Tuesday, April 17, 2012

Hanya Kebaikan Saja

Pagi hari, setelah subuh, saya sempatkan untuk mengecek timeline dan beranda FB. Biasa, status pagi biasanya berisi ucapan selamat menyambut hari. Lalu ada satu status dari salah satu kerabat tentang ucapan turut berduka cita. Saat itu, saya hanya berucap innalillahi, satu lagi kehidupan dunia terhenti.

Hari lalu berjalan seperti biasanya hingga tiba sore saat kumpul bersantai dengan saudara saudara di teras rumah. Lalu, terdengarlah berita itu. Bahwa berita kematian yang kutau dari status tadi pagi adalah tentang kepergian seorang kerabat yang baru menikah 4 bulan lalu. Derr.. merinding seluruh tubuh. Saya pun baru menikah 4 bulan dan kenyataan itu tentu berat dipikul oleh istri manapun.

Usia pernikahan kami hanya beda 2 minggu.Dan mereka berdua pun belum sempat 4 bulan karena kepergian suaminya adalah seminggu sebelum perayaan itu. Sungguh, aku tak mengenal wanita itu. Aku tak ernah bertemu, tak tau seperti apa dia, tapi kenyataan yang sedang ia jalani, pedih yang sedang ia rasakan, sampai juga ke hati ini.

Berkali kali kupandangi suamiku, lelaki kedua di hidupku, setelah papa. Sering sekali ketakutan itu tiba tiba menghampiri. Saya atau dia yang akan lebih dulu meninggalkan yang lainnya. Saya atau dia, kami tak pernah siap. Yang bisa kami lakukan hanya mempersiapkannya.

Meninggalkan atau ditinggalkan orang yang kita sayang adalah suatu kepastian. Saya yakin itu, suamiku yakin itu. Kami beberapa kali membincangkannya, dan kadang sambil berderai. Tapi begitulah, hanya masalah waktu. Satu sikap kemudian muncul seiring dengan kesadaran itu. Bahwa tak boleh ada pertengkaran atau masalah yang berlarut. Harus kebaikanlah yang selalu dipersembahkan.

Saya tak pernah tau kapan perpisahan itu tiba. Yang saya tahu, ketika itu tiba, tak boleh ada penyesalan karena sedang saling menyakiti. Tak boleh ada penyesalan karena ada masalah yang belum tuntas. Tak boleh ada sesal karena ada perih yang belum terobati. Pastikan perpisahan itu terjadi saat kita dalam keadaan baik, saling menyayangi dan menghargai. Maka masalah sekecil apapun itu, tak boleh berumur lebih dari satu hari, bahkan setengah hari.

Kepada suami istri kita, ayah ibu kita, saudara saudara kita, pastikan hanya kebaikanlah yang kita beri setiap harinya.

Friday, January 27, 2012

Saya - Arumbai - 2011

Begitu pagi menyapa di 27 Januari 2012 ini, seperti merasa ada yang lain. Ada yang belum selesai yang harus kulakukan. Ingat punya ingat, baru teringat di tengah hari bahwa ini hari terakhir pengumpulan tulisan tentang Refleksi Arumbai 2011.

Refleksi? Apa itu refleksi? Mau Tanya ke mbah gugel tapi ini koneksi benar benar menguji kesabaran. Kamus Besar Bahasa Indonesia pun saya tak punya. Jadi apa itu Refleksi? Eng ing eng… Tulisan ini pending 15 menit buat nunggu mbah gugel atau om wiki tapi sama saja. jadi ya sudahlah, Saya menulis berbasis makna refleksi yang saya tau saja. Entah benar atau salah.

2011 lalu, tak banyak kebersamaan saya dengan Arumbai. Di akhir bulan ke dua, saya dengan sadar ke negeri orang, dan baru kembali di bulan ke delapan. Saya melewatkan banyak momen bersama Arumbai terutama perayaan ulang tahun ke-2 Arumbai dengan pemutaran video lini mas(s)a di Gong Perdamaian juga beberapa pelatihan, kecuali makan duren bareng di Pantai Losari di bulan Mei.

Lalu apa yang bisa saya refleksikan dari Arumbai di 2011? Entahlah, otak saya masih bingung mengurai. Beberapa event Arumbai di triwulan terakhir 2011 pun tak maksimal saya ikuti karena ada agenda masa depan yang harus saya siapkan. Tapi, itu semua tak bisa mengubah makna Arumbai di hati saya. Jatuh bangunnya Arumbai (yang paling bisa merasa ini adalah Tanase), lalu rencana yang banyak tapi sedikit yang bisa dilaksanakan karena pendeknya tangan dan nafas. Belum pula terlaksana kopdar akbar Arumbai sampai detik ini, lalu agenda jalan jalan akhir tahun yang lama dinanti tapi tak matang matang dibicarakan hingga akhirnya gagal.

Ya, mungkin itulah refleksi saya. Banyak sekali mimpi, tapi tak cukup tenaga dan nafas untuk wujudkan. Tanase yang jatuh bangun, dan melakukan banyak hal untuk Arumbai, belum diiringi kebersamaan yang kuat dari teman teman lain *termasuk saya :-( *. Semoga saja Tanase tidak lelah memandu perjalanan Arumbai ini meski ombak sering menyapa dan sedikit yang bisa mendayung.

Dan harapan 2012? Tak banyak. Apa yang tak bisa di 2011, semoga lancar di 2012. Kopdar akbar, solidkan barisan, lalu berkarya nyata untuk Ambon, untuk Maluku, untuk Indonesia. Berlebihankah? Baiklah, setidaknya bisa membuat pribadi pribadi Masnait menjadi pribadi yang lebih baik, lebih arif memandang hidup, lebih tenang, lebih cinta sesama, lebih berani ikut dalam barisan pemberi manfaat.

Bahasa saya kenapa jadi sok sok-an gini ya? Intinya begitulah. Saya bangga jadi bagian Arumbai, dan menyayangi semua Masnaitnya (Tanase-nya juga) *hening*

Friday, January 06, 2012

Memulai Pelayaran yang Berjarak


Sore ini aneh rasanya. Dan saya tau malam ini akan jadi malam paling sulit buat saya. Ini malam untuk pertama kalinya sejak menikah, tidak menemani dan ditemaninya. Resiko jarak jauh sudah diketahui sejak sebelum menikah dan sudah mempersiapkan diri tapi tetap saja terasa berat begitu harus memulai. Saya bahkan sudah merindunya sejak mata yang menatapnya pergi tak lagi mampu menangkap bayangnya.

Sebut saya lebay, sebut saya melankolis, sebut saya cengeng, tapi beginilah nyatanya. Terpisah jarak mil laut membuat hari hari akan berjalan berbeda. Sore ini, tawanya tak lagi tertangkap getar telingaku, senyumnya tak lagi tertangkap retina mataku. Tak ada lagi dia yangmelepas angkuhnya sebagai lelaki dan membantuku di dapur. Yang ketika melihatku kerepotan menyiapkan bumbu sayur, dia akan dengan senang hati menggoreng ikan juga memasak nasi. Lelakiku sungguh luar biasa.

Tapi, siapa yang akan memijat tubuhnya ketika letih mendera? Meski saat aku di sampingnya pun, pijatan itu seringkali dengan lagak setengah hati, sekedar bermanja ingin dibalas dengan dipijit juga. Siapa yang akan menyiapkan air panas untuk mandinya kalau pekerjaan memaksanya pulang malam? Siapa yang akan menyiapkan sarapan sebelum ia pergi? Menyiapkan baju untuk ia kenakan? Meski saya tahu dia bisa mandiri, tapi hati ini sungguh tak tega.

Hari pertama mengantarmu pulang, meninggalkanku sendiri disini adalah hari yang berat, cinta. Mata basah ini tak berhenti dan kau tahu sayang? Tangisan ini adalah tangisan tanpa suara. Aku takut tangisan bersuara akan dicap Allah sebagai ketidakikhlasan dan ketidaksabaranku. Aku takut tangisan bersuaraku akan memberatkan langkahmu. Aku meridhoimu, sayang. Meridhoi jarak yang membentang di hadapan kita ini. Seperti kata kita, kita akan selalu menjaga dalam doa.

Tangan kita tak bisa saling menggenggam, mata kita tak bisa saling beradu, senyum kita tak bisa saling menenangkan, tapi doa kita selalu saling memeluk. Sampai ketemu sayang, sampai ketemu. Tetaplah ikhlas, tetaplah sabar, tetaplah syukur. Penuhi hari hari kita dengan kebajikan agar ridhoNYA selalu memeluk kita.

Cinta, hatimu sudah kupeluk. Kujaga hingga tak ada lagi jiwa di raga.