Monday, March 03, 2008

Menjaga Keikhlasan

Menghadirkan keikhlasan memang sulit, tapi lebih sulit lagi menjaga agar keikhlasan itu tetap ada. Begitu kurang lebih jargon yang dipakai salah satu sahabat dunia maya saya, indra (aku lebih suka memanggilnya fathi), sebagai tema blog-nya di suatu masa. Di masa-masa itu, tertanam kuat bahwa kata-kata itu memang betul. Dan hari-hari belakangan ini kalimat itu berputar-putar di kepalaku, bermain-main di sekitarku.
Pantaskah ketika di suatu masa kita berbuat baik lalu kemudian mengungkitnya karena orang yang dibaiki itu melakukan sesuatu yang mengecewakan diri? Lalu apa dengan begitu, pahala kebaikan itu menguap, membumbung ke angkasa dan jatuh menjadi hujan penyesalan?. Alangkah ruginya.

Dulu, semasa kuliah, saya pernah membaca di sebuah tulisan yang entah milis, entah web sebuah organisasi atau apa, yang jelas sejak baca sampai saat ini, inti tulisan itu menjadi salah satu prinsip dalam hidup.
1. Jangan berkata " Untung ada saya". Karena kalo Allah mau, Allah bisa saja kasih kesempatan berbuat baik itu untuk orang lain. Kayak gak ada orang lain saja.
2. Jangan berkata "Bukannya saya menuntut balasan, paling tidak ingat dong kalo pernah dibantu". Katanya gak nuntut balasan, lah, tadi tuh apa?
3. Jangan berkata "Sudah dibantu gak tau terimakasih". Kalo mo bantu, bantu aja. Ngapain repot-repot minta di-terimakasih-i

Pertama baca langsung saja saya notepad-in tanpa sempat menulis sumbernya. Siapapun anda, thank you.
Back to topic, eneg aja (emosi, red) kalo ada orang yang tiba-tiba ngomong di depan saya kalo pernah tolong si Anu-lah, pernah minjemin duit si Inu-lah, pernah bantu si Enu-lah. Males banget. Atau "Punyamu istri saya yang lunasi, 60 ribu harganya". Bah, apapula itu. Emang kamu pernah diminta bayarin? Gak kan? Trus skarang kalo istrimu sok mau bayarin, ngapain lu pengumuman?.
Atau juga seorang suami yang lain bilang ke istrinya yang berniat ngasih sesuatu ke saudara2nya "Kamu mau kasih ini ke mereka, emangnya mereka nanti kasih apa?" Ih, males banget. Apaan sih? Sama sekali bukan omongan yang bermutu. Kalaupun niatnya bercanda, itu candaan yang basi, yang gak berbobot.
Yang kayak gini nih sia-sia semua yang sudah kita lakukan, se-sia-sia membuang garam ke lautan dan ajarin cicak terbang.

Kalo dengan mendengar dan melihat sikap seseorang kayak gitu, sudah sangat cukup menyedot hormon emosi saya, apatah lagi jika kata-kata itu tertujunya ke saya. Sedihnya, ini yang belakangan terjadi dalam hari-hariku. Sibuk mengungkit betapa sudah banyak hal yang dilakukan untuk saya. Betapa telah dikorbankan banyak hal. Oke, fine, saya ngerti itu sepenuhnya benar. Tapi dengan mengutarakannya, apa yang kamu tuntut dari saya? Berterimakasih? Hanya Allah yang tahu betapa terimakasih itu berada di kantong hati saya paling dalam dan tulus. Terimakasih saya kembalikan pada Allah karena telah memilihmu yang berbagi denganku, yang do much thing for me. Dan terimakasih itu menguap, membumbung ke angkasa berwujud doa semoga segala kemudahan, kebahagiaan dan keberkahan Allah menyertai hari-harimu. Saya gak bisa ngapa-ngapain. Hanya seucap kata "Terimakasih" setiap kau menanam satu lagi saham kebaikan dalam kehidupanku. Kadang ucapan itu saya ganti dengan "Gak usah repot-repot" dan bahkan kadang mencoba menolak sebisaku. Selain itu, apa yang kau pikir bisa aku lakukan? Terus terang, saya gak bisa membalas dengan cara yang sama karena saya tak mampu untuk itu. Kalaupun ada saat saya mampu melakukannya, saya tak mau. Saya cenderung memilih untuk membalas dengan tindakan, dengan telinga untuk mendengar, dengan kehadiran setiap kau butuh, tapi tidak materi. Bukan pelit, tapi karena saya tak bisa menilai kebaikan dengan materi karena memang tak ada nilai materi yang sebanding dengan kebaikan yang efeknya nembus sampai ke hati, gak ada.

Saya berharap kau tahu, jeng, bahwa tanpa semua yang kau beri pun, kau sudah teramat indah di hatiku. Maaf jika telah menyakiti hatimu. Dan, ssst, saya tahu kamu membelai rambut saya semalam ketika kau pikir saya telah tertidur, padahal beberapa jam sebelumnya kita sempat bertengkar hebat. Aku tahu, belaian itu adalah ekspresi maaf darimu.
Sist, maaf telah banyak membebani. Hanya Allah yang mampu membalas dengan kebaikan yang setimpal, bahkan lebih besar.