Thursday, January 27, 2011

(84) Jangan Biarkan Nuranimu Mati


Beberapa hari ini status fesbukku rada-rada keras. Beberapa teman sempat sms terkejut dengan status-status itu. sebenarnya itu status biasa. banyak yang lebih keras, cuma mungkin karena saya jarang begitu maka heranlah kawan-kawan saya.

kenapa saya mesti malu tidak lebih hebat dari dia, kalo dia bisa sehebat itu karena mental bobrok. ukuran hebat bukan dari rumah gedongan kayak hotel itu bung. daripada punya rumah sebesar gedong tapi setiap orang yang melewati malah mencibir. dimata saya, dia tak lebih kerikil di telapak sepatu saya (26 januari)

dikau petantang petenteng borju di depanku trus berpikir saya mau salut gitu? salah orang kau bleh, letakmu tetap di bawah telapak sepatuku. gak ngefek jual harta yang hasil rampokan itu. untuk jadi kayak skarang, dikau tidak dengan perjuangan tapi penindasan terhadap hak rakyat. dan apakah saya iri? apakah saya merasa kalah? TIDAK... SAMA SEKALI TIDAK (masih 26 januari)

si rakus beraksi lagi. eling, eling, bukan hak jangan dimakan. kebanyakan makan bisa sakit perut. jadi orang gak usah kemaruk-lah. apalagi bukan punya sendiri. masak sih ndak punya malu? (27 januari)

ini semua terlintas manakala kami melewati sebuah rumah dan salah seorang rekan sibuk ber-ckckckck melihat kemewahan rumah itu. Padahal sudah jadirahasia umum-lah tentang trek rekor si empunya rumah. sampai disini gak ada masalah sih sebenarnya. Nemnun begitu salah seorang rekan bilang "kalah kamu bhy. dia lebih hebat berarti, lebih jago".

Maka saya pun mau muntah. Kalah? Siapa yang kalah? siapa yang lebih? Ngapain saya mesti minder untuk harta panas itu? kenapa saya mesti malu kemana mana naik ojek dibandingkan dia yang terlindungi manis dari debu dan panas hujan di balik mobil mewahnya. Dia yang kalah. Coba tanya dia, dengan mobil mewahnya dia, sudahkah dia ke Dusun Melati nun jauh disana? Tanya dia, sudahkah dia menikmati ikan bakar dipulau Tatunai? Tanya dia, sudahkah dia menangis bersama masyarakat di malam dingin? Tanya dia, sudahkah dia bercanda sambil minum kopi di tepi pantai dengan masyarakat? Tanya dia, sudahkah dia seranjang dengan masyarakat desa yang jauh disana yang tak dikenal? Tanya dia, sudahkah dia tertawa bersama tanpa ada perbedaan strata dengan mereka? Tanya dia, sudahkah dia hampir didemo massa karena mengusung perdamaian? Tanya dia, pernahkah makan bersama para masyarakat sebagai sesama manusia bukan sebagai penjilat? Tanya dia sana.

Saya bangga naik ojek lalu sibuk menyapa dan disapa orang orang. Daripada dia yang naik mobil tetapi tak tahu bahwa setiap dia lewat, semua memicingkan mata mengelengkan kepala dan beristighfar tak ingin serupa dengannya. Duh,saya tak punya iri untuk hal-hal seperti itu. Sombong itu cuma milik Allah. itu selendangnya Allah. Mana bisa kita bawa kemana-mana.

Apa yang menjadi tanggungjawab kita sekarang, itu bukan punya kita, kawan. itu punya rakyat. Milik rakyat itu, gak bisa kita seenak jidat berbuat lalu kita sibuk pula menyengsarakan mereka. Cobalah sesekali berjalan bersama mereka, lihat bahwa apa yang kamu rasakan sekarang, betul-betul ironi dengan apa yang mereka rasakan. Masih bisakah kau tersenyum kawan?

Akuyakin, kau tidak bahagia. Hidupmu tak tenteram. Tidurmu tak nyenyak, makanmu tak enak. Saya, meski sagu dan kacang masih jadi pengganjal perut, tapi tidurku tanpa beban. Saya masih bisa tegak berhadapan dengan masyarakat dan berjabatan tangan tanpa menundukkan muka malu atau mengangkat wajah angkuh. Belum terlambat sebenarnya. Saya tidak pandai bicara undang-undang. Saya pun tak pandai menggunakan ayat-ayat suci. Saya hanya ingin mengetuk nurani. Bahwa senyummu saat ini adalah duka banyak jiwa. Raba hati (kalo masih ada), dan tanyakan padanya, benarkah adanya apa yang kamu jalani sekarang? Tak perlulah mencoba hebat di mata manusia, di mata penguasa, tak perlu. Cukuplah jadi hebat untuk dirimu sendiri, keluargamu, masyarakatmu. Tak perlu berlomba-lomba mewah kalau didapatkan dengan menindas banyak hak orang lain. Tak perlu kawan, jangan.

Pakailah nurani. Pakailah hati. hanya nurani yang bisa selamatkan Indonesia, selamatkan dunia.

nb : gambar hasil pencarian gugel, nemunya di samaggi-phala.or.id

3 comments:

  1. hehehe tulisan ini hawanya masih panas kayaknya. sabar yaaaaaaaaa

    ReplyDelete
  2. iya ya? guyur aer seember di kepala dulu ah...

    ReplyDelete
  3. Anonymous5:56 PM

    *menyimak*

    ReplyDelete