Thursday, August 25, 2011

(295) Bersama Memeluk Bahagia

Jika cinta ini bernama, aku ingin memberinya nama.
Nama yang sama dengan namamu.
Jika cinta ini selayaknya pagelaran,
Aku ingin menggelar sajadah bersamamu.
Agar setiap hari bergulir akan tetap indah,
agar fajar di ufuk selalu tampak merekah.
Seperti kata Gibran :

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan / Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan / Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta / Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada / Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari / Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir senyuman

Bertambah lagi satu bilangan usia. Seperempat abad telah terlalui. Makna apa yang telah diberi dalam hidup? Manfaat apa yang sudah dirasa dengan kehadiranmu? Lebih dari seperempat abad bukan sekedar angka.
Ini penegasan, bahwa hidup harus lebih baik. Bahwa kehadiran harus lebih bermanfaat. Bahwa sabar dan ikhlas harus lebih meraja di jiwa. Bahwa kau akan selalu menjadi bajik dan bijak di setiap pergantian detik hidup. Jadikan apapun yang terjadi dalam hidup adalah lintasan sejarah terindah menuju cinta suciNYA.

Pernah kusampaikan padamu, kita masih mereka reka seperti apa masa depan kita. Namun kini, aku ingin kita menghargai masa kini dengan saling menggenggam hati penuh arti. Lalu berharap Tuhan akan menyemai nama kita dalam genggamanNYA.

Hari ini, kulayangkan banyak doa untuk sukses di tiap jejak langkahmu. Namun ingatlah setiap kau hendak beranjak, aku sedang mengemas kebahagiaan agar kaubawa sebagai bekal. Hingga kelak kita akan memeluk bahagia bersama sepanjang waktu.

Wednesday, August 17, 2011

(287) #17an


Tahun ini bisa dibilang tahun yang unik untuk bangsa Indonesia. Perayaan kemerdekaannya persis di 17 Ramadhan, sama persis dengan 66 tahun silam, Proklamator bangsa ini mengumandangkan proklamasi di 17 Ramadhan pula. Semoga saya tak salah soal ini. Melihat kenyataan ini, seharusnya semangatnya adalah semangat yang sama dengan 66 tahun lalu. Bukan sekedar upacara kenaikan bendera yang sama dengan setiap hari senin, hanya kurang mewah saja. Ulang Tahun Republik ini memang momen yang pas untuk evaluasi, memberi masukan positif pada bangsa. Namun saya tak sedang ingin mengambil bagian. Kritik, evaluasi, pesimis, dan keluh sudah sepanjang tahun kita lakukan. Hari ini saya hanya ingin merayakan, saja…….

Rangkaian upacara yang saya ikuti dari lapangan upacara Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat tergambar lewat tagar #17an dari akun twitter @febry_w berikut :

1. Sedang di lapangan. Tp saya pengen ada di tribun, biar gak panas ikut upacara #17an

2. Riuh ramai peserta upacara #17an di lapangan piru. Barisan murid SD dan SMP tampak ceria. Smg jiwa merdea mereka masih menyala

3. Ke kanan, ada barisan SMA dalam jumlah banyak. Semoga mereka pun masih mencintai Indonesia,meski konsep pendidikan kadang menyusahkan mereka #17an

4. Kanannya ada barisna pramuka. Muda dan bersemangat. Merekalah penjaga obor setia pada karya, bakti pada Negara #17an

5. Sirine sudah berbunyi. Sepertinya Bupati SERAM BAGIAN BARAT semakin dekat dengan lapangan upacara piru #17an

6. Lanjut soal barisan, barisan korpri di sebelah barisan pramuka. Berdiri di balik baliho besar, cari somber #17an

7. Penyerahan bendera kepada Wakil Bupati Seram Bagian Barat. Sumpah, saya merinding. Negara ini masih ada… #17an

8. Kanan korpri, ada satpol PP, kejaksaan, POLDA, Brimob dan TNI. Rapi sekali. Mereka penjaga tanah tumpah darah dengan nyawa taruhannya #17an

9. Sirine, beduk mesjid dan lonceng gereja dibunyikan serentak pada detik detik proklamasi. Tuhan, jaga Negara ini tetap kokoh #17an

10. Proklamasi dibacakan oleh Ketua DPRD Kab. SBB. Sdh 66 kali dibaca di bumi. Mungkin semangatnya tak lagi sama, tp harapan tetap ada #17an

11. Bendera sdh dikibarkan. Seluruh rangkaian acara telah selesai. Lagu lagu perjuangan sedang dinyanyikan. Indonesia oh Indonesia #17an

12. Ada mengheningkan cipta di awal acara td, mengenang mereka yang berkalang tanah demi tegaknya Negara ini. Adakah kita sedang berkhianat? #17an

Selanjutnya, saya hanya ingin merayakan ulang tahun ini. Perayaan ke 66 karena mungkin saja 66 tahun dari sekarang sudah tak lagi bisa mengikuti perayaan yang sama. Berkeliling pulau Seram, pulau tempat nenek moyangku dilahirkan, cukup membuka mata bahwa Indonesia begitu kaya. Indonesia tak pernah kekurangan apapun. Laut, darat dan udaranya adalah harta yang melimpah. Indonesia dapat hidup hanya dengan pohon sagu. Kelaparan bisa saja sirna, gizi buruk bisa saja tak ada lagi. Kemiskinan seharusnya tak ada dalam kamus bahasa Indonesia. Ah, mengapa kini saya meracau galau lagi? Bukankah tadi sudah bertekad tak ada kesah? Ataukah inilah Indonesia, bahkan untuk menahan keluhan atasnya pun sulit.

Di balik kekayaan yang Indonesia miliki, masih saja jeritan panjang dan lama anak bangsanya terdengar dari setiap jengkal buminya. Adakah pejuang yang berkalang tanah menyesal membebaskan bangsa dari penjajah? Karena saat ini justru para anak bangsa saling menjajah. Atas nama keserakahan, perampokan hak anak bangsa yang lain terjadi dan dilakukan oleh orang orang berdasi yang mengaku cinta Indonesia.

Sudahlah, tak tepat rasanya saya meracau disini karena saya pun belum berbuat apa apa untuk Indonesia. Belum mengabdikan sebuah karya untuk Indonesia yang lebih baik. Saya hanya bisa berkata bahwa meski belum berbuat apa apa, tapi urat nadi saya adalah Indonesia. Saya besar dari air dan makanan yang bangsa ini miliki. Saya menghirup udara yang Allah berikan di Negara ini meski kadang terkotori oleh rokok anak bangsa yang lain. Saya tidur di atas tanah yang Allah percayakan pada Indonesia. Dan saya menjadi bagian dari anak Maluku, daerah yang turut memerdekakan Indonesia meski hingga sekarang tak maju maju seperti di wilayah barat sana. Saya cinta Indonesia, itu saja. Sekian

Thursday, August 11, 2011

(281) Isyarat Tak Terbaca

Tak pernah mengerti akan isyarat. Pada dinding hati yang mencoba cerita. Tentang malam yang berkabut. Tentang siang yang berdebu

Pekerjaan hati tersulit adalah menjaga hati tetap berada di tempatnya. Disaat yang sama ketika kedamaian lain tertawar dengan goda. Serupa kelak elang yang merindu di batas senja.

Segaris tersulam perlahan. Belum rapi seumpama gaun bidadari. Masih mengeja irama. Masih menyulam kata yakin.

Dan semua yang tak terurai itu. Biarkan tetap begini hingga terurus indah. Menanti di ujung jalan. Menanti untuk mengamini setiap doa. Semua doa

#subuh11ramadhan

Sunday, August 07, 2011

(277) Catatan Usang

sedu menyapa hati
pada makna hujan ia bertanya
dinginkah kau rasa
atau memang begitulah adamu

tak menemukan tempat untuk berlabuh
tapak kaki masih harus tertatih
merengkuh asa berselimut mimpi
menjelma kesunyian dan bisikan takbir
betapa kesyukuran menggelembungi naif diri
tak bisa begini jika tak ada kasih sayangNYA

makna apalagi yang masih dicari
ketika harap tak kunjung tiba
padahal telah banyak tetes-tetes penantian
lalu bertanya ia pada angin
tak lelahkah kau mengembara
atau memang begitulah adamu
menyinggahi tempat tak terjamah sebelumnya
penuh yakin makna nyata kehadiranmu
diiringi salam tasbih, salam selamat datang

lalu matahari kembali tersenyum
seringainya lebar hingga menusuk pori
maka bertanyalah ia pada matahari
tak bosankah kau menyinari
atau memang begitulah adamu

Saturday, August 06, 2011

(276) Munajatku

Rabb, Engkau tahu betapa batin ini telah lelah
Lebih dari apa yang batinku tahu
Episode apa yang Kau ingin aku jalani sekarang, Rabb?
Takdir apa yang kini sedang berlaku untukku?

Rabb,
Sungguh aku tak lagi punya tenaga untuk bertahan dalam kelelahan ini
Hanya atas namaMu, hanya karenaMu, hanya karena yakin akan janjiMu
Aku mencoba bertahan, lagi dan lagi

Seperti apapun kelelahan ini menderaku
Aku tak ingin berputus asa dari rahmatMu
Karena Kau tak akan membawaku sampai ke titik ini
Jika hanya untuk meninggalkanku

Rabb,
Dengan ijinMu-lah aku melangkah saat ini
Dengan rahmatMu-lah aku masih bisa tegak disini
Dengan cahayaMu-lah aku masih bisa menatap ke depan

Di Ramadhan agungMu
Aku bersimpuh dengan segala kelemahanku
Ketidakberdayaan ini tersungkur memujaMu
Aku lemah Tuhan, aku lemah……

Thursday, August 04, 2011

(274) Untuk Yang Masih Gundah - masih dari sahabat

Lentera itu mendekatimu,
Dan engkau telah memilihnya....tanpa kau sadari
Namun, ada ragu singgah di ruangmu yang kosong
Benarkah dia?
Kata yang selalu diucap oleh hatimu

Beras atau nasi?
Itu ibarat yang selalu terucap dalam lisanmu saat mencari sosok sang pendamping
Siapapun ingin pendampingnya adalah ibarat nasi
Sudah siap untuk kita nikmati
Terima jadi, istilahnya
Tapi, tahukah kamu?
Ketika pasangan kita masih sosok beras, kita akan lebih menghargainya
Karena kita tahu wujud aslinya
Belum ada penambahan atau pengurangan apa-apa
Dia, adalah dia... beras, masih polos dan bisa diubah menjadi apapun...
Kita akan lebih menghormatinya, atas segala usahanya saat ingin menjadi Nasi yang bisa dinikmati

Namun,
Darahmu yang paling tahu pada siapa dia berdesir cepat
Jantungmu yang paling yakin pada siapa dia berdetak melebihi irama yang seharusnya
Tubuh dan jiwamu yang paling menyadari pada siapa dia merasa nyaman
Bukan untuk mencari mana yang lebih baik
Karena tiap saat pasti ada yang lebih baik

Tapi mencari,
Yang mampu membuatmu berjalan dengan kakimu sendiri
Yang mampu membuatmu tersenyum dengan lebar
Yang mampu membuatmu menjadi diri sendiri
Tanpa beban
Tanpa kompromi
Karena bukanlah suatu pilihan hati jika itu harus memakai kompromi, dan menjauh dari siapa dirimu sebenarnya...


ps : speechless honey...

diambil dari http://gerimisdansecangkirkopi.blogspot.com/2011/08/untuk-yang-masih-gundah.html

Wednesday, August 03, 2011

(273) .......nyata

Malam ini
Untuk pertama kalinya hadir dalam bayang nyata
Tak sekedar simbol, tak sekedar sapa
Ada yang berbeda, aneh tepatnya
Belum bisa diurai maknanya
Namun apakah engkau lilin atau kembang api?
Apakah engkau nasi atau beras?
Tak sempat lagi berpikir tentang itu
Yang kutau akhirnya ia bernama
………………… nyata


(after destrit)