Sunday, November 13, 2011

Memandang Luka

Malam ini, ada genangan airmata yang bertumpuk satu satu lalu muntah. Luka yang kau simpan begitu rapat, keluar bagaikan muntahan lahar yang tak mampu lagi disimpan lama. Aku berenang di airmata saat menatap wajah tabahmu atas apa yang kau alami dalam dera kata yang menyakitkan. Kau, lelaki pertama dan abadi dalam hidupku, tergores begitu dalam dan lama. Goresan itu kini berdarah, merah, kental.

Aku menjadi saksi betapa wajah kerutmu adalah pancaran kasih sayang tak putus. Bahu tegakmu yang kini lunglai adalah bekas pikulan maha dahsyat atas pertumbuhan putri putrimu. Dan ketika kini kau terluka, aku menjelma menjadi singa yang siap menerkam siapapun yang menyayat hatimu. Tak boleh ada luka di matamu, ayah.

Aku tak putus bangga padamu, tak peduli siapapun berkata. Aku tak henti mencintaimu, sejak aku lahir hingga kelak menutup mata. Senyuman senyumanmu, canda candamu adalah belai yang menghangatkan hari hariku, memuluskan jalanku. Tapakku berdiri sekarang adalah jejakmu, ayah. Bagaimanapun aku bangga pada diriku, itu karena terlahir sebagai anakmu.

Ayah, sampai mati, kau ada di hati. Meski dunia kuberi padamu, tak akan sebanding seperseribu dari yang kau beri. Jangan terus bersedih, aku ada disampingmu, menjagamu dalam doa doaku, karena aku minum dari keringatmu, ayah.

2 comments:

  1. tentang ayah,tak pernah berakhir eby,karena dia lah sang penenang,si pemikul beban,penentu haluan,benteng terakhir,yang di benak dan hatinya tak pernah berhenti berpikir tentang tentang kita, anaknya.proud of him.love ur mom.take care beb..

    ReplyDelete
  2. Ayah, lelaki sejati yang dari tatapannya kita melihat surga. Dari harum tubuhnya terbayang harum surga. Ayah, lelaki sejati yang cintanya tak akan putus sampai kapanpun, sllu tercurah untuk putri putrinya. Dia yg sll menengadahkan tangan dihadapan Allah, mengirim doa kpd putri putrinya. selalu !! menjaganya adalah kenikmatan surga.

    ReplyDelete