Thursday, September 29, 2011

(330) Perempuan Agung


Ada manusia yang terlahir dengan sejuta rasa
Rasa yang dibalut dengan kasih sayang tak putus
Melihatmu bunda, adalah syukur tak henti
Telah menjadi satu dari putrimu yang masih saja tertatih mencintaimu

Mencoba mengertimu adalah hal yang terus kulakukan
Memahami maumu adalah hal yang masih terus kuupayakan
Karena aku kadang tak mengertimu, bunda
Tapi yang kuyakini, yang terbaik untukkulah yang menjadi inginmu

Bunda, di doamu selalu ada nama kami
Kami yang masih saja membuatmu meneteskan air mata
Kami yang masih saja menggores luka di hati
Kami yang masih saja memupuk kecewa di batinmu

Maafkan bunda,
Aku kehilangan kata di hari indahmu ini
Tak kutemukan kata kata indah yang mampu menandingi indahmu
Sungguh, seluruh keindahan bumi luruh jatuh di kakimu

Selamat Milad Bunda..
Usiamu yang bertambah, menegaskan kau tumbuh dengan keringat kasih sayangmu
Kau hidup dengan semangat mempersembahkan yang terbaik untuk kami
Maafkan belum mampu membalas semua itu

Bunda,
Letihmu adalah nadi hidup kami
Senyummu adalah darah kami
Penuh cinta untukmu bunda………
Semoga kelak ku mampu persembahkan senyuman terbaik untukmu

Hatimu ibu..
Adalah tempat aku kembali
Kemanapun raga ini pergi.

#ditulis untuk milad bunda yang ke 59. Semakin mencintaimu, ibu..

Wednesday, September 28, 2011

(329) melihatnya beranjak

ku terbiasa dengan kicaumu
ku terbiasa dengan candamu
ku terbiasa dengan caramu memanjakanku
ku terbiasa dengan konyolmu meneduhkan amarahku

lalu tiba saat kau beranjak
melangkah meretas kembali jarak
dan kukembali menekuri pagi
hariku tak lagi sama

sabar.. itu saja pesan kecilmu
kecil dan dalam..
kutau, riak yg sama sedang bermain di hatimu kini
kita akan sabar sembari menenun ikhtiar

melangkahlah dengan gagah
tak perlu tengok ke belakang
karena aku tak tertinggal di belakang
aku ada bersamamu, di sampingmu

jangan khawatirkan apa apa
sedang kukemas bahagia untuk bekalmu
baik baiklah di setiap jengkal tanah yang kau injak
kita akan saling menjaga dalam doa

Wednesday, September 21, 2011

(322) Akhir Sejarah Cinta Kita - Anis Matta


suatu saat dalam sejarah cinta kita
kita tidur saling memunggungi
tapi jiwa berpeluk peluk
senyum mendekap senyum

suatu saat dalam sejarah cinta kita
raga tak lagi saling membutuhkan
hanya jiwa kita sudah lekat menyatu
rindu mengelus rindu

suatu saat dalam sejarah cinta kita
kita hanya mengisi waktu dengan cerita
mengenang dan hanya itu
yang kita punya

suatu saat dalam sejarah cinta kita
kita mengenang masa depan kebersamaan
kemana cinta kan berakhir
di saat tak ada akhir.

Monday, September 19, 2011

(320) Gerimis dan Matahari

Selalu dalam gerimis, kita berbagi cerita. Tentang hariku, harimu hingga tentang mereka yang kita sapu pandang di tepian. Tak penting apa yang sedang kita bicarakan. Hanya bisa bersama sudah bahagia. Sesekali terdengar tawa renyah atau bunyi ngorok yang tercipta dan kembali menyajikan tawa.

Ah, kau hadir begitu saja dalam hidupku tapi menawarkan senyum yang tak henti. Mungkin kau tak tahu bahwa setiap melihat lipatan matamu saat tertawa, aku lupa akan sebab tawamu. Aku hanya menikmati mata yang segaris itu. Lucu begitu rupa..

Kau memanggilku gerimis, katamu karena gerimis itu lembut. Katamu karena aku selalu ada dalam gerimis, meski hanya sekedar bayang. Aku tersanjung meski aku tak ingin hanya menjadi gerimis. Aku ingin selalu ada di setiap cuaca. Menjadi gerimis saat kau tenang, menjadi hujan lebat yang menyapu kesedihanmu, menjadi matahari yang mampu mengeringkan airmatamu atau juga menemani harimu. Aku ingin menjadi semua yang kau perlu untuk bisa menjalani hidup lebih lapang.

Aku meyebutmu bintang. Awalnya begitu, karena aku begitu suka menatap bintang di atas sana. Tak terjamah tetapi begitu anggun. Bisa terlihat dimana saja kita berdiri. Lalu aku tersadar, bintang hanya bercahaya, tak bisa memancarkan sinarnya sendiri. Lalu mulai kusebut kau matahari. Karena matahari bersinar, sepanjang apapun kaki kita melangkah, di sudut bumi manapun kita berpijak, matahari menyapa. Seperti itulah kamu, menyapa di setiap detakku.

Dan lalu, aku tak lagi peduli. Bintang atau matahari atau apapun kau untukku.. Juga gerimis atau embunkah aku untukmu, aku hanya ingin bersama. Bersama sepanjang usia. Memeluk duka dan menikmati suka bersama. Aku hanya ingin menjadi makmum yang baik untukmu kelak, seperti kau yang kutahu akan menjadi imam yang baik bagiku kelak. Ya, pada akhirnya, muara keinginan kita adalah menjadi imam dan makmum yang sejalan, yang menuju surga bersama, insyaAllah...

Saturday, September 10, 2011

(311) Memeluk Hati

Diantara dua jalan, dalam temaram

Siluet kita bertemu pada rinai hujan centil

Begitu saja, dan hari hari jadi lebih indah


Isyarat isyarat hati kadang tak terbaca dengan jelas

Namun doa doa terus kejar mengejar

Menemui yang memiliki kita


Kita memulai rangkai cerita yang tak selalu berpelangi

Kadang matahari begitu menyengat

Kadang hujan menyapa satu diantara kita

Tapi, kaki kita tegar bertahan untuk melangkah bersama

Atas nama keyakinan


Raga kita tak selalu bersama

Tapi jiwa kita telah berpeluk

Dan kini, ada satu titik yang mendekat

Yang pada saatnya mengubah alku dan kamu

Menjadi kita


Gelaran sajadah menanti di ujung sana

Memanggil jiwa jiwa cinta

Mengajak beradu dalam satu nama

Bercanda dalam tawa dan tangis, atas nama sayang


Padamu, kulantunkan harap

Padamu kusambut bahagia

Genggam tangan ini

Ajak aku pergi dengan sayapmu yang melengkapi