Saturday, September 16, 2006

haRUSkah PerGi Saat tiDak PuaS?

Ba’da kajian, seorang akhwat mendatangiku.

dia : mbak, afwan ya tadi ndadak beritaunya
aku : Gak apa dek, ke depan dimanage lebih baik ya. Ini udah lebih dari sekali kan? Kasian kalo adek2nya anti dapat materinya setengah2 karena pematerinya kurang persiapan

dia : mbak, skarang kegiatannya apa?
Kujawab seadanya, hingga sebuah pertanyaan muncul…

dia : Kalo binaan, banyak gak mbak?
Sebuah pertanyaan yang agak tidak biasa

aku : Memangnya kenapa?
dia : Sudah banyak ya mbak?
aku : Dibilang sedikit, ya gak juga. Dibilang banyak, ya gak juga. Tanggungjawabnya sekarang lebih dari satu lingkaran. Tapi ada apa sih dek?

dia : Kalo nambah satu lagi, bisa gak mbak?
aku : satu kelompok? Kalo cocok harinya, gak bentrok dengan yang lain, insyaAllah bisa, atau gampanglah, nanti mbak bantu nyariin, gimana?

dia : Bukan satu kelompok mbak. Dua orang saja, mungkin digabungin dengan kelompok mbak yang udah ada
aku : Gak apa. Tapi diliat dulu kesesuaian pemahamannya agar gak sulit menyatukan. Biar mbak ketemu dulu untuk omong-omongan sama dua teman anti tadi

Setelah hening sejenak…
dia : Ana mbak yang mau gabung
Jawaban yang sangat mengagetkanku

aku : Anti kan udah ngaji, kenapa mau pindah? Kalaupun pindah, prosedurnya jelas dek
dia : Tapi, kita udah gak betah mbak. Rasanya kami sudah gak dapat apa yang kami butuhkan dari beliau, dan beliau pun tidak mendapat apa yang beliau butuhkan dari kami. Mungkin karena ummahat ya mbak, jadi kurang bisa mengerti kebutuhan kami di kampus, di masyarakat. Bla..bla..bla…

aku : Dek, sudah anti komunikasikan masalah ini denngan mbak anti?
dia : sudah tapi gak langsung. Kami coba dengan menyindir saja
aku : Oke, kalo gitu berhenti menyindir. Komunikasikan dengan serius dengan beliau. Kalian agendakan satu pertemuan khusus untuk membicarakan masalah ini. Mungkin beliau tidak merasa ada apa-apa. Beliau melihat anti semua baik-baik saja. Bagaimana beliau bisa tahu dan merubah suhu halaqoh kalau kalian tidak memberitahu dst...dst..

aku : Intinya, ana tidak bisa menerima anti di kelompok ana. Kalopun anti nanti pindahnya ke kelompok ana, itu haruslah lewat prosedur yang benar sepengetahuan dan rekomendasi mbak anti. Untuk saat ini, yang anti dan kawan2 anti bisa lakukan adalah mendiskusikan bersama masalah ini, bersama mbak anti, cari masalahnya apa, atasi dan mulai lagi dengan ruh yang baru bukan dengan kelompok yang baru. Dek, jika anti berada dalam sebuah kendaraan yang mogok bersama teman2 anti, yang anti lakukan adalah bersama memperbaikinya bukan malah anti pergi dan membiarkan teman2 anti mempebaikinya. Jadilah bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah

#########################################################

Ikhwati fillah, para murobbiyah maupun mutarabbiyah..
Apa yang saya ceritakan di atas adalah salah satu realita dari sekian banyak permasalahan dakwah kita. Dan apa yang akan saya tulis setelah ini bukanlah sebuah sikap untuk menggurui, hanyalah niatan untuk berbagi apa yang saya rasa, saya lihat dan yang saya pahami atas kasus di atas. saya pun pernah merasakan hal-hal seperti itu dan saya yakin hampir semua dari kita di suatu masa pernah mengalaminya.

Ikhwati,
Tarbiyah adalah kumpulan manusia, bukan malaikat atau bidadari yang begitu suci. Di dalamnya berkumpul kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan yang justru karena itulah kita ingin bergabung dalam kereta dakwat tarbiyah. Kereta itu yang akan menjadikan kita lebih baik, karena disana berkumpul penumpang-penumpang lain yang akan mengingatkan kesalahan-kesalahan kita, menutupi kekurangan-kekurangan kita serta menguatkan bagian-bagian kita yang lemah.

Tentu saja, interaksi dengan begitu banyak karakter, membutuhkan satu kemampuan dasar, KOMUNIKASI. Setiap kesenangan, kedukaan, kelemahan bahkan kesalahpahaman, ketidaknyamanan, serta kemarahan sekalipun, mutlak untuk dikomunikasikan.

Ketidakpuasan berada dalam satu kelompok untuk berbagai alasan tidak lantas mmbenarkan setiap orang untuk bepindah ke kelompok lain. Hal itu justru akan memusnahkan tarbiyah karena setiap orang bisa bertindak semaunya, out of control, out of instruction. Jika setiap ketidakpuasan diselesaikan dengan pergi, setiap kekecewaan dituntaskan dengan pindah, maka lets say good bye to tarbiyah. Disinilah komunikasi begitu penting dan mutlak dilakukan. Toh, yang kita hadapi adalah saudara-saudara kita sendiri yang insyaAllah bisa kita ajak komunikasi dengan baik.

Idealnya sebuah halaqoh tidak hanya menjadi tanggungjawab para murobbi, tapi juga para mutarabbi punya tanggungjawab di dalamnya. Komunikasikan dengan setiap elemen yang punya kepentingan dengan halaqoh anda, cari permasalahannya apa, penyebabnya apa, dan bagaimana mengatasinya. Setelah itu, perbaiki kondisi halaqoh, penyebab yang telah diketahui tadi, jadikan catatan bahwa hal-hal tu tidak boleh terulang lagi.

Kepada para mutarabbi,
maafkanlah murobbi-murobbimu. Mereka tetaplah manusia yang di luar sana, banyak masalah menimpanya. Pahamilah pula jika kondisi murobbi adalah ummahat. Justru itulah yang seharusnya menjadi alasan mengapa kalian harus bisa bahagia dibina oleh ummahat. Para ummahat, mereka menghadapi dunia yang lebih kompleks. Dunia umah tangga dengan suami dan anak-anak yang tetap harus menjadi perhatian utama mereka, ditambah dengan tuntutan bergaul dalam masyarakat agar kealehan tersebar, tidak hanya menjadi kesalehan pribadi, adapula amanah-amanah dakwah yang memanggil, an masih juga menyediakan waktunya untuk kita. Pahamilah mereka.
Saat mereka sendiri yang menjadi mutarabbi pun tidak kalah luar biasa perjuangannya. Datang ke halaqoh dengan membawa anak. Ke halaqoh sudah seperti mau keluar kota. Yang dulunya hanya bawa buku dan mushaf, sekarang bawaannya buntelan besar berisikan bantal, botol susu, pakaian ganti, bedak, obat, macam-macam. Belum lagi konsentrasinya harus terpecah antara mendengarkan materi dengan meninabobokan si kecil. Saya belum mengalaminya, tapi saya punya banyak kenalan ummahat, bahkan ada yang selingkaran.
Maka, pahamilah mereka, maafkanlah mereka. Tapi tetap komunikasikan permasalahan kalian. InsyaAllah walaupun banyak hal yang harus mereka lakukan, mereka akan tetap menyediakan telinga dan hatinya untuk kita. Karena itu yang mereka (dan saya) yakini sebagai konsekuensi dan amanah menjadi murobbi

Kepada para murobbi,
Formatlah halaqoh tidak monoton duduk, tilawah, materi rasmulbayan, diskusi sebentar, selesai. Lihat lebih dalam mutarabbi antum. Ada apa dengannya di luar sana? Seminggu ini adakah yang berubah dengan mereka? Bentuk senyum mereka, pandangan mereka, reaski-reaksi mereka, bahkan tawa mereka, adakah yang berbeda? Gali dan kenali perasaan mereka.
Mutarobbi-mutarobbi antum bukanlah kumpulan bocah kecil yang bisa antum setir. Antum hanya bisa menunjukkan arahnya, dan ialah yang akan berjalan menuju arah itu. Komunikasikanlah setiap hal, sekecil apapun itu. Jadikanlah halaqoh menjadi kunjungan/acara/agenda yang sangat mereka nanti-nantikan bahkan impikan setiap pekannya.
Para mutarobbi ingin lebih dipahami keinginannya, ingin lebih didengar suaranya. Beri mereka kesempatan untuk berbicara. Jangan tampil menjadi seseorang yang membuat mereka takut untuk menyuarakan keinginan mereka. Karena bagi mereka (juga saya), murobbi adalah guru, sahabat, serta saudara. Karena mereka (juga saya) tidak hanya butuh materi, tapi juga bentuk perhatian yang lain yang terlihat. Walaupun mereka (pun saya) yakin, tanpa mbak-mbak dan mas-mas tunjukkan pun, mbak dan mas menyayangi kami. Kunjungi mereka saat mereka kesulitan, bahkan suatu saat berilah kejutan untuk mereka, sungguh cinta itu akan semakin kuat

Nb : afwan segala khilaf kata. Tidak ada maksud menggurui, hanyalah sebuah kecemasan atas fenomena penyelesaian sebuah ketidakpuasan

No comments:

Post a Comment