabbi, sudah memiliki halaqoh, sudah menjadwal liqa’pekanan, sudah mendapatkan materi tarbiyah, dan sekian aspek formal lainnya. Tapi apakah kita, anda dan saya, bisa dibilang telah tarbiyah cukup dengan aspek-aspek formal itu.

Tarbiyah adalah untuk perubahan. Then, the question are :
1.Sudahkah saya berubah?
2.Sudahkah saya punya kemampuan merubah?
3.Sudahkah perubahan saya mempengaruhi lingkungan sekitar saya untuk ikut berubah?
4.Sudahkah saya merasakan sakitnya perubahan?
5.Tahankah saya atau malah lari dengan rasa sakit itu?
6.Sejauh manakah kerelaan saya untuk berubah?
7.Ataukah saya belum berubah sama sekali?
8.Ataukah label akhwat ini hanya untuk gengsi saja, menaikkan harga jual saja?
Saya sudah menjawab pertanyaan2 itu dan intinya saya masih stagnan kalau tidak mau dibilang mundur. Saya masih harus membenahi diri saya, ruhiyah saya, keikhlasan saya, totalitas saya, pengorbanan saya, tahan banting saya dan banyak hal dari saya.

Tarbiyah telah akrab dan menjadi bagian dari hidup saya begitu juga anda. Ada yang bekerja di lingkungan tarbiyah, ada yang bisnis di lingkungan tarbiyah, ada yang berkeluarga di lingkungan tarbiyah, mengajar di halaqoh tarbiyah, memimpin di lembaga tarbiyah.
Atau mungkin saja, kita menjadi kaya dengan pengaruh tarbiyah, mungkin saja kita berpengaruh karena kesempatan yang diberikan tarbiyah. Bisa saja, kita memimpin dengan rekayasa tarbiyah, atau kita menjadi tokoh dengan toleransi tarbiyah. Tapi, sekali lagi, apakah sesungguhnya kita telah tarbiyah?

Dalam setiap komunitas dimana kita menjadi anggotanya, bagian yang tersulit adalah mengambil posisi. Seringkali kita gagal dam melakukan hal ini. Seseorang yang diamanahi menjadi leader tetapi mengambil posisi sebagai bawahan. Sementara seseorang yangmenjadi bawahan, mengambil posisi sebagai penentu kebijakan. Koordinasi menjadi rumit dan akhirnya tidak menghasilkan apa-apa.

Disebutkan bahwa posisi ideal bagi setiap anggota komunitas adalah sebuah posisi yang tidak menyudutkan pihak lain, juga tidak memojokkan diri sendiri. In fact, sebagian anggota komunitas cenderung menyudutkan pihak lain, sebagian lainnya cenderung memojokkan diri sendiri, dan saya melihat pula fenomena anggota yang menonjolkan diri sendiri atau menonjolkan pihak lain untuk tamengnya bersembunyi.

Ada pula yang selalu merasa kalah, mengalah, minder dengan kehebatan senior-seniornya, menerima setiap perintah tanpa memakai hak bertanya karena merasa dirinya junior. Dan, ada yang selalu mengambil posisi pemegang otoritas, pengendali, pemilik aturan, penjaga gawang, nge-bossy, menindas, nyuruh ini nyuruh itu, bla bla bla.pilihan apapun antara dua posisi ini bukanlah posisi ideal, karena keduanya justru adalah posisi saling mematikan. We will talk about this theme “POSITION” in next edition.
Benang merahnya adalah belajarlah untuk menempatkan diri dengan baik hingga kita menemukan posisi yang ideal yaitu posisi yang memberdayakan serta melejitkan kualitas diri juga orang lain. Semoga…

Nb : Pak Putu, selamat atas kelahiran anak keduanya (putri pertama) tadi malam. Semoga jadi anak yang berbakti

Tuesday, December 26, 2006

Cucu Saya...

Guess what? Tak disangka, saya tuh ternyata punya saudara yang dari kecil banget gak pernah ketemu. 3 months ago, mbak Ratih bilang kalo di klinik tempatnya jaga tuh, adminnya cewek marganya Waliulu juga. Usut punya usut, ternyata dia itu masih ada hubungan saudara sama saya dari garisnya papa. Sempat sih dijelasin sama tante, silsilahnya begini begini, tapi kok susah banget nyangkut di memori saya lantaran udah segitu mbuletnya.

Nah, hari ini tuh, tadi pagi kita ketemuan for the first time di rumah Om di Dukuh kupang. Mbak Ratih dan mbak Tini (kanan) berangkatnya dari klinik sementara saya dan my cousin Lely berangkatnya dari driyo. Kesan pertama : Cantik, pendiam, tenang. Masih kagok kali ya.
Pas ketemuan, saya yang rada-rada aneh gitu, bingung mau ngomong apa. Jadi, saya ngeloyor aja ke belakang dan meminta penjelasan dari om (halah).

Kata om gini : “Kalo dari ibu, agak jauh dan muter. Tapi gini deh, bla bla bla bla.”
Saya : “Gak mudheng om. Bisa lebih sederhana gak? Kata Tante, saudaraannya itu dari pihak papa”
Om dengan semangat 45 : “Dari ibu sebenarnya juga ada tapi memang sudah jauh dan hampir tak tedeteksi lagi. Hitungannya gini, kakeknya Tini itu terhitung masih ponakannya ibumu”
Saya yang bengong : “Ibu tua dong. Kalo ibu itu tante kakeknya Tini, berarti kan aku sepupunya kakeknya Tini. Aku neneknya Tini dong. Whaa, cucuku sudah sebesar itu?”
Om sambil terkekeh : “Kira-kira begitu. Tapi nenek dan cucu itu juga gak langsung. Hitungannya sudah berapa kali”
Saya yang cemberut : “Mo berapa kali kek, tetap aja aku nenek kan? Dari papa aja deh Om, biar enak”
Om masih bersemangat : “Kalo dari papa, papanya Tini itu sepupunya itunya ininya lalalanya papa kamu”
Saya yang tetap gak nyambung : “Aduh, emang sih gak sampe kakek nenek, tapi tetap aja bikin bingung”
Saya lagi yang pasrah : “Udah deh Om. Intinya saya panggil dia apa dan dia panggil saya apa?”
Om : “Adekmu”
Saya dengan helaan napas panjang : “Ya sudah. Selesai. Tapi gak enak manggil adek. Manggil mbak Tini aja. Lagian usia kita juga sama”

Pulangnya saya dijelasin (lagi) sama kak Lely kalau Tini itu sepupuan sama Nada. Nada itu nikah sama adik sepupunya Papa saya. Jadi dari hubungan pernikahan itu, hitungannya Nada itu tante saya dan Tini berarti Tante saya juga karena iparnya Om saya kan? Berhubung Om dan Tante Nada itu sudah pisah, jadinya gimana lagi dong?

Udah ah, pusing saya mikirnya. Ketemu sama Mbak Tini yang sejak lahir sudah dibawa kembali ke Ponorogo aja sudah bikin saya senang. Ayahnya mbak Tini itu satu suku sama saya sementara ibunya asli Ponorogo. Pulang dari Dukuh Kupang, mbak Tini mampir di rumah Driyo. Tante aja sampe sedih dan nangis ketemu dia, jadi kayak adegan di sinetron deh.
Mbak Tini, Welcome home……

Saturday, December 23, 2006

Hatimu Ibu, Kuburku Yang Sebenarnya

Pada suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur, yang sedang menyiapkan makan malam. Ia menyerahkan selembar kertas yang selesai ditulisnya. Setelah ibunya mengeringkan tangannya dengan celemek, ia membacanya dan inilah tulisan si anak,

Untuk memotong rumput minggu ini 7500
Untuk membersihkan kamar 5000
Untuk rapor yang bagus 25000
Untuk ke toko Ibu menggantikan Ibu 10000
Untuk menjaga adik 5000
Untuk Membersihkan halaman 12500
Untuk membuang sampah tiap hari 15000
Total Utang Ibu 80000

Si ibu memandang anaknya yang berdiri di situ dengan penuh harap, dan berbagai kenangan telintas dalam pikiran ibu itu. Kemudian ia mengambil bolpen, membalikkan kertasnya, dan menulis

Untuk sembilan mengandung kamu.....Gratis
Untuk setiap malam menemani, mengobati dan mendoakan kamu.....Gratis
Untuk semua takut dan rasa cemas atas dirimu....Gratis
Untuk mainan, baju, makanan, dan menyeka hidungmu.....Gratis
Anakku..Dan kalau kau hitung jumlah cinta sejati Ibu...GRATIS

Setelah selesai membaca apa yang ditulis ibunya, ia menatap wajah ibunya dan berkata, “Ibu, aku sayang sekali pada Ibu”.

Dan kemudian ia mengambil bolpen dan menulis dengan huruf besar-besar, “LUNAS”

Ilustrasi di atas mungkin sudah sering saya dan anda dengar. Tapi, benarkah saya dan anda sudah benar-benar bisa mengambil ibrohnya? Mungkin saya dan anda selama ini juga bersikap seperti anak kecil itu. Minta dihargai, minta diberi pamrih atas kebaikan yang kita perbuat untuk ibu kita. Mungkin tidak seekstrim dengan rupiah itu, namun kadang muncul perasaan bahwa kita sudah terlalu baik pada ibu kita, sehingga hal itu berarti ibu sudah berhutang budi banyak pada kita.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS Luqman : 15)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil” “ (QS Al Isra : 23-24)

Begitu banyak ayat dalam Al-Quran dan juga hadits yang mengajarkan kita pentingnya orang tua dalam sejarah panjang perjalanan hidup kita.
Cinta abadi yang tak akan pernah terbayar sebesar apapun upaya kita membalasnya. Kesalahan besar kalau kita menganggap upaya kita berbuat baik adalah balas budi kita kepada ibu. Cinta yang kita berikan kepada ibu adaah cinta yang berbeda dengan yang kita terima. Ibu tak pernah mengharap apapun dari kita seumur hidupnya. Sementara kita, dengan sedikit yang kita lakukan, seolah-olah kita sudah membayar apa yang pernah ibu berikan.

Wallahi, setetes air susu ibu pun tak akan pernah terbalas. Air mata, keringat dan darah yang ia persembahkan untuk kita tak akan pernah bisa dinilai oleh perbuatan kita, apapun, apatah lagi jika kita malah tidak berbuat apa-apa. Untuk menghadirkan kita ke muka bumi, ia membagi separuh nyawanya. Bahkan ketika emas sebesar gunung Uhud kita persembahkan pun, pemberian Ibu masih lebih besar dari itu.


Ibuku, perempuan terbaik dalam hidupku. Bidadari yang dikirim Allah untuk menemaniku. Malaikat penjagaku yang setia hingga akhir menyertai jalanku. Sungguh, tak akan pernah sebanding isi dunia ini dengan kasih sayangmu yang melimpah, menghujaniku, membuatku berenang dan tenggelam didalamnya.

Ingin rasanya segera bersimpuh di kakimu, mempersembahkan seluruh hidupku untukmu, mencumbu mesra surga di kakimu.
Ibu, hatimu adalah rumahku untuk kembali. Terimakasih atas segala kepercayaanmu walaupun berulang kali mengecewakan. Terimakasih atas keyakinannya akan pilihan-pilihanku. Terimakasih telah menjadi semangat terbesarku. Tak kubayangkan hidup tanpamu.
Hatimu, tempat terhangat untukku. Pelukanmu, tempat ternyaman untukku.

Ibu, alangkah jauhnya Ambon
Meski tanpa tali temali, engkau tetap tambatan
Dan kalau malang, perahuku karam
Kuyakin hatimu, ibu,
Adalah kuburku yang sebenarnya
(Sastrawan yang kulupa)

Persembahan untuk seluruh ibu di dunia terkhusus Ibu Waliulu
Happy Mother’s Day

Friday, December 22, 2006

Masa-Masa Kritis

Usia sekarang, katanya adalah usia yang kritis dalam menjaga keistiqomahan dalam berdakwah. Usia yang diliputi banyak masalah yang datang silih berganti. Kalau studinya belum kelar, maka kita direpotkan oleh segala urusan tentang bagaimana segera menyelesaikan skripsi. Begitu skripsi selesai, datang lagi masalah baru, how to start a job. Setelah dapat pekerjaan, mikir lagi, jodohnya gimana?
Begitu seterusnya, tak ada henti masalah memenuhi ruang hati dan pikiran kita. Hal ini memperjelas perbedaan dengan saat masih semester awal atau pertengahan kuliah yang saat itu hanya memikirkan Kuliah dan Dakwah.

Berbagai hal yang dipikirkan itu lantas membuat porsi hidup untuk dakwah secara teknis kadang sediit berkurang, kalau tidak mau dikatakan terabaikan. Untuk itu, ada beberapa tips yang semoga bisa digunakan jika menghadapi rentetan masalah seperti di atas :

1.JANGAN MENUMPUK MASALAH. Segera selesaikan masalah yang ada dan tidak membiarkannya berlarut-larut hingga bom waktu datang meluluhlantakkan semua

2.JANGAN LARI DARI KENYATAAN. Kenyataan datang untuk dihadapi. Yakinlah, if Allah brings you to it, He will bring you through it

3.JANGAN TERLENA DENGAN MASA LALU DAN JANGAN TERBEBANI DENGAN MASA DEPAN. Masa lalu tidak akan berganti dengan terus menerus memikirkannya. Waktu adalah hal yang tak pernah bisa kita putar kembali. Maka terjebak dengan kesuksesan ataupun kegagalan masa lalu sama saja membunuh masa sekarang. Begitupun dengan masa depan. Sesuatu yang belum pasti kejadiannnya, tidaklah harus memenuhi ruang pikiran kita. memelamunkan hal-hal yang belum tentu terjadi. Bermimpilah, bangunlah obsesi-obsesi masa depan tapi setelah itu bergeraklah melakukan langkah-langkah nyata demi obsesi dan impian itu. Ia akan tetap menjadi impian dan obsesi jika kita tetap saja diam dan membebani diri dengan sesuatu yang belum pasti seperti masa depan. Sekaranglah saatnya !!!!

4.JANGAN TERLALU MEREMEHKAN DAN JANGAN PULA TERLALU MEMBESARKAN MASALAH. Permasalahan hendaknya disikapi dengan sederhana tanpa membuatnya menjadi rumit. Kadang, yang membuat kita frustasi itu bukan masalah itu sendiri, tapi sikap kita memandanga serta menyikapilah yang membuat kita frustasi

5.JANGAN SAMPAI BERPUTUS ASA. Seorang mukmin tidak mengenal kata PUTUS ASA dalam kamus kehidupannya. Karena Allah selalu membersamai seorang mukmin meskipun saat itu ia merasa benar-benar sendiri. Sejatinya, we are never alone. Allahu ma’ana

6.MEMPERBANYAK KESIBUKAN. Dengan menyibukkan diri, kita menambah lagi wacana berpikir kita. waktu kita tidak terbuang percuma. Tidak ada kesempatan bagi diri kita untuk bermalas-malasan

7.SERING BERTUKAR PIKIRAN. Setengah dari masalah bisa selesai dengan membicarakannya. Paling tidak, dengan didengarkan, ada separuh beban yang terbagi, perasaan lebih tenang sehingga bisa melihat masalah dengan lebih tenang. Kadang pula, kita jadi bisa melihat masalah dari sisi lain yang terlihat oleh partner kita yang mungkin saja tertutupi oleh keegoisan kita.

8.BERSIKAP TENANG. Ingatlah Allah selalu karena Hanya, HANYA dengan mengingat Allah-lah, hati akan menjadi tenang

Monday, December 18, 2006

Mencintai Cahaya


RMA alias Remaja Masjid AlFalah bikin Reuni hari ini. Acaranya berlangsung di Masjid Al-Qithar, masjidnya PJKA. Lho, kenapa gak di AlFalahnya? Alasannya off the record, terlalu sensitif untuk dibahas. Setelah 2 tahun RMA almarhum dan rame2 transmigrasi ke Al-Akbar, selama 2 tahun itu juga saya tidak lagi rutin bertemu. Maklum, saya tidak ikut memilih transmigrasi. Praktis saya hanya bisa bertemu rekan-rekan eks RMA kalau ada acara di Al-Akbar saja.

Acaranya berjalan lancar walaupun molor satu jam dari undangan. Sharing, rememorize masa-masa masih di RMA, OSI 1, OSI 2, tausiyah dan tukar kado. Tak dinyana, ikutnya saya dalam acara ini beri semangat baru untuk kembali ke kancah dakwah.

Saat mungkin di benak setiap rekan2 dalam ruangan itu memutar masa-masa di RMA, memori saya ikut memutar sejarah perjalananku di dunia ini, bukan hanya RMA. Rasanya begitu menyenangkan dulunya ketika berkutat dengan dakwah dan dakwah dalam setiap harinya.

Melelahkan memang, ada yang sakit memang, tapi mengingat ada yang menanti di ujung pengembaraan membuat tapak kaki semakin mantap saja untuk melangkah lebih maju.
Dulu, ya , itu dulu. Saat dakwah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup saya. Saat dakwah menancapkan kakinya begitu kokoh dalam kehidupan saya, menjalari setiap aliran darah saya. Saat dakwah mengambil 200% waktuku.

Saat ini, kurasakan getaran dan gerimis merembes dalam hati. Betapa saya telah lama meninggalkan dunia indah itu. Setelah regenerasi ditambah pekerjaan yang menumpuk membuat perputaran roda dakwah kampus saya melemah. Saya masih di kehidupan itu, saya masih berputar disana, menggeluti dakwah profesi dan dakwah fardiyah yang juga memberikan kehangatan, hanya saja sepertinya putaran saya melemah. Pergantian pemain di medan yang saya geluti dulu membuat ada sedikit kekosongan di diri.

Saya begitu rindu kembali ke kampus. Saya begitu rindu bercengkrama lebih lama dengan mujahid-mujahidah itu. Terimakasih Allah, Kau sadarkan hambaMU lewat pertemuan ini. Saatnya untuk kembali, benar-benar kembali dengan seluruh jasad dan pikiranku.

Dakwah Kampus, meskipun tak bisa lagi sama, I wanna back, totally back!!!!

Masih mengalir saja cerita-cerita indah semasa masih di RMA oleh para sesepuh, tapi hati saya tak lagi ada disitu. Betapa saya sangat merindukan Allah saat itu.
Mencintai Allah laksana mencintai cahaya, menerangi setiap tapak kaki. Tidak ada sakit dalam cinta sejati itu, tidak ada sedih dalam cinta agung itu. MencintaiNYA, memberi kekuatan yang amat dahsyat dalam merangkai hari-hari, menyulam masa depan terbaik di akhirat kelak.
Allah, ingin rasanya segera bersimpuh, merontokkan segala kesombongan diri, memelukMU begitu erat dan melihatMU tersenyum padaku . Aku rindu Engkau, Sangat

12.30 pm
Setelah Dhuhur yang indah

Sunday, December 17, 2006

Kenakalan Remaja

Teryata jadi guru itu bisa jadi menegangkan pula.
Kalo Sabtu yang lalu kami berurusan sama anak2 yang keroyokan saat istirahat maen bal-balan. Kali ini, kami harus berurusan sampai ke kepolisian.

Memang kejadiannya tidak di kelas kami, bahkan juga tidak saat jam sekolah. Tapi, karena mereka termasuk murid-murid kami, kami harus turun tangan juga, apalagi Pak Mudianto selaku Kepala Program. Kejadian awalnya cuma guyonan di dalam kelas. Ternyata si P tidak bisa terima dan menyimpan dendam. Pulangnya, di halaman parkir sekolah, dengan sabuk bergerigi miliknya, dihantamlah kepala si S hingga S harus kami bawa ke RS. 3 sobekan di kepala bagian kiri atas telinga, dan tiap sobekan dijahit 2 jahitan.

Urusan RS kelar, S kami pulangkan. S yang saya kenal pendiam di kelas memang sudah membuat khawatir orangtuanya yang menunggu hingga pukul 3 sore tidak pulang juga, padahal ia tidak pernah telat pulang rumah. Ketika orang tuanya S tahu kejadian sebenarnya, mereka tidak terima an menganggap ini bukan kenakalan anak-anak lagi tapi sudah tidakan kriminal. Urusannya kepolisian.

Maka jadilah kami harus berurusan dengan pihak Kepolisian terhormat.
Mudah2an semua ini bisa selesai. S bisa sekolah lagi. P tidak jadi dikeluarkan dan mereka bisa akur kembali.
Aamiiiin

UnTuk SaMPai Di TitiK iNi.....

Untuk sampai di titik ini, ribuan, jutaan bahkan milyaran terimakasih kepada Yang Mencintaiku Tak Pernah Habis, ALLAH SWT, yang menerangi jalan saya hingga begitu nyata bisa sampai disini. Sungguh, alangkah rindunya saya melihat indahMU.

Juga Terimakasihku Kepada :

Ibu, Ibu dan Ibu… Bidadari dalam hidup, yang lewat rahim agungnya, kuterlahir ke dunia. Sumber kekuatan, Anugerah terindah, Keajaiban yang diberikan Allah untukku, Di hatimu aku kembali. Terimakasih untuk setiap bulir air mata, keringat dan doamu. Semoga yang sedikit ini bisa membuatmu tersenyum. Bunda, beby ingin membahagiakanmu hingga beby merasa pantas untuk bersimpuh dan mencium surga di kakimu.

Papa,… Rajaku, Sumber inspirasiku, Simbol kasih sayang tiada henti, Lautan cinta yang tak pernah kering, rasanya tak pantas menjadi anak dari ayah sebaik engkau. Semoga kelak ada yang bisa kupersembahkan. Terimakasih untuk selalu mempercayaiku

Almarhumah Nenek JOHARI…Eby pulang nek. Semoga istirahatmu tenang di taman surgaNYA.

Beloved sisters of mine ;
Caca (Eby nyusul juga kan Ca. Terimakasih dukungannya, terutama kiriman pas kepepet. Tanpa jilatan api yang membakar, wangi kayu gaharu takkan tercium)
Dek Eya (Lanjutkan cerita perantauan kita ya dek. Di setiap tempat, engkau pasti akan selalu bertemu kegelapan dalam hidupmu, tugasmu adalah menyalakan sinar dari dalam dirimu )
Dek Ega (impian terbesarku adalah bisa mewujudkan impianmu. Jangan pernah menerima titik-titik gelap dalam hidupmu, karena cahaya tersedia dan engkau hanya perlu menekan tombolnya)
Dek Uni (you can do what you wanna do, honey. You just must do it not think about it. Berusahalah sebaik-baiknya pada saat ini, jangan khawatirkan apa yang akan kau hadapi esok. Sesungguhnya kebahagiaan itu ada dalam dirimu, maka carilah ia disana)…..
Bangga rasanya jadi saudara kalian. Thanks for being my greatest supporter. Thanks for every wonderful moment we share together. Thanks for always there. Thanks for love me unconditionally. Janji yuk bikin ibu dan papa bangga memiliki 5 permata seindah kita.

Seluruh keluarga besar Waliulu di seluruh nusantara, What a wonderful family. It is nice and proud to be a part of you. Terimakasih doa-doanya. Special thanks for Tante, Om, Mas Buyung dan Mbak Ratih di driyo (What a best support, memori rumah ngagelnya indah), Bukal (bro, akhirnya aku bisa nyusul kamu pulang kampung), Santje (aku pulang San, tungguin ya. Thanks for being my friend of a lifetime)

Sri Sulistiatik, the best friend I ever had ; Terimakasih telah membersamaiku dalam suka duka di kampus ini hingga detik-detik terakhirnya. Terimakasih untuk tidak pernah meragukanku. It is so priceless. Terimakasih untuk setiap kata “BISA”-nya ketika aku merasa tak bisa. Tempatmu begitu indah di hatiku. I love you, sista

Keluarga besar Teknik Elektro ITATS ; para dosen sejak smt 1 (matur nuwun sanget), staf jur (makasih ya udah mau direpotin urusan2 kami, salam hormat), Pak Ahmad (bimbingan bapak benar2 luar biasa, terimakasih untuk selalu bisa meyakinkan langkahku), Bu Titik (bu, gol itu sudah aku cetak), Kiky (aku nyusul, ky), Mita (Thanks for crying with me) Maya (Skenario Allah selalu indah kan may?), Yani (cepetan ya say, ganbate ne), anak2 kls C angkt 2001 (Angga, Fandi, Andi, Amin, Kelik, Wahid,Rahmad, Endut, semuanya deh. Kawan, terimakasih ya sudah ngasih banyak cerita. Kalian pasti akan kangen banget sama aku. Hehehe. Kapan nih kita diskusi bareng lagi?), Bagus (bro, walau sering bikin aku repot, tapi makasih ya. Tenang aja, salah-salahmu sudah tak maafin kok), para punggawa Lab PBL (Mbak Iin, Mbak Rizky, Mbak Neti, Akh Cholik, Akh Heri, Mita,”anakku” Fariz, Affani ), Rekan2 guru serta murid2ku di jurusan listrik SMK 7 (what a great moment), teman2 angkatan 01 serta rekan-rekan lain yang tak bisa kusebutkan satu persatu (halaman hatiku masih sangat luas menampung rasa terimakasih atas dukungan kalian)

Arek kos Deles raya 27. Astri, lina, mimin, mb yuli, yanti, makasih ya atas pengertiannya meladeni ledakan-ledakan emosi tak terkendali saat penulisan skripsi ini

The Sixers, anak2 angkatan 6 STM Telkom SP 2 Makassar, Terimakasih atas setiap kisah ajaib yang kita lewati bersama. Jika boleh meminta mengulang satu masa, masa bersama kalianlah yang ingin kuulang. Brotherhood never end, kan?

Adek-adekku di jalan Allah, jazakillah khoiron atas kepercayaannya. Our circle have a VIP room in my heart. I love you cause Allah and hope that love make us together to Jannah. Jadilah seperti bintang yang bersinar terang, tanpa takut mendung dan gelap yang akan datang

Seluruh ADK Surabaya, para pejuang FSLDK, Jangan bersusah karena pekerjaan belum selesai, sebab pekerjaan orang-orang besar itu memang tidak akan pernah habis

Seluruh saudaraku di KMBI,
Kelelahan yang kita jalani hari-hari ini tentu membuat kita terluka, berdarah, berkeringat dan terengah-engah. Tahukah antum kenapa perjalanan ini menanjak, jauh dan berbatu, menyesakkan dan terkadang menjenuhkan? Karena syurga yang terbentang harum wanginya, luas tempatnya, licin permukaannya dan segar udaranya. Bayangkan! Tentu lebih indah jika kita bisa bertemu kembali, bersama mengenang perjalanan yang sudah dilewati.
Kelak dengan bangga akan kukatakan pada cucuku bahwa neneknya ini punya kenangan indah bersama sahabat-sahabat dari surga yang ada di Komunitas Muda Baitul ‘Izzah

171006….ugh

Friday, December 15, 2006

apa KaU MerinDukU?

Sudah dua minggu ini dua kali saya lihat namanya di bemo. Padahal bertahun-tahun saya di Surabaya, berkali-kali naek bemo trayek itu, tapi kenapa baru sekarang saya lihat ada bemo bertuliskan namanya, gede lagi.

Baru pula saya sadari beberapa bulan ini mengapa begitu banyak orang yang mirip dengan dirinya. ADa aja orang di sekeliling saya yang mengingatkan saya tentang dia. Si A yang senyumannya mirip, si B yang ketawanya mirip, si C yang cara ngomongnya mirip, si D yang wajahnya mirip, si E yang gaya jalannya yang mirip dll. Entah memang benar seperti itu atau halusinasiku saja yang mungkin sedang merindunya.

Kemarin kemarin pas ke sebuah perlombaan, nama pemenangnya ada yang sama dengannya. Sekarang saya lagi nonton film di SCTV. Shaolin Soccer. Film ini dulu pas pertama keluar, saya pernah nonton sama dia dan kita ketawa bareng karena lucu.
Pas adegan atau dialog lucu-lucunya, saya ketawa. Hati saya ikut bergetar.

Ternyata…
Saya merindunya. Merindu kesabarannya meladeni cerewet saya, kesabarannya menghadapi omelan atau marah saya, ketulusannya dengar cerita-cerita saya. Menunggui saya hingga selesai segala urusan saya, merindu omelan atau sampe ngambek kalo saya tidak memperhatikan kesehatan dan makan saya, merindu melihat matanya bersinar saat bercerita tentang rencana-rencana dalam hidupnya.
Saya merindu saat melihat dia begitu yakin bercerita tentang mimpi-mimpinya, merindu melihat dia begitu nyata memperjuangkan apa yang ia impikan. Saya belajar tentang pantang menyerah dari dia. Saya mencintai caranya mencintai saya

Dari semua itu,
Saya rindu mendengar tawanya
Apa kau merinduku?
Atau sekedar mengingatku?

Sahabat, kau dimana?

Mas, Dipikir Lagi Ya. I Begging You

Mas, don’t do it please. Saya ndak bisa berkata-kata pas dengar cerita sampeyan. Saya memang gak bisa ngasih solusi tapi saya tahu Cerai itu bukan solusi. Tolong mas, dipikir lagi. Saya ngeri dengar kata itu.

Mas, waktu sampeyan memutuskan menikah dengan mbak, itu kan karena ada kebaikan yang mas bisa lihat dari mbak kan? Coba deh mas lihat lagi. Coba mas ingat-ingat lagi segala keindahan yang pernah tercipta. Tolong ya Mas, jangan segegabah itu. Kasihan anak-anak, Mas.

BuatSeorangKakak,
There is a way out, believe me.
Allah with you

Thursday, December 14, 2006

Keputusan LAnGIT


Allah,
Dimana keputusan langitMU?
Kapan keputusan itu tiba?
Aku ingin itu

Allah,
Dua belahan jiwaku telah membuat keputusan bumi untukku
Tapi kuingin Engkau Allah
Hanya Engkau

Tak ingin lagi kuambil keputusan
Tak ingin lagi aku sakit karena ulahku sendiri
Aku ingin Engkau

Rabbi,
Keputusan langitMU kunanti
Hanya keputusan langitMU yang ingin kujalani
Seberat apapun nanti
Seburuk apapun nanti
Beri aku tanda ya Allah
Bahwa putusanMU telah tiba

Rabbi,
IsyaratMU kupinta
Aku buta, aku tuli, aku bisu
Tolong tuntun aku Rabb

Allah, malam ini aku rindu padaMU
Aku ingin memelukMU, erat……..

Tolong Saya, MENjaUhLah....


Seandainya saya bisa menangis. Ingin rasanya menangis. Tapi kepedihan hati, kekecewaan, kemarahan telah menyumbat selang air mataku. Hatiku begitu sakit hingga tak bisa berkata-kata.

Ada ya ternyata di dunia ini orang yang tak punya hati. Saya benar2 tidak menyangka mereka benar2 tidak peduli pada perasaanku. Manusia macam apa mereka? Muak rasanya.

Allah,
Jika saja tidak takut akan murkaMU, ingin rasanya ….
Allah,
Jangan biarkan syaitan menguasai diriku

Saya heran, perlakuan sepeti itu dilakukan oleh mereka yang katanya tahu akan agama. Benar benar menyedihkan menjadi manusia seperti mereka. Saya tak kuat lagi. Hati ini benar2 sakit diperlakukan seperti itu. kalian anggap saya apa? Kalian anggap kami apa? Kalian anggap kalian siapa?

Tak tahu lagi harus apa. Tak habis pikir kalian bisa melakukan itu. benar-benar tak percaya kalian yang melakukan hal rendah seperti itu. Entah bagaimana saya bisa menata hati bertemu kalian lagi. Saya tidak siap bertemu kalian. Saya tidak siap melihat kalian memakai topeng lagi, berpura-pura baik, berpura-pura suci, padahal….
Saya takut hati saya jadi terkotori bertemu kalian dan melihat kemunafikan itu kalian mainkan lagi untuk kemudian sibuk mengutuk dalam hati. Plok plok plok, saya tak habis pikir. Tolong, jangan tunjukkan kemunafikan itu lagi, jangan kotori hati saya.

BagiAn PeLAyaNAn

Alhamdulillah...
Udah kelar daftar wisuda. Cuman rada bete dengan pelayanan dua hari ini. Entah kenapa saya memang selalu bermasalah dengan orang-orang yang ada di bagian pelayanan.

Kemarin pas ke perpus, CD TA yang saya kumpulkan katanya harus pake tempat, padahal di jurusan bilang gak usah, diplastiki aja. Pengalaman teman yang sudah pernah ngurus juga gak usah ditempati, justru gak diterima. Ini yang benar yang mana sih. Memangnya di perpus itu setiap staf punya kebijakan sendiri ya. Heran...
Sudah gitu, pas mau tanda tangan berita acara di perpus, terjadilah dialog yang lumayan seru

Mas Perpus 1 (MP 1) :"Kartu perpusnya mana mbak?"
Saya (S) : Hilang mas
MP 2 : Lima ribu ya mbak
S : Iya (sambil merogoh kantong)
MP 1 sibuk mencari kartu data saya di perpus dan ternyata gak ada. MP 2 sibuk ngetik salinan berita acara saya

MP 1 ke MP 2 : Gak ada datanya
MP 2 ke S : Ditulis mbak, namanya di situ **sambil nunjuk buku besar dihadapan saya**

Di kolom keterangan saya tulis HILANG, Kolom Biaya saya tulis 5000.

MP 2 nyerahin berita acara yang sudah kelar diketik. Saya nyerahin 5000 yang sedari tadi disiapin
S : ini mas **nyodorin duit**
MP 2 : Lho, gak usah. Sampeyan tulis apa disitu?
S : Hilang
MP 2 :Tulis aja TIDAK JADI ANGGOTA
S : Saya anggota kok mas, dan kartu saya hilang
MP 2 :Tapi kartu data disini punya mbak tuh gak ada. Tulis aja TIDAK JADI ANGGOTA

**dalam hati : Sip, gak jadi ngeluarin 5000, tapi kerjain ah**

S :Gak bisa gitu dong mas. Saya anggota kok dibilang tidak jadi anggota. Masa bertahun-tahun saya kuliah gak jadi anggota perpus, rugi saya mas
MP 2 : Mbak, mbak. Udah sampeyan tulis aja
S : Gak bisa. Saya harus diakui jadi anggota. Udah, ini 5000-nya
MP2 : Tapi kartu datanya gak ada disini
S : Berarti hilang juga dong. Ya sudah
Dan saya pun ngeloyor pergi sambil teriak :Monggo mas, Makasih....
Dan melihat dari mata semu para MP itu geleng-geleng kepala

Senyum-senyum turun ke PR 2 nyerahin berita acara itu bersama segala kuitansi-kuitansinya, dan disuruh kembali besok. OK, i'll be back tomorrow

Besoknya, tepatnya barusan, saya ke PR 2. Sengaja datang pagi biar lebih cepat kelar urusannya. Di loket elektro, bu wiwiknya gak ada. Dan dari loket sebelah (lingkungan, red) ada suara "Ditunggu aja mbak. Bu wiwik sudah datang tapi lagi ada perlu sebentar"

Tunggu menunggu, bu wiwik datang juga. Tapi kok malah bertelepon ria. Suara itu lagi "Sini aja mbak"
Saya pun ke sebelah dan ditanya "Lingkungan ya sampeyan?"
"bukan bu, elektro"
"Jenenge sopo?"
"Apa bu?"
"Namanya sapa?" Dengan ketus
"Febry bu"

**Ugh, saya bilang APA itu bukan karena gak ngerti situ bilang apa, cuma suaranya situ tuh kecil banget tau gak?. Sebel memuncak karena diketusi. Gak bisa apa ngomong baik-baik. Dan juga, berarti ibu ini sebenarnya bisa aja melayani saya pas tadi bu wiwik gak ada. Kenapa saya disuruh tunggu sampai bu wiwik datang, buntut-buntutnya dia juga yang harus melayani saya. Kalo dari tadi kan saya gak perlu wasting time kayak gini**

"Masuk mbak" masih ketus
Saya pun masuk.
Pas sampai,...
"Itu"
Jalan saya bablas..
"Ini lho mbak" masih sangat ketus

** Heran, kenapa dia yang marah. Harusnya saya yang marah. Ngomong ITU yang pertama tadi tanpa nunjuk ke arah manapun, mana saya tahu. Jangan salahkan kalo saya bablas dong.**

Selesai tandatangan langsung aja saya ngeloyor bawa berita acara, tanpa lupa berterimakasih tapi tidak sesemangat di perpus tadi.
Untung saja pas di PR 1, rada lumayan. Bapak di situ ngomongnya enak, ngasi tau setelah ini kita ngapain dan kapan harus balik dengan lembut, ala pelayan masyarakat sejati.

Saya tuh emang rada-rada eneg dengan orang yang kerjanya melayani. Pernah saya berdebat dengan pegawai kelurahan Ambon pas ngurus KTP. Saya disuruh balik besok aja karena mereka mau istirahat padahal itu baru jam 10, belum waktunya istirahat. Terang aja saya tidak terima. Saya pernah adu mulut juga dengan pegawai rumah sakit yang seenaknya memperlakukan pasien. Saya gak terima, namanya di UGD harus segera diselesaikan. Nyawa tahu yang dihadapi.

Gak bisa diam pas ke kantor kelurahan Surabaya ngurus KK untuk pindah domisilinya tante dan karena ada sedikit kesalahan dan kami yang disuruh menanggung resikonya, kami gak terima dan tetap minta diusut siapa yang salah.
Mungkin karena capek, mbak itu bilang
"Percuma mbak. Diurusi juga kalo dibawa sampai kecamatan, orang kecamatan gak mau tahu"
Jelas, kami terganggu dengan kata itu
"Gak bisa gitu dong. Mereka gak bisa Gak Mau Tahu karena Mereka Harus Tahu. Mereka digaji untuk itu kok. Saya mau kok mbak temani mbak ke kecamatan ngurusnya. Biar saya yang ngomong ke pegawai kecamatan"
Pelayan masyarakat...begitukah mentalnya???

Di Kampus juga gitu, berkali-kali saya harus berdebat dengan orang Lab, orang jurusan, anak2 himpunan atau staf PR kalo ada yang gak beres di mata saya. Meskipun itu kecil buat mereka dan bisa dikompromikan dan buat saya itu prinsip, saya akan bicara, gak peduli kalau akhirnya saya harus lebih lama melakukannya dibanding orang lain yang bisa kompromi. Buat saya, kita punya harga ketika kita punya prinsip untuk kita perjuangkan dan kita mau memperjuangkannya. Dan kalau kita tidak punya skap, selalu bisa berkompromi bahkan pada hal-hal yang prinsip, kita bakal kehilangan diri kita. Untung aja di Lab dan Jurusan juga di himpunan, orangnya fair semua. Jadi meskipun saya selalu jadi konfrontir (di mata mereka), tapi tetap aja begitu kelar masalahnya, mereka balik lagi tulus sama saya dan sebaliknya. Gak ada yang disimpan.

Lain halnya kalo di PR, selalu mau menang sendiri. Rese. Jadinya kalo sudah urusan Lab PBL dengan PR 2, biasanya saya serahkan ke asisten yang lain atau malah ke Kepala Lab untuk ngurusi.

Menurut saya, segala yang berhubungan dnegan konsumen kayaknya harus sering-sering dikasih pelatihan gimana cara melayani masyarakat dengan baik. Ayo dong, pada yang bagus kerjanya. Amanah dan Profesional, Okay????

Wuah, sudah 1/2 12. Waktunya pulang. Saya harus jemput mbak lely, sepupu yang baru datang dari Ambon. Tadi malam pas telpon, katanya sudah gak sabar pengen ketemu saya. Pengen gendong saya kalo pingsan nanti. Ngeledek tuh maunya. Padahal saya kan sudah segar bugar. Makasih ya Allah, nikmatMU ini tiada tara bagiku.

Wednesday, December 13, 2006

MUNAFIK,..., MENJAUHLAH !!!!!!!!!!!!!!!!

Dia datang. Mengetuk pintu dan memberi salam. Tapi tak kuindahkan. Hingga akhirnya dia pergi. Saya memang sangat membutuhkannya sekarang tapi keinginanku memberinya pelajaran jauh lebih kuat dari rasa butuh itu. Bahkan kalau dipikir, dia yang butuh saya untuk melunasi janjinya. Bukannya janji adalah utang dan HUTANG HARUS DIBAYAR?

Selama ini saya tak terlalu peduLi dengan selentingan dan anggapan orang tentang dia, tentang sikapnya yang semena-mena tidak menghargai orang lain. Saya terganggu dengan cerita-cerita itu, kasihan dengan orang-orang yang sudah merasakannya secara langsung. Tidak habis pikir ada orang seperti itu di dunia ini. Payahnya orang itu ada di dekatku.

Tapi sebatas mendengarkan. Tak ingin rasanya masuk terlalu dalam. Toh, saya belum pernah melihat langsung. Toh, saya belum pernah diperlakukan seperti cerita-cerita mereka.

Tapi, oow, kali ini saya korbannya. Berkali-kali saya diperlakukan seperti itu. Masih kuanggap hanya perasaanku saja tapi setelah kejadian beberapa hari lalu, ternyata memang benar. Kedua tangannya mengangkat harga dirinya sedemikian tinggi sementara kedua kakinya menginjak harga diri orang lain. Mereka, ya, mereka, pasangan yang luar biasa berhasil sembunyi dari kemunafikan. Berteriak tentang kebenaran tapi aplikasinya begitu jauh. Jauh hingga saya tercengang sambil penuh tanda tanya “Bagaimana bisa mereka menjalani hidup dengan tenang dengan sikap seperti itu?”

Baiklah, itu urusan mereka sama Allah.
Saya, korban kali ini, merasa perlu memberi pelajaran.
Walaupun toh pada akhirnya saya tahu bahwa yang mengetuk tadi bukan salah satu dari pasangan “luar biasa” tadi, saya tetap menikmati perasaan menang yang sempat saya rasakan tadi walaupun ternyata semu.

Saya tak peduli lagi dengan segala omongan kalian. Karena perkataan orang yang bermuka dua tidak sepantasnya untuk didengarkan. Hanya membuang waktu saja. Segera kita selesaikan urusan kita dan menjauhlah. Karena sudah terlalu banyak hati yang kalian sakiti. Terlalu banyak orang yang kalian anggap rendah hanya karena kalian merasa “lebih”. Sungguh, karena sikap kalian itulah, “lebih” itu terlihat sebagai topeng saja untuk sebuah status sosial. Jika topeng itu sudah kalian lepas, bolehlah masuk kembali. Saya Kasihan sama Kalian...

HENTIKAN OMONG BESAR KALIAN.
AKU BENAR-BENAR MUAK DENGAN ORANG YANG TAK BISA MENGHARGAI ORANG LAIN. ORANG YANG SEENAKNYA MENGINJAK DAN MEMPERMAINKAN PERASAAN ORANG LAIN. MERASA DIRI LEBIH DI ATAS SEGALANYA.

SEGERA SAJA MENJAUH DARI KEHIDUPAN SAYA DAN KEHIDUPAN SIAPAPUN KARENA TIDAK ADA YANG SUKA DIPERLAKUKAN SEPERTI KALIAN MEMPERLAKUKAN ORANG-ORANG SELAMA INI.
SUDAH SESUCI ITUKAH KALIAN SEHINGGA MERASA BERHAK MENYANJUNG TINGGI DIRI DAN MERENDAHKAN SELAIN DIRI?
BAHKAN JIKA MEMANG SUCI PUN, TAK MUNGKIN MELAKUKAN HAL RENDAH SEPERTI ITU

AKU BICARA, KARENA SEKARANG AKU TAK CUMA MENDENGAR
SUDAH KUBUKTIKAN BAHWA MATA HATI KALIAN SUDAH BUTA
ATAU BAHKAN KALIAN TIDAK PUNYA HATI
CUKUP SUDAH…..
SADARLAH, KALIAN MASIH PUNYA HUTANG

Tuesday, December 12, 2006

ReTakNya SeBuaH RUmaH KacA

Baru kemarin rasanya saya begitu memujamu.
Untuk kesekian kalinya saya merasa begitu beruntung
Bisa jadi bagian dari hidupmu
Memasukkanmu menjadi pemeran terbaik dalam skenario kehidupan saya.
Di kehidupan saya, dalam hati saya sudah saya bangun sebuah rumah kaca untukmu, untuk kau tinggali selamanya.
Kujaga setiap saat agar rumah itu tak sedikitpun retak.
Baru kemarin.

Dan malam ini…ah…..
Hancur, lebur, patah dan musnah.
Apa yang baru saja kau lakukan tadi?
Mengapa dengan santainya bisa kaupecahkan sendiri rumah kaca
Rumah yang kubangun dengan kerelaan dan ketulusan mencintaimu

Tidak,
Tentu saja rumah itu belum hancur berantakan
Belum rata dengan tanah seperti bangunan yang sering dihancurkan pamong praja tak berperasaan
Rumah kaca itu masih ada
Tapi setelah kuamati,
Ada bagian yang retak
Ada goresan yang harus kau tambal

Ya……, kau yang harus menambalnya
Dengan satu pengakuan dan satu kata maaf
Dan janji bahwa kau tak akan menyakiti kami lagi
Kau yang harus bertanggungjawab atas rumahmu sendiri
Karena jika tidak,
Maka rumah itu akan hancur
Dan itu karena ulahmu sendiri

Monday, December 11, 2006

HapPy MILaD, aBi



Happy Milad Pa. Afwan ebhy lupa telpon atau sekedar sms menyampaikan betapa hari-hari papa sampai saat ini sudah begitu menerangi jalan ebhy juga.
Yang sekarang ebhy bisa bilang adalah ebhy sayang papa. Itu saja.
Sungguh rasanya ebhy tak pantas menjadi anak dari ayah sebaik engkau. Tapi ebhy merasa begitu diberkati karena hidup bersama pangeran seindah dirimu.
I Love You Pa…………..

For me :
7 tahun yang lalu, tepat di hari ini, keputusan besar telah saya ambil. Keputusan yang tak pernah saya sesali. Yang saya sesali adalah kenapa begitu terlambat untuk memutuskan hal itu. 7 tahun sudah perjalanan saya sejak hari itu. Jumat, 10 Desember 1999, hujan di hari kedua bulan Ramadhan menjadi saksi betapa serius saya dengan keputusan saya itu. Saya tersenyum, sahabat-sahabat saya tersenyum, keluarga saya tersenyum, dan yang terpenting, saya tahu ALLAH sedang tersenyum melihat saya di balik rok abu-abu, jaket coklat dan JILBAB PUTIH untuk pertama kalinya karena begitu ingin saya dicintai olehNYA. Allah, saat itu begitu nikmat dan hari ini hambaMU ini mengenang kembali perasaan ajaib itu. Semoga cintaMU tak henti menerangiku

Sunday, December 10, 2006

SaYA MenCINtaiNya, SUNGGUH !!!!!

Menatap bundel Laporan PertanggungJawaban itu, hati saya rasanya bercampur. Inikah akhirnya? Selesai sudahkah? Saat inikah saya harus melepasnya? Apa saya bisa bertahan tanpanya?

Bukan hal yang mudah untuk saya. 3 tahun lebih saya berkenalan dengannya, bersahabat dan menjadi bagian darinya. Posisi indah ia tempati di salah satu pojok hati saya. Ternyata, kini saya harus melepasnya. Bukan, ia yang melepas saya karena ia akan lebih besar dengan sentuhan hamba-hamba Allah yang lebih baik dan luar biasa dari saya.

Rasa yang bercampur dalam diri melempar saya ke 3 tahun kehidupan saya terakhir. Oow, kenapa saya jadi menangis hingga tak kuasa mau bercerita apa tentang 3 tahun yang ajaib ini. 3 tahun cukup membuat saya untuk jatuh cinta padanya bahkan sejak bulan-bulan pertama mengenalnya, saya sudah merasakan cinta itu.

Bersamanya banyak kisah ajaib terlewati. Kisah penuh tawa, juga kisah penuh tangis, maupun kisah berdarah berkeringat dan terengah-engah. Bersamanya saya pernah merasakan segala macam rasa yang Allah berikan kepada hambaNYA bernama manusia. Ada saat dimana saya merasa begitu bahagia bersamanya, tak jarang pula saya merasa ingin pergi saja darinya. Saat saya sedih karena ia sedang bersedih, pun saat saya begitu marah dengan orang-orang yang menyakiti dan mempermainkannya padahal mengaku mencintainya. Pernah pula berprasangka pada mereka yang caranya tak sama dengan saya membahagiakannya. Gelisah memikirkannya, rindu jika ia lama tak memberi kabar, sakit kala ada yang menyakitinya, cemas ketika ada yang meragukannya, bahkan pula ketika justru ia yang kecewa pada saya karena tak bisa memberikan yang terbaik untuknya. Maafkan saya

Ia mengajariku banyak hal. Saya berkenalan dengan banyak orang yang juga mengenalnya bahkan mencintainya. Kami kemudian bersama-sama mencoba memberikan sedikit yang kami punya asalkan ia bahagia. Saya begitu menyayanginya dan saya pun tahu ia menyayangiku. Ia memang tak pernah mengatakannya tapi dengan segala yang saya terima karena bersahabat dengannya cukup menjadi bukti cintanya pada saya. Betapapun saya mencintainya, saya merasa tidak lebih besar dari cintanya padaku. Pasalnya, hingga dekatnya waktu kami berpisah, saya belum memberi banyak sementara begitu banyak cinta yang kudapat dari orang-orang yang mencintainya karena saya mencintainya.

Begitu banyak yang berputar saat ini di dalam benak saya, hanya saja saya tak kuasa menuliskannya. Saya sulit mencari kata-kata yang bisa menggambarkan perasaan indah yang saya miliki karena bisa bersamanya dan juga sulit mencari kata-kata mengekspresikan sedih yang saat ini saya rasa. Yang saya tahu, SAYA MENCINTAINYA. Itu saja


KMBI, Komunitas Muda Baitul Izzah, itulah namanya. Banyak cinta disebar disini. Cinta pada Allah, cinta karena Allah. Rasa cinta yang saya miliki untuknya saya rasakan hingga sumsum tulang belakang.

Hari ini, telah saya tuntaskan pertanggung jawaban cinta saya untuknya di hadapan orang-orang yang juga mencintainya dan yang mulai mencintainya dan akan menggantikan saya mencoba membahagiakan Allah bersamanya.

Sadar sesadar-sadarnya bahwa ini memang pembelaan saya yang terakhir dihadapan manusia. Kegagalan yang saya sembunyikan dibalik minimnya fasilitas, kurangnya kader dan masih banyak pleidoi lain. Dasar manusia. Sebegitu sombong hingga mau menerima amanah yang bahkan ditolak oleh gunung. Tapi ada satu pengadilan yang lebih besar, lebih adil dan tak bisa lagi memakai keahlian beralasan, pengadilan akhirat dimana hanya ada saya dan Allah. Apa yang harus saya katakan? Apa yang bisa saya katakan?

Di satu halaman LPJ, hati saya bergetar membacanya. Dan getaran itu menjalar hebat saat suara saudara Ketua yang bergetar menggema memenuhi ruangan membaca kalimat penutup LPJnya :
”KEJAHATAN HANYA BISA MENANG JIKA ORANG-ORANG BAIK SEPERTI ANTUM TIDAK BERBUAT APA-APA”

Apa saya termasuk ”ANTUM” dalam kalimat tadi?
Ingin rasanya menjadi salah satu dari sekian "ANTUM" itu. Ingin rasanya menjadi bagian dari sejarah perulangan kisah para sahabat yang memenangkan Islam di atas yang lain walau harus berdarah-darah bahkan menginfakkan jiwa. Ingin rasanya membuat kejahatan tidak bisa berkutik. Ingin rasanya....ah, saya ingin banyak.
Seandainya saya berani, seandainya saya lebih berani berteriak lantang tentang kebenaran.

Allah, dengan segala keterbatasan hamba, pilihlah hamba sebagai salah satu ”ANTUM” itu. Hamba ingin, boleh kan Allah?

Ikhwati fillah, saudara-saudaraku di KMBI yang sangat kucintai dengan seluruh hatiku....
Perjalanan ini melelahkan. Perjalanan membuat kita berkeringat, berdarah dan terengah-engah. Tapi tahukah antum kenapa jalan ini begitu menanjak, jauh, penuh bebatuan serta duri, terkadang menyesakkan dan menjenuhkan?
Karena surga yang menanti kita di ujung jalan ini wangi baunya, luas tempatnya, licin permukaannya, segar udaranya.
Bayangkan, alangkah indahnya jika kita bisa bertemu kembali dan mengenang perjalanan ini di telaga Al-Kautsar

Kepada seluruh ikhwah KMBI sejak awal saya gabung hingga saudara2 baru yang belum sempat kutahu nama mereka, Kepada pengurus 2005-2006, dari mulai saudara2 Badan Penasehat terhormat, akhina Ketua, akhina Sekretaris dan biro kestarinya, ukhti Bendahara, saudara2ku di Team Kaderisasi, sahabat2ku di kompub, hingga belahan-belahan jiwaku di kemuslimahan :

What a magnificient period
Bangga rasanya jadi bagian sekelumit kisah dalam perjuangan antum
Antum adalah sahabat-sahabat ana dari surga
Kelak, jika cucu saya telah memiliki sahabat
Akan kuceritakan padanya bahwa
neneknya juga punya sahabat-sahabat dari surga seperti antum

Tak ada keluh,
Tak ada kesah dalam pengembaraan ini,
Walau lara acap mendera hati
Walau jalan setapak ini kian mendaki

Yang ada cuma keheningan dan kesenyapan
Dari asa yang selalu melecut jiwa,
Asa yang bersemayam di setiap kalbu pengelana semesta...

Kita akan melangkah,
Kita akan terus melangkah,
Kita harus terus melangkah, sahabat!

Allah,
Aku ingin terus bersama mereka
Jika tak disini,
Kumpulkan kami kembali di surgaMU ya Allah
Agar kami bisa mengenang
Kisah-kisah indah kami ini
Bersama-sama

Kisah kita bermula di masjid kampus
Semoga kisah kita berakhir di surga
Janji yuk, ketemuan di surga
Bertetangga......
Semoga, InsyaAllah...
Amin

Hanya ALLAH saja

Masalah ITU sering memusingkan
Bahkan kadang kita ingin berlari saja dari ITU
Tapi sebenarnya ITU dibolehkan kan?
Pada saatnya nanti,
Toh kita tetap harus menghadapi ITU

Jadi,
Jika saat ini kau harus menghadapi ITU
Hadapi saja, jangan takut
Kalau gak sekarang, suatu saat akan kauhadapi juga

Pesanku,
Mintalah kepada Allah
Demi Allah, ukhti, jangan kepada yang lain, hanya IA
ITU atau apapun juga, kecil dan mudah di hadapanNYA

nb : buat seorang ukhti, ALLAH menanti curhatan anti. Jazakillah khoir telah berbagi denganku. Kujaga..........

sekolah & aa gym (gak ada hubungannya)



Bismillah…
Terburu-buru memasuki sekolah. Harusnya masuk jam 9.30 tapi berhubung baru bisa ninggalin kampus jam 9 dan bemo yang lagi-lagi tak bisa diajak kerjasama, saya nyampe di gerbang sekolah jam 10.20. Artinya waktuku tak banyak lagi di kelas. Ternyata anak2 lagi kerja bakti. Bengkel kontrol elektro dan pengukuran tempat saya diamanahi bekerja disitu katanya sejak kemarin dibersihkan dan ganti dekorasi. Seru nih, suasananya jadi beda dan lebih rapi.
Sambil ikut nemenin pak Bambang ngawasi anak2 bersih-bersih, pak Bambang cerita kalo pas istirahat tadi kelas ini ada yang tawuran sama jurusan lain. Masalah maen bola di lapangan. Langsung aja saya kepikiran 6 anak kesayanganku. Satu persatu kucek sambil berharap mereka tidak terlibat.

Cholid, si aktivis SKI gak ada. 5 menit yang lalu dia sms beritahu kalau sekarang lagi di tunjungan bagi edaran untuk qurban
Priadi, ada. Lagi ikut bersih-bersih. Alhamdulillah
Ratno, Lagi makan katanya anak-anak
Heri, Juga lagi makan di kantin. Orang lagi bersih-bersih kok dia malah ngelencer
Rizki Yuli, Lagi di ruangan kepala sekolah. Katanya anak2, dia yang dikeroyok sama 4 anak jurusan lain. My dear yuli, kenapa harus kamu yang terlibat nak?
Soiful, si vokalis, juga di ruang kepala sekolah. Oh NO

Setelah urusan kelar, saya cek keadaan Yuli, baju pramukanya sampai robek dari bagian bawah ketiak hingga pinggang. Alis kanannya juga bengkak. Kasihan dia. Belum kelar urusan Yuli, Heri udah datang nunjukin potongan rambutnya yang baru. Ternyata dia kedapatan gondrong jadi dicukur asal gitu sama Pak Wakasek. Hiii, padahal selasa kemarin dia minta pendapat mau dipotong model apa, dan saya dengan santainya bilang ”gondrongin aja, gak usah dipotong”


Pulangnya, karena hari ini hari terakhir saya bersama kelas mereka, saya didaulat foto bareng. Sudah itu, saya diberi hadiah buku sebagai kenang-kenangan dari Heri, judul bukunya ”Menyibak Tabir Hidup”. Makasih ya anak-anakku, dan maafin saya ya kalau ada salah. Yang belum ngumpulin tugas makalah, minggu depan saya tunggu di ruangan saya ya.



O iya, tadi pagi tuh saya baru tau kalo aa gym nikah lagi. Eby, kamu abis dari planet mana sih? Saya tuh gak tau kalo ini berita lagi heboh-hebohnya ya. Sampe-sampe Pak SBY ikut-ikutan gerah. Rasa-rasanya saya tuh baru datang dari planet lain dan ternyata di bumi tuh aa gym lagi disorot banget. Seminggu ini emang males banget liat TV atau baca koran

Aa gym, mmmm, saya sih gak heran kalo aa gym nikah lagi. Yang saya herankan kenapa semua orang jadi terganggu dan ikut2an berkomentar. Saya yakin ini bukan proses yang mudah, pasti sudah begitu banyak pertimbangan yang dipikirkan aa dan teteh hingga sampai ke keputusan itu. Apalagi kata teman, teh nini bahkan yang mencarikan istri karena teh nini merasa terlalu mencintai aa dan bisa melebihi cintanya pada Allah. Mungkin dengan berbagi aa, teteh jadi lebih punya banyak waktu bersama Allah. Subhanallah banget kan niat itu. Trus, apalagi yang mesti dikomentarin? Gak ada kan?

Saya pribadi, setuju-setuju saja dengan praktek poligami (Allah membolehkan, saya tidak punya hak untuk tidak membolehkan kan, itu harga mati), tentu saja syarat dan ketentuan berlaku. Harus karena Allah. Titik, udah, itu aja. Jika selain itu, jika hanya pemenuhan nafsu, sabar dulu, jelas saya tidak setuju.

Udah ah, saya tidak mau berkomentar banyak tentang hal ini. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, dan butuh ilmu yang dalam untuk berkomentar masalah ini. Daripada salah ngomong, mending diam. Daripada omongannya tidak berbobot, lebih baik tidur.

Allah, hanya Engkau yang ingin kucinta. Hanya ENGKAU yang indah

Friday, December 08, 2006

RINDU IBU ADALAH RINDUKU



Itu judul novel yang baru saja selesai kubaca semalam. Novel yang mampu membuat aku tak bisa berhenti sebelum menuntaskannya. Novel yang membuatku berderai air mata hingga lembaran terakhir. Baru semalam kubeli dan langung kulahap. Based on true story semakin menguatkan cerita ini dan menarikku untuk tidak beranjak sebelum selesai.

Gaya tulisan Motinggo Busye begitu indah dan mampu menarikku ke dalam karakter ibu, dan merasakan pedihnya hati seorang bu Kris dan ingin sekali rasanya menjadi anak seperti Faruk. Membacanya membuat kangenku pada ibu membuncah hingga melewati ubun-ubunku. Kutuliskan surat Faruk pada ibunya di halaman 126 :

“Ibu tersayang.
“Saya diberitahu oleh teman, bahwa Ibu memasang iklan menyuruh pulang Mas Kemal, Dik Liani, dan Dik Sinta. Teman itu menyatakan bahwa Ibu sakit. Sebenarnya saya ingin sekali berjumpa dengan ibu, tapi saya saat ini sedang sakit pula dalam keadaan hidup yang parah di Bali. Tapi saya tidak akan minta uang pada Ibu, karena itu alamat di amplop tidak saya tuliskan. Saya Cuma ingin menyatakan, bahwa saya amat prihatin terhadap sakit Ibu. Siang malam dalam sembahyang saya memohonkan pada Tuhan, agar dosa saya diampuni-NYA, agar Ibu sehat-sehat dalam lindungan Allah. Maka ketika saya mendengar dari teman yang membaca iklan itu, saya pun jatuh sakit. Saya sedih, Ibu saat ini pastilah sepi, karena semua anak-anak Ibu tidak bersama Ibu sekarang. Kalau memikirkan hal itu, saya lantas merasa berdosa, ikut meninggalkan Ibu. Saya sudah minta taubat pada Tuhan, semoga dosa saya diampuni. Saya mohon maaf pada Ibu, karena surat saya ini singkat berhubung masih berbaring sakit. Tapi bukan sakit berat, Bu. Jangan kuatir, insyaAllah saya segera sembuh. Tetapi bu, kadang kerinduan saya untuk jumpa dengan Ibu kadang-kadang membuat saya menjadi cengeng dan menangis. Terutama kalau ingat ketika Ibu menginap di kamar saya selama 5 hari di Jogya dulu, lalu Ibu saya suruh pulang, tidak usah menunggu sampai sepuluh hari. Padahal bu, saya bukannya menyuruh Ibu pulang. Tetapi saya takut nanti hati saya menjadi cengeng. Seperginya kereta api Ibu ke Jakarta, lama saya di stasiun Tugu. Saya menangis di peron tanpa sadar. Sekian dulu bu, kalau saya teruskan juga, hanya rintihan rindu belaka, dan kenangan masa lalu belaka yang akan saya ungkapkan di surat ini.
Sembah sujud ananda di kaki Ibu, semoga kita semua mendapat surga karena mencintai Ibu : anakmu FARUK

Sampai disini, air yang sedari tadi menggenang di mataku melesak keluar. Rasanya aku juga sudah ikut berdosa telah meninggalkan Ibuku sekian lama. 9 tahun lebih Ibu kutinggal merantau dan hanya menengoknya setiap lebaran. Aku tak bersama Ibu saat Ibu sakit, aku tak bersama Ibu saat Ibu melakukan banyak hal. Keinginanku untuk kembali semakin kuat. Memang sudah saatnya aku pulang, menemani Ibu melewati hari-hari bersama Ibu.

Tadi malam kangenku sampai stadium empat. Aku teringat kalo pagi tadi (kamis) ibu seminar skripsi. Yah, ibuku memang pekerja keras dan bersemangat, kuliah di usianya yang sudah tidak muda lagi. More feeling guilty karena aku tidak menelponnya tadi pagi beri support padahal saat aku seminar dan sidang skripsi, tak henti-hentinya dukungan ia berikan. Refleks kuambil HP ingin menelponnya tapi ternyata sudah jam 11.30 malam. Itu berarti di Ambon sudah 01.30 pagi. Ibu pasti sedang lelap-lelapnya tidur setelah hari yang melelahkan ini

Kembali ke RINDU IBU ADALAH RINDUKU. Aku ingin seperti Faruk yang begitu memperhatikan Ibunya, bahkan hingga melupakan dirinya sendiri. Faruk bahkan tidak ingin menikah sebelum ia mampu membalas budi luhur Ibunya. Yang membuat kisah indah ini semakin menyayat dan menginspirasiku adalah kematian Faruk setelah sebuah rumah ia berikan pada Ibunya. Faruk meninggal dengan tenang dalam keadaan berwudhu dan telah sholat dhuha. Subhanallah…
Ingin rasanya seperti Faruk. Kalau saja saat ini aku sedang di rumah, mungkin akan segera kupeluk Ibu dan bilang kalo aku sayang padanya.

Setelah shubuh tadi, kuraih HP dan menghubungi ibu. Setelah minta maaf karena tak menelponnya kemarin, aku tanyakan seminarnya. Dengan nada riang Ibu bilang kalo seminarnya sukses. Memang sih ada revisi tapi ya wajar kan. Kuteguhkan hati untuk pulang, supaya bisa ikut membersamainya menyelesaikan skripsinya.

Setelah kangenku terobati dengan suaranya, pagi ini terasa begitu indah. Wangi tanah dan segarnya angin sisa hujan semalam semakin membuat pagi ini indah. Allah, ternyata anak seperti Faruk itu ada, jadikanlah aku bisa menyamainya atau bahkan melebihinya mempersembahkan yang terbaik untuk Ibuku hingga maut memisahkan kami.

I Miss you like crazy
Even more than words can say
I miss you like crazy
Every minute and every day
I miss you like crazy

Ibu, aku merindukanmu
Seperti aku merindukan surga

Another homework

Ehm..ehm..
Sambil ngusap-ngusap telapak tangan, siap-siap ngerjain Peer dari Diandra lagi

**NINE last things you did**
1. Last place you were: Pameran buku nasional di Convention Hall
2. Last cigarette: o..ow
3. Last meal: Tango Tiramisu
4. Last movie watched: Baru aja liat lagi video reunian STM Juni lalu
5. Last phone call: pak bambang pri. Disuruh masuk ngajar besok, padahal aku kan mo izin, keduluan deh
6. Last CD played: CDnya Naruwe tad malam bareng dek eya dan ega. Lagunya tentang Ibu dan kota Ambon. Lagi kangen. Hiks…
7. Last bubble bath: Gayung never die !!!!
8. Last time you cried: Beberapa malam lalu karena bayangin hari terakhirku di Surabaya sama teman2 KMBI
9. Last alcohol drink: Never

**EIGHT have you evers**
1. Have you ever dated someone twice: apa sih
2. Have you ever been cheated on: No..No..No
3. Have you ever kissed someone: ortuku dong
4. Have you ever kissed someone you regret: gak tuh
5.Have you ever fallen in love: penting ya?
6. Have you ever lost someone: iya, nenek tercinta
7. Have you ever been depressed: pas dunia rasanya tak berpihak padaku beberapa tahun lalu, but I am here and feel strong day by day
8. Have you ever eat a life animal: kayaknya iya, bangsanya semut di teh buatan sendiri

**SEVEN branded things**
1. Shoes: Capucci, Bata
2. Bags: Elizabeth
3. Shirts: Macam-macam, banyakan juga gak ber-brand
4. Make up: Citra aja, gak bisa make up sih
5. Jeans: Gak pake jeans
6. Coffee: Nescafe Ice
7. Glasses: Gak pake

**SIX things you did in the past four days**
1. Ngajar
2. Nyeleksi asisten Lab baru
3. Ke pameran buku
4. Blogging, blog walking
5. Dengerin lagu-lagu Ambon
6. Ke tukang jahit jahitin kostum wisuda **halah**

**FIVE things in your mind right now**
1. Penting banget ya orang-orang ributin poligaminya aa gym?
2. Muktamar besok
3. Gimana cara nagih janjinya orang itu ya?
4. Foto-foto zaman dulu tak taruh mana ya?
5. Materi ngajar besok belum siap nih

**FOUR people you can tell pretty much anything to**
1. Amha
2. Santje
3. Endhy
4. Mmink

**THREE favorite colors**
1. Biru
2. Coklat
3. Abu-abu

**TWO things you want to do before you die**
1. Naik haji sama ibu dan papa plus traveling ke Ternate
2. Taubatan nasuha

**ONE goal for this year**
1. Be better person **standar banget ya**

Thursday, December 07, 2006

my BeLOvEd BrOtheR

Amha namanya. Nama panggilannya sih. Nama aslinya ramadhan. Lahirnya pas bulan ramadhan kali ya. Sekarang kerjanya di dunia timika sana sejak 4 tahun lalu. Amha itu teman STM-ku, teman baik, brother of life-ku di makassar. Cuma amha yang bisa bikin keluargaku mau bangunin aku jam 12 malam pas lagi lelap-lelapnya tidur hanya karena dia bertamu dan pas ditanya ternyata dia laper. Maka jadilah dia kutemani makan di warung tetangga yang masih buka jam segitu.

Kami dekat sejak cawu 2 kelas 1 STM. Feel complete aja sobatan sama dia dulu. Mungkin karena aku gak punya kakak kandung cowok kali ya. Kalo sepupu mah segudang. Beneran, aku gak hiperbolis bilang kalo dia tuh make me complete waktu dulu. Teman-teman juga udah tau banget kalo kami tuh udah kayak kakak adik beneran makanya gak pernah sampe ada gosip-gosip tidak menyenangkan. Aslinya juga gitu. Gak ada ceritanya from friend to love. Justru aku yang sering kompor-komporin dia dengan teman-teman cewekku dan dia balas manasi dengan kandidat-kandidat yang dia tawarkan. Setiap cewek yang “deket” sama dia juga gak ada tuh acara cemburu-cemburunya sama aku. Bahkan kalo mau tau gimana ngadepin amha, konsulnya ke aku.

Meskipun kami sering bertengkar atau diam-diaman tetap aja kami gak bisa lama-lama jauhan. Selalu aja ada cara untuk kita baikan tanpa harus meminta maaf atau mengurai kembali tadi tuh kenapa dan siapa yang salah. Masih ingat banget pas kita marahan, lupa juga karena apa. Sudah 2 minggu kita kita nggak sapa dan honestly itu nyiksa banget. Hari itu satu hari sebelum aku berangkat pulang ke ambon lebaran tahun 1999. Pagi hari emang aku udah feeling blue. Rasanya nyesel kenapa sampe sekarang kita belum baikan sementara besok tuh udah mau pulang kampung alias mudik. Pas istirahat, dicariin dianya malah gak ada. Ternyata pas mo pulang, tiba-tiba aja dia udah muncul di depanku ngasih satu bungkusan gitu dan bilang “besok berangkatnya hati-hati ya” sambil ngusap kepalaku dan pergi gitu aja. Pulang, ternyata isi bungkusan itu adalah dua kemeja dia yang sering dia pake. Satunya warna biru dan satunya garis-garis warna pelangi gitu.

Satu kali kita marahan lagi for one reason. Waktu lagi semangat-semangatnya buat nyueki dia, ceritanya lagi kecewa banget karena dia duluan yang marah-marah gak jelas tanpa mau dengar pembelaanku. Tiba-tiba dia lewat depanku karena memang di kelas aku duduknya di tengah dan dia di belakang banget, lewatnya sambil batuk gitu. Spontan aku nangis dengar dia batuk gitu. Karuan aja 6 sahabatku datang mengelilingi dan ngomel-ngomel kenapa aku harus nangis. Terang aja aku nangis karena dia tuh sakit dan aku gak bisa ngapa-ngapain. Marahan yang ini lumayan lama, ada kali sebulan. Tapi ya sudah, semuanya bisa going normally again.

Atau juga pas kita sama-sama banggain jagoan kita masing-masing. Dia dengan beckham dan MU-nya dan aku jaman dulu tuh sama batistuta dan fiorentina&roma-nya.

Masih banyak lagi potongan-potongan cerita tentang kami yang di aku sudah jadi sebuah gambar raksasa indah. 6 tahun aku gak ketemu sejak lulus, tapi ruangan dia masih ada dalam hidupku, masih sangat kuat dan bersih bangunan rumah itu.

Tadi pagi, pengen aja ngobrol-ngobrol sama dia sambil denger kekonyolan dia yang gak pernah berubah. Awalnya sih aku yang telpon sekitar semenit gitu. Trus ditutup biar amha yang telpon aja. Dan kita ngobrolnya satu jam. Pas ditelpon tadi tuh anak masih tidur. Dasar kebo, dari dulu gitu-aja gak ada bagus-bagusnya. Tadi tuh sudah jam ½ 6 dan di timika berarti sudah ½ 8 pagi. Bayanganku tuh anak lagi siap-siap berangkat kantor jam 8, ternyata masih aja kencan sama selimut dan bantal, ngakunya abis nonton champion. Dasar kuda...

Macam-macam obrolannya, tentang masa kini dan nanti (halah). Provokasi-provokasi gitu biar segera melepas status tapi tuh anak masih lempeng-lempeng aja. Ya sud, aslinya sih pengen banget aku dapat undangannya tapi ya seperti kata amha tadi “serahin ke Alah aja. mungkin memang belum waktunya”. Waktu semua teman-teman cowok yang sudah nikah saya sebut biar dia terprovokasi, ternyata dia Cuma bilang “gak apa biar yang lain dulu aja. Saya belakangan. Saya senang kalo teman-temanku bahagia”. Terharu gue, walau aku tau omongannya tadi gak serius-serius amat, biar keliatan wise doang.

Ada yang bilang Sahabat sejati tuh orang yang ketika kau duduk berdua dengannya dalam diam tapi setelah kalian berdiri, rasanya seperti kalian sudah bercerita banyak. Persahabatanku sama amha rasanya seperti itu. Aku gak perlu cerita banyak sedetail mungkin tentang apa yang ada di pikiranku, ia sudah tahu. Tanpa harus aku bilang dia tahu aku sedang marahkah, senangkah, sedihkah, kecewakah, gelisahkah dan kah kah yang lain. Aku pun begitu. Terlalu banyak yang dulu kami bagi bersama.

Hanya aku dan amha yang tahu kita lagi serius atau bercanda. Kadang orang melihat kami sedang bicara dengan nada dan pemilihan kata yang serius tapi sebenarnya kami sedang becanda. Atau kalo kami seperti becanda, nyatanya sedang serius. Hanya kita yang benar2 tau. Seperti tadi, pas kita lagi ngobrolin sesuatu dan aku bilang “dengerin dulu mha”, dia bilang “eby yang harus dengar amha. Selama ini amha terus yang dengar eby. Giliran eby dong yang dengar amha. Kapan sih eby bisa dengar amha?”. Kalau dari bahasa dan cara penyampaiannya, sepertinya serius dan dalem, tapi itu asli becanda. Abis itu ngakak bareng dan mulai ngocol lagi.

Pembicaran tadi tuh sampe 1 jam. Itu aja aku yang minta tutup karena capek untuk ketawa lagi kalo diterusin. Apalagi kita mau beraktivitas masing-masing.

Sejak STM sampe saat ini, amha selalu bisa bikin aku ketawa.
Mhax, beloved brother of mine, eby doain kamu sukses dan dapatkan apapun yang kau inginkan. Semoga hidupmu selalu diterangi Allah.


Berdiri dari kanan : Armand, Haslan, Ade, Wahyu
Tengah dari kanan : Ical, Budi, DJ
Depan dari kanan : BK, Amha

Wednesday, December 06, 2006

Belajar Kesabaran

Tadi pagi pas naik bemo, rasanya tuh lamaaa banget. Lyn-nya jalannya kayak keong gitu. Padahal pekan ini tuh gak pengen banget telat masuk sekolah. Seperti yang sudah kuceritakan sbelumnya kalau ini tuh pekan terakhir bersama kelas 2TPF2, kelas spesialku. Ingin rasanya protes sama pak supir yang duduk di sebelahku (yang ada kamu lagi bhy, yang duduk di sebelah pak supir). Sudah sih protesnya Cuma dalam hati “ini supir kok lama banget sih jalannya”

Sampai pas sudah mau nyampe tempatku turun, beliau bilang asmbil melihatku
“ini sebenarnya nang endi kabeh to penumpange mbak?”
Aku cuma senyum aja, dan dalam hati menjawab “sabar aja pak, rezeki gak kemana”
Pas turun, aku mikir dan alhamdulillah aku gak jadi bilang kalimat itu. Kayaknya salah banget kalau aku harus minta bapak itu untuk bersabar. Kurang sabar apa beliau yang mau menjalani hidupnya sebagai pak supir dengan penghasilan yang tidak tetap demi anak istrinya. Bagaimana bisa aku punya pikiran mengajarkan konsep tentang rezeki yang selama bertahun-tahun hidup mengais rezeki dari mengemudi untuk kemudian menerima berapapun besarnya hari itu tanpa bisa protes. Mau protes juga kemana, iya kan?

Aku, bertahun-tahun ini aku disuplai terus sama orang tua. Bahkan sampai aku sudah punya penghasilan sendiri pun, aku masih saja didanai orang tua. Aku bahkan boleh kerja sekarang juga karena sudah selesai kuliah, itu aja pakai acara bujuk rayu dulu. Saat masih kuliah semester 3 gitu, ada pekerjaan yang ditawarkan. Kebetulan papa lagi nengok aku di surabaya saat itu dan izinnya kuminta, aku ingat banget saat itu di taxi saat papa jemput aku pulang dari kuliah, papa diam lama hingga akhirnya bilang “gak apa eby kerja. Tapi papa masih bisa kuliahkan eby, jadi ya….”. Papa tidak menghabiskan kalimat itu tapi aku sudah tau lanjutannya. Saat itu kalau aku terima tawaran kerja tadi mungkin akan melukai hatinya.

Maafin saya pak supir yang sempat punya keinginan untuk protes dengan lambannya engkau mengendarai bemo itu, padahal itu hanya usahamu untuk mencari rezeki. Tak perlu pula kuajari engaku bersabar dan yakin akan rezeki karena aku tau engkau sudah paham bahkan sudah mengaplikasikannya. Terimakasih ya pak untuk pelajaran hari ini

Nb :
Dunia tuh kecil ya. Tadi siang niatnya ke klinik gigi untuk ganti komposit. Ndilalah, mahasiswa yang ngerawat aku tuh pas ngobrol-ngobrol ternyata sekolahnya di makassar juga, anak SMA 1 di jalan bawakaraeng. Jadi deh ngobrolin makassar lagi.

Tuesday, December 05, 2006

Masalah Besar Jika Tak Memilikimu...So Sweet

Untuk kesekian kalinya aku merasa benar-benar dicintai oleh Allah. Apa pasal? Karena aku dikelilingi orang-orang yang mencintaiku. Rabu lalu, saat materi ukhuwah yang kusampaikan kepada adek-adek, keutamaan, hak dan kewajiban dalam ukhuwah serta pembuktian ukhuwah, pulangnya aku mendapat kejutan yang menyenangkan. Masih kuingat saat materi tadi, aku sempat bilang bahwa salah satu cara menunjukkan cinta kita kepada saudara adalah dengan memberi hadiah tanpa harus menunggu moment apapun. Gerimis hati saat sebelum aku sempat membuktikan sendiri apa yang kukatakan pada mereka, dalam perjalanan pulang, seorang adik memberiku hadiah sambil berkata “ini bukti cintaku sama mbak”. Hatiku semakin berdarah-darah mencintai mereka.

Malam ini, satu lagi hadiah kudapat dari seorang teman yang beberapa bulan lalu telah meninggalkan surabaya. Hadiah itu berupa sms yang semakin menguatkan cintaku padanya

“Bukan suatu masalah besar jika ku tak punya harta/pangkat di dunia. Tapi akan jadi masalah besar bagiku jika tak memilikimu sebagai saudara seiman tercinta apalagi ketika keberadaanku tak membawa manfaat sama sekali bagimu”

kembali gerimis turun di hatiku mengiringi sms balasanku untuknya

“Selama ini aku tau Allah baik. Aku salah, Allah ternyata sangat baik dan mencintaiku karena memberiku saudara sepertimu. Keberadaanmu adalah ceriaku. Ketiadaanmu adalah sepiku. Aku mencintaimu karena Allah. Syukron atas jejak indah tentangmu”



Mbak ana, eby kangen

Lega,...

Pulang ngajar tadi, aku mampir pasar turi beliin something to dek eya dan dek ega. Serasa kayak emak-emak yang abis gajian langsung belanja belanji. Jadi ingat ibu, kalo tanggal muda tuh ibu pulang sekolahnya sore karena pulangnya mampir dulu ke supermarket dan pasar beli kebutuhan dapur. Rasanya jadi kayak ibu-ibu dengan pakaian seragam abu-abu berjalan nenteng belanjaan keluar dari pasar turi.

Tapi dalam perjalanan pulang, belanjaan itu aku liatin terus dan ada yang sejuk ngalir di hati. Rasanya indah bisa bawain sesuatu ke adek-adek dengan duitku sendiri. Sesuatu yang sedang benar-benar mereka butuhkan.

Sampai di rumah, ketika kutunjukkan apa yang kubawa, kecupan kiri-kanan kuterima dari mereka berdua. Sambil memelukku dan say thanks. Luar biasa banget perasaan saat itu. Indah, ajaib

Anak-anakku....



I like Monday especially this Monday. Sejak tadi malam aku sudah gak sabar ingin segera datangnya pagi. Karena pagi ini adalah hari pertama dari pekan terakhirku bersama kelas favoritku, kelas andalanku. Pak putu, partner ngajar besok, tidak bisa masuk karena masih ikut pelatihan BLPT. Walhasil aku harus ngajar sendirian. Minggu kemarin saat pak putu masih di BLPT, gak enak banget harus berhadapan dengan kelas lain yang badung sendirian. Tapi semalam, hal itu justru kusyukuri. Cause it means, tomorrow (this day, red) will be our day, just between me and them.

Bangun tadi, hari ini kujelang dengan penuh semangat. Mandi lebih awal, berangkat lebih awal dan tiba sekolah pun sebelum bel berbunyi. Rasanya tak ingin melewatkan waktu berlalu begitu saja.



Itulah mereka, anak kelas 2 STM yang masih mencari jati diri, masih labil tapi bersemangat. Menyenangkan bersama mereka hari ini karena kami berbagi cerita bersama. Kenapa kelas ini kubedakan dari 5 kelas yang lain yang kupegang? Karena mereka memang berbeda. Karena aku punya kisah cantik bersama mereka

Teringat kembali hari-hari pertama masuk kelas ini. Mereka tidak kutemukan sebagai anak2 yang manis. 2 hari pertama adalah hari yang penuh emosi. Nakal, badung, rame (ngobrol saat aku lagi menjelaskan, dan suaranya bahkan lebih besar dari suaraku), ndablek, dan entah sebutan apalagi yang bisa menggambarkan polah mereka. Bukan cuma satu atau dua orang yang seperti itu, tapi hampir semua. Praktis kucatat hanya 6 anak yang langsung nyangkut di hati karena sikap mereka yang begitu ideal sebagai murid yang aman, tidak menyeretku ke permainan emosi. Dan terang saja begitu, karena ternyata satu dari 6 anak ini adalah anak SKI (yang belakangan selalu membantuku menjelaskan kepada teman2nya kalau mereka bertanya aku udah punya pacar atau belum) yang bisa mengendalikan 5 temannya yang lain. Selebihnya, jangan ditanya, aku begitu harus menahan emosi hingga dada ini sesak.

Di hari ke-2, aku begitu marah hingga 5 spidol di tangan kulempar dengan begitu keras di atas meja. Aku tak bisa meledak-ledak, aku tak bisa berteriak marah apalagi main tangan. Tapi emosi ini butuh penyaluran atau aku akan patah, maka spidol melayang begitu saja tanpa kusadari untuk kemudian pergi ke ruang guru. Disana, aku kaget sendiri dengan yang telah kulakukan. Apa aku sudah berubah jadi guru yang menyeramkan? Bagaimana kini imageku di depan mereka?

Kusalahkan diriku atas sikap melempar spidol, tapi kubenarkan perasaan marahku. Apapun bisa kutolerir selain kebohongan dan pengkhianatan. Dan hari itu, aku dibohongi. Aku bisa mentolerir ribut mereka, aku bisa mentolerir tidak mencatat mereka, aku bisa mentolerir ijin ke belakang mereka yang kadang gak masuk akal lagi. Tapi kebohongan saat kubertanya, sama sekali tidak kutolerir.

Setelah aku mulai tenang, kembali masuk kelas dan kudapati mereka duduk manis di meja mereka masing-masing. Mencoba bicara dari hati ke hati, mencoba mengatakan apa yang tidak kusuka dan untuk pertama kali (semoga yang terakhir), aku menangis di depan mereka. Dari dulu, Aku benar-benar tidak bisa mentolerir sebuah kebohongan dan pengkhianatan.

Kini semuanya indah. Setelah hari ke-2 itu, kami berproses bersama. Mereka berproses menjadi murid yang baik dan aku berproses menjadi guru yang baik untuk mereka. Aku tidak menuntut mereka untuk duduk manis mendengarkanku, bahkan tidak kuijinkan diriku berlama-lama di depan papan tulis yang bisa membuat mereka bebas melihatku tanpa bisa kularang. Prinsipku, mereka boleh melakukan apa saja saat aku yang ada di kelas, asalkan ketika ada yang ditanyakan, mereka tau. Karena gaya belajar setiap anak berbeda. Ada yang bisa sambil dengerin MP3, ada yang bisa sambil nyanyi-nyanyi sendiri, ada yang duduk menyendiri, ada yang harus diselingi dengan ribut dulu, pukul sana pukul sini, aku gak bisa menuntut mereka melakukan gaya belajar ideal, duduk manis dengan buku dan pulpen di tangan, mulut diam dan telinga mendengarkan. Aku sendiri bukan tipe itu. Apapun boleh, asalkan keluar dari kelas, ada tambahan ilmu yang mereka bawa walaupun sedikit. Itu prinsip.

Aku, berproses menjadi guru yang bisa mengakomodir setiap keinginan, membantu mereka melejit, membiarkan mereka melakukan apa yang mereka mau selama itu tidak merugikan diri mereka dan orang lain. Berusaha jadi pendengar yang baik, teman diskusi, dan sahabat bagi mereka.

Kini, kami lebih dari guru dan murid. Mereka masih rame tapi mereka lebih sopan. Mereka jujur dalam mengatakan apa yang diinginkan. Mereka terbuka dengan kesulitan-kesulitan mereka. Cerita masalah-masalah mereka, ngobrol dari hati ke hati dan kedekatan-kedekatan lainnya. Heri bahkan meminta saran padaku bagaimana potongan rambut yang bagus buat dia karena rambutnya mulai panjang. Tiba-tiba aku teringat di sebuah buku yang pernah kubaca, salah seorang akhwat bertanya pada murobbiyahnya bagaimana model jahitan yang bagus untuk kain yang baru dia beli. Mungkin dari satu sisi kita bilang “model baju aja dibicarain, gak ada yang lebih penting ta?”. Tapi coba lihat dari sisi lain, betapa itu menggambarkan kedekatan dan ketsiqohan akhwat tersebut dengan murobbinya.

Banyak perubahan terjadi di kelas ini.
Hermawan,
Kudapati sebagai murid yang menyendiri. Tidak secara fisik, tapi secara pikiran. Ia kudapati selalu duduk di samping teman-temannya tapi ia tidak pernah ngobrol. Ia seperti memiliki dunia sendiri, bermain dalam pikirannya sendiri. Ia tidak peduli siapapun guru yang ngajar di depan, pandangan matanya hanya pada satu titik di luar ruangan dan ia akan menatap kosong, terus seperti itu hingga pulang. Kalaupun ditanya sama guru, ia akan cuek saja. Pernah karena sikap itu, seorang guru PPL yang juga cowok marah dan membentak bahkan ingin memukulnya. Tapi ia tetap dengan dunianya, bahkan pandangan matanya semakin melecehkan yang semakin membuat marah si guru. Tentu saja, batu memang gak bisa ketemu dengan batu. Setelah itu, ia kudekati. Sering kuajak ia bicara. Lebih mengaktifkan dia dan meyakinkan bahwa ia bisa.
Kini, ia sudah kembali ke dunia nyata. Bahkan ia akan maju sebelum dipanggil dan bertanya “aku ngerjain nomer berapa bu?”. Ia juga akan langsung datang ke meja praktek sebelum dipanggil dan bilang “aku praktek sekarang ya bu”.

Arif,
Ia kutemukan sebagai anak yang sering jadi bahan ejekan teman2nya. Semampunya ejekan itu ia balas tapi tak bisa menutupi sedih dan luka yang terpancar dari matanya. Ia selalu dianggap paling bodoh, gak bisa ngapa-ngapain sama teman2nya hingga akhirnya ia sendiri merasa seperti itu keadaannya. Padahal aku yakin, ia pasti sama dengan yang lainnya, bahkan mungkin lebih. Kudekati, kujadikan ia temanku, satu kata tidak bisa dari bibirnya kuimbangi dengan berkali kali bilang “kamu bisa rif. Kamu belum coba jadi darimana kamu tau gak bisa. Kalo yang lain bisa, kamu pasti juga bisa karena kamu sama aja kayak yang lain”. Ia selalu minder dengan kemampuannya. Ia takut untuk sekedar mecoba. Mungkin karena ia takut jika benar-benar gak bisa, akan jadi pembuktian ejekan teman-temannya yang tak terbantahkan lagi. Kuyakinkan hingga kini ia sudah begitu berbeda. Ia akan pede setiap kali gilirannya mengerjakan tugas. Tidak peduli salah karena ia tau dengan salah, ia jadi tau bagaimana benarnya. Ia sekarang berkumpul dengan teman-temannya untuk belajar. Ia sudah begitu berbeda.

Semuanya,
Mereka rata-rata anak yang gak pede. Takut salah. Mungkin karena selama ini jika tidak bisa mengerjakan soal akan dikatakan bodoh dan dimarahi. Setiap hari, kuyakinkan berulang-ulang bahwa jangan pernah takut salah. Coba saja, berani dan lihat hasilnya. Kutekankan bahwa aku tidak melihat hasilnya benar atau tidak tapi prosesmu untuk bisa menyelesaikan soal yang kuberikan, keberanianmu mengalahkan ketakutan untuk maju yang kunilai.

Ini minggu terakhirku bersama mereka. 3 minggu kedepan, kelas yang lain yang akan masuk kelas dan bengkelku, dan setelah itu, aku yang akan meninggalkan mereka. Sedih, itu yang aku dan mereka rasa. Aku gak geer. Mereka sudah mengungkapkannya. Mereka memintaku lebih lama, paling tidak setahun hingga mereka naik kelas 3 nanti but I cant. Hari ini mereka mengelilingiku. Biasanya mereka akan istirahat sebelum bel istirahat berbunyi dan minta pulang sebelum bel pulang. Tapi hari ini mereka lebih lama denganku. Saat istirahat pun, mereka tidak keluar semuanya. Tetap saja ada murid yang mengelilingiku.

“bu, di ambon nanti ngapain? Ngajar juga?”, “bu, nanti ada perpisahannya gak?”, “bu,rumah ibu mana? Boleh gak maen sebelum ibu pulang nanti?”, pertanyaan model-model begitu yang terlontar. Tapi pertanyaan paling bikin aku bengong tuh pertanyaannya cholid, anak SKI itu, “kenapa pulang bu? Mo nikah ta bu? Nikah ya? nikah kan?”. Aku bengong karena males jawabnya, kok jadi maksa, penting gitu?

Anak-anakku (halah), kalian semua pasti bisa menjadi yang kalian inginkan. Kalian hanya terlalu takut saja untuk maju, cepatlah bermetamorfosis menjadi kalian yang lebih baik. I am proud of you. Indah rasanya bersama kalian untuk beberapa bulan terakhir ini. Aku belajar banyak dari kalian (gak nyadar ya?)

Friday, December 01, 2006

4 kiSAh PerJalaNan ManUSiA

Bismillah

Kisah 1 :
3 tahun lalu, bercerita tentang keinginannya menikah. 2 tahun lalu, mimpi itu terwujud setelah perjuangan panjang. Menikah dengan segala resikonya. Satu persatu kisah hidup dijalani, kepasrahan diutamakan, dan kini aku menjadi saksi seorang bayi mungil terlahir ke dunia dengan penuh resiko dilahirkan oleh seorang wanita di usia 36. Wajah ceria terpancar seiring dengan cerita-cerita tentang bahagianya menjalani status baru sejak manjadi calon ibu hingga telah menjadi ibu. Napas tersengal dan keringat yang terus mengucur tidak mampu menghalau pandangan maku tentang sebuah kebahagiaan yang sangat dan jelas sekali terbaca. Maka berulang tasbih kugemakan atas rahasia-rahasia penciptaan seorang manusi dan perjuangan hidup mati seorang ibu. Ibu, aku jadi kangen dengan indahmu

Kisah 2 :
Begitu baik-baik saja terlihat. Sepertinya ia memiliki hidup yang menyenangkan. Tapi, tak disangka tak diduga, hidup terpisah dengan istrinya karena karir istrinya yang "eman" ditinggal. Maka gadis 4 tahun yang ikut bersama bapak sejak bayi tak lagi ingin mengetahui dimana ibunya. Gadis kecil itu baru mau bicara di telpon sama bundanya kalo sudah dipukul hingga menangis. Untuk ibu yang ini, kusarankan, pulanglah. Tidak ada yang lebih berharga dari seorang anak. Tidak maukah melihatnya tumbuh?

Kisah 3 :
Di usianya yang ke-40, ia masih saja mengejar cita-citanya. Bukan tak ingin menjadi perempuan seutuhnya, tapi Allah rupanya masih ingin menguji kesabarannya. Dan ia, masih kulihat berdiri, berjalan, senyum dan tertawa dengan segala ketegarannya menanti seseorang yang ditakdirkan Allah untuknya melengkapi hidup. Ia tak pernah berputus asa, juga tak pernah menyalahkan takdirnya. Tak pernah ia bertanya, kenapa harus ia sementara teman-temannya bahkan adek-adeknya telah lengkap bersama suami dan anak. Ia tetap kokoh. Saat kutanya, ia menjawab : "Biarlah Allah mengatur di waktu yang terbaik". hatiku gerimis untukmu, mataku panas untukmu, tapi kulihat kau sangat kokoh, maka aku hanya bisa memberikan doaku.

Kisah 4 :
Di usia 26-nya, ia sedang menanti kelahiran bayi. Sayangnya, tidak selancar kisah pertama. Ia harus berjuang lebih keras. Bayi yang ia kandung yang seharusnya sudah dilahirkan, tidak berada di posisi yang tepat untuk keluar. Vonis telah jatuh, hari ini ia harus dilahirkan, normal atau caesar sebelum beresiko terhadap ibu dan anak.

Kisahku - penutup :
Begitu banyak dan beragam skenario yang Allah atur dalam kehidupan hambaNYA. Entah bagaimana skenarioku, tapi selama ini selalu indah terasa. Mungkin tidak di awal, tapi pada akhirnya aku tau, yang terjadi padaku adalah yang terindah.
Allah, kupasrahkan hidupku karena kuyakin yang terbaiklah yang Engkau berikan.

Thursday, November 30, 2006

GSI

Hari ini niatku ke rumahnya pak Djo, dosen favoritku "Dosen yang dekat di hati" keturutan juga. Walaupun pake acara muter-muter dulu di Gunung Sari Indah tapi ketemu juga.

Seperti biasa, keramahannya selalu membuat tenang ngobrol dengannya. Walaupun sudah tua tapi jiwanya masih nyambung sama kita dan ramah banget.

Pak djo, bapak sadar gak sih punya secret admirer? Saya ngefans berat lho sama bapak.

Wednesday, November 29, 2006

GerIMIs LaGi...kisah sebuah ukhuwah

Terpekur sendiri di ruang PLC sekolah, memandangi monitor tanpa tau harus menulis apa. Begitu banyak kata-kata yang bermunculan di benakku tapi aku tak kuasa menuliskannya.

Hatiku sedang gerimis. Pergi lagi seorang teman pagi ini dan aku merindukannya. Tak bisa kulihat punggungnya saat ia berbalik. Tak bisa dan tak ingin agar memori kepergiannya tak pernah ada.

4 tahun yang lalu, ia tiba-tiba saja muncul dalam hidupku. Mengajakku meniti jalan Allah dengan lebih baik. Bersama menguak keajaiban hidup dan merasakan nikmatnya ukhuwah, salah satu kenikmatan surga.

4 tahun sudah ia mengisi hidupku. Saat senyum, saat tawa, saat menangis, saat marah, saat lelah, saat futur, saat bersemangat, saat kecewa, saat saat sakit bahkan saat lapar, she is always there.

4 tahun sudah, tapi memori tentangnya begitu banyak dan semua indah. Saat ia ikut berkeringat denganku ngangkat-ngangkat barang pas boyongan kos, saat badanku dipijet sewaktu kelelahan, saat sup buatannya menghangatkan aku kala sakit, saat tubuhku digendongnya ketika tak kuat berdiri, saat bahunya ia berikan kala duka menerpa, saat jemarinya menghapus airmataku, saat membelai rambutku ketika berbaring lemah, saat cerita-cerita lucu mengalir kala tau aku butuh tersenyum, saat tertawa mendengar cerita-ceritaku, saat memegang tanganku kala tersesat, saat membantuku keluar dari jalan buntu, saat mendengar emosi-emosiku meledak keluar dan ia hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum, saat pendapatku terasa begitu penting untuknya, saat kumaknai semangat serta keteguhannya menjalankan amanah, saat kupelajari totalitasnya dalam bekerja, saat kupelajari betapa ukhuwah yang tulus itu benar-benar ada karena ia bukti nyatanya, saat begitu banyak kisah ajaib dalam hidup kulewati bersamanya.

Dan kini,
Ia pergi untuk satu tujuannya yang lain. Ia memang harus kembali. Disana, ia lebih dibutuhkan, bukan cuma keluarganya tapi juga masyarakat di sekitarnya, dakwah Islam Kalimantan menanti semangatnya untuk bergabung. Berat rasanya melepas tapi kupahami bahwa pertemuan dan perpisahan adalah keniscayaan. Suatu saat, setiap kita memang harus berpisah dengan yang kita cintai, untuk sebuah pertemuan agung dengan cinta sebenarnya, ALLAH SWT.

Semalam saat ia datang untuk pamitan, I cant see her eyes. Gemuruh hati ini menahanku untuk tidak banyak bicara. Secepat inikah aku harus kehilangannya? Tidak, aku tak mau ia melihatku menangis. Kuhargai keputusannya dan kudukung dengan seluruh hatiku. Saat ia pulang, I cant stand it anymore. Jatuh, terhempas, mendung yang sejak tadi kutahan akhirnya hujan juga, badai dan banjir. No, I still have chance to let her know that I love her so much.

Selepas subuh, kudatangi ia di kosnya. Kami bercerita seakan tak akan ada lagi cerita setelah itu. Kami tertawa seperti tak akan ada lagi tawa. Senyum itu, tawa itu, suara itu, omelan plus teguran berbungkus kelembutan, akankah kudengar lagi? Kupandangi habis seluruh wajahnya hingga mataku penuh dengan wajah indah itu. Kusayangi engkau karena Allah, bisikku dalam hati. Tak bisa ia dengar tapi aku tau, bisa ia rasakan. Karena aku tau, ia juga menyayangiku, mencintaiku. Cinta kami tak perlu diungkapkan, karena kami sudah merasakannya, lama, dalam.

Ukhti, anti menghuni satu kamar di jiwaku. Setelah anti pergi nanti, pintu kamar itu ana tutup agar tak ada orang lain yang masuk. Pintu itu hanya punya dua kunci. Satu kupegang, agar saat kumerindukanmu, aku akan masuk, duduk di pojok kamar itu dan mengenangmu disana. Satu kunci lagi kau bawa. Datanglah kapanpun kau ingin. Itu kamarmu.

Ukhti, terimakasih untuk selalu ada 4 tahun ini untukku
Terimakasih telah ikut memberi jejak dalam hidupku
Terimakasih atas kisah-kisah ajaib yang kita lewati bersama
Anti adalah satu kisah cinta ana yang tak pernah berakhir. Fisik kita berjauhan, tapi dua hati ini telah menyatu
Selamat berjuang di kampung halaman
Aku akan merindukanmu, sangat
Letakkan aku di ruang hatimu yang paling sederhana, agar jarang kau ingat, tapi tak pernah kau lupa.

Kudaratkan kecupan di kedua pipi dan keningmu sebagai akhir pertemuan fisik kita. Saat itu, hati kita begitu dekat, hatimu pasti bisa dengar jiwaku berteriak kalau aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu karena Allah.
Ajaib, begitulah kau untukku. Pergilah ukhti, kau insyaAllah akan semakin menjadi ajaib disana. Kuyakin

Nb : jangan nolak ya jadi supplier kayu kalimantan kalo aku dapat proyek di Ambon, who knows? 