Harus diakui, mau tidak mau, di Maluku ini trauma akibat peristiwa 1999 itu masih ada. Memang sekarang masyarakatnya sudah lebih bijak. Mereka tidak lagi menerima informasi mentah-mentah. Ada proses mencari tahu dulu kebenarannya dan bagaimana menindaklanjutinya. Emosi tidak lagi mudah terpancing. Perkelahian antar dua kubu, berhentinya ya di dua kubu itu saja, tidak menjalar kemana-mana.
Di satu sisi, korban yang banyak berjatuhan dari dua belah pihak menyadarkan bahwa jangan lagi ada korban. Di sisi yang lain, tetap saja ketakutan itu ada. Panik jika mendengar ada ketidakberesan.
Seperti hari ini. Ketika Desa Ariate dan Dusun laala berseteru persoalan tanah, kami yang di Piru ikut panik. Ada keyakinan yang bilang bahwa tak ada apa-apa. Ini masalah lokal di dua tempat itu. Tapi seperti yang saya bilang di awal, trauma itu tetap ada, bagaimanapun penyangkalannya.
Tapi bukan itu yang ingin saya bahas di sini. Ada hal lain yang lebih memprihatinkan. Hal lain yang lebih memalukan dan lebih mengoyak batin. Sebuah keraguan akan pertolongan Allah.
Kaget saya melihat seorang wanita yang tadi siang baru saja terlihat memakai kerudungnya. Dan kenapa malam ini ia tidak berkerudung? Apa saya salah lihat ya tadi?
Sampai akhirnya ia sendiri yang bilang, bahwa dalam kepanikan tadi, suaminya bilang "buka jilbab dulu". Tersirat ketakutan dari suara itu yang membenarkan dirinya melepaskan kerudung yang dikenakan.
Mungkin, dalam pikiran si suami, kerudung akan mendekatkan sang istri dengan maut. Si suami yakin bahwa malikat maut akan menjauh jika istrinya tidak memakai kerudung. Sepertinya si suami belum tahu bahwa maut bisa menjemput kamu bahkan kalau kau sembunyi dilubang tikus sekalipun.
Astaghfirullah. Seandainya kita harus kehilangan banyak hari ini, bahkan nyawa sekalipun, setidaknya kita masih punya prinsip, kita mati dengan keyakinan yang masih utuh di dada. Bayangkan, jika memang hari ini terjadi sesuatu dan kita menghadapNYA tanpa berkerudung? Sementara 1 jam yang lalu kita melepasnya karena kita takut kerudung tak cukup bisa menjaga kita, apa yang akan kita katakan pada Allah? Tidak malukah kita kepada Allah yang Maha Menjaga? Tak malukah kita pada Allah yang janjiNYA adalah pasti?
Sahabat yang dekat dengan ibunya, yang tak diragukan sayangnya pada ibunda, menjawab Ibunda dengan kesantunan yang tinggi tapi tanpa melepas keyakinan, "Bu, jikapun Ibu punya seribu nyawa dan satu persatu meninggalkan ibu, tak akan kutinggalkan imanku pada Allah dan Rasul".
Santun, tapi tegas. Sederhana tapi kuat.
Saudaraku, kita boleh kehilangan segalanya. Tapi iman tidak boleh hilang sama sekali. Iman-lah yang membuat kita tetap hidup. Iman-lah yang akan menuntun langkah kita menemukan kembali semuanya. Dengan iman di dada, maka sebenarnya kita tak kehilangan apa-apa.
Saudaraku, Allah tak akan meninggalkan kita. Sayangnya, kita-lah yang terlalu jauh berlari dari-NYA. Tapi saudaraku, masih ada harap untuk kita. Sejauh apapun kita berlari, Allah selalu menerima kita kembali.
Keren mbak...
ReplyDelete