Usai shalat, biasanya adekku ega mengambil tanganku dan menciumnya. Siang itu, setelah shalat dhuhur, tanganku diambilnya tapi matanya merah dan ada air disana. Kupeluk ia. Kucoba pahami apa yang ia rasa. Ia hanya menangis tanpa bicara.
Aku tahu, aku pernah ada di posisinya, bahkan lebih sulit. Untuk pertama kalinya, dek ega merasa homesick, kangen dengan segala yang ada di rumah. Maklum saja, baru kali ini ia pergi jauh dari rumah, baru sebulan lamanya.
Dulu, 9 tahun lalu, aku pernah merasakan kerinduan yang sama. Aku sendiri, tanpa seorang kakak yang menemaniku, serasa seperti sendirian di dunia ini. Wajah orang-orang yang kucintai terus bergantian muncul di benakku. Masa-masa saat bersama mereka diputar kembali dengan otomatis. 9 tahun lalu. Ketika kubulatkan tekad untuk jauh.
Sampe saat ini, rindu itu sering datang, bahkan sering menyiksaku. Tapi justru karena kerinduan-kerinduan itulah aku bisa bertahan, melawan apapun di belahan bumi Allah yang lain ini. Karena aku yakin, dengan kerinduan itu, akan kutaklukkan semuanya, hingga aku bisa kembali berkumpul bersama orang-orang yang kucintai, yang tak pernah berhenti mencintaiku, yang tak pernah kering mata air kasihnya, yang selalu mengalirkan air mengisi dahaga hatiku.
Ega menatapku, dan hanya satu kata yang ia ucapkan : “rumah”
Thursday, September 21, 2006
Tuesday, September 19, 2006
sEBuah PEnyERahaN
Upacara bendera kali ini, ada tambahan agenda. Penyerahan kepengurusan OSIS yang lama dengan OSIS kepengurusan yang baru. Penyerahan ini diwakili dengan penyerahan bendera OSIS dari KETOS lama ke KETOS anyar.
Tercenung aku melihat peristiwa penyerahan tadi. Dalam waktu dekat, akan ada satu penyerahan lagi. Penyerahan kepengurusan Remaja Masjid Kampus. Kami, para pengurus lama harus menyerahkan masjid yang kami cinta dikelola oleh tangan-tangan dingin yang baru. Kami tidak akan benar2 meninggalkan masjid itu. Bagaimanapun, sudah ada bagian jwa kami disitu.
Setiap sesuatu ada masanya. Mungkin masa kami sebentar lagi selesai.
Tercenung aku melihat peristiwa penyerahan tadi. Dalam waktu dekat, akan ada satu penyerahan lagi. Penyerahan kepengurusan Remaja Masjid Kampus. Kami, para pengurus lama harus menyerahkan masjid yang kami cinta dikelola oleh tangan-tangan dingin yang baru. Kami tidak akan benar2 meninggalkan masjid itu. Bagaimanapun, sudah ada bagian jwa kami disitu.
Setiap sesuatu ada masanya. Mungkin masa kami sebentar lagi selesai.
Saturday, September 16, 2006
haRUSkah PerGi Saat tiDak PuaS?
Ba’da kajian, seorang akhwat mendatangiku.
dia : mbak, afwan ya tadi ndadak beritaunya
aku : Gak apa dek, ke depan dimanage lebih baik ya. Ini udah lebih dari sekali kan? Kasian kalo adek2nya anti dapat materinya setengah2 karena pematerinya kurang persiapan
dia : mbak, skarang kegiatannya apa?
Kujawab seadanya, hingga sebuah pertanyaan muncul…
dia : Kalo binaan, banyak gak mbak?
Sebuah pertanyaan yang agak tidak biasa
aku : Memangnya kenapa?
dia : Sudah banyak ya mbak?
aku : Dibilang sedikit, ya gak juga. Dibilang banyak, ya gak juga. Tanggungjawabnya sekarang lebih dari satu lingkaran. Tapi ada apa sih dek?
dia : Kalo nambah satu lagi, bisa gak mbak?
aku : satu kelompok? Kalo cocok harinya, gak bentrok dengan yang lain, insyaAllah bisa, atau gampanglah, nanti mbak bantu nyariin, gimana?
dia : Bukan satu kelompok mbak. Dua orang saja, mungkin digabungin dengan kelompok mbak yang udah ada
aku : Gak apa. Tapi diliat dulu kesesuaian pemahamannya agar gak sulit menyatukan. Biar mbak ketemu dulu untuk omong-omongan sama dua teman anti tadi
Setelah hening sejenak…
dia : Ana mbak yang mau gabung
Jawaban yang sangat mengagetkanku
aku : Anti kan udah ngaji, kenapa mau pindah? Kalaupun pindah, prosedurnya jelas dek
dia : Tapi, kita udah gak betah mbak. Rasanya kami sudah gak dapat apa yang kami butuhkan dari beliau, dan beliau pun tidak mendapat apa yang beliau butuhkan dari kami. Mungkin karena ummahat ya mbak, jadi kurang bisa mengerti kebutuhan kami di kampus, di masyarakat. Bla..bla..bla…
aku : Dek, sudah anti komunikasikan masalah ini denngan mbak anti?
dia : sudah tapi gak langsung. Kami coba dengan menyindir saja
aku : Oke, kalo gitu berhenti menyindir. Komunikasikan dengan serius dengan beliau. Kalian agendakan satu pertemuan khusus untuk membicarakan masalah ini. Mungkin beliau tidak merasa ada apa-apa. Beliau melihat anti semua baik-baik saja. Bagaimana beliau bisa tahu dan merubah suhu halaqoh kalau kalian tidak memberitahu dst...dst..
aku : Intinya, ana tidak bisa menerima anti di kelompok ana. Kalopun anti nanti pindahnya ke kelompok ana, itu haruslah lewat prosedur yang benar sepengetahuan dan rekomendasi mbak anti. Untuk saat ini, yang anti dan kawan2 anti bisa lakukan adalah mendiskusikan bersama masalah ini, bersama mbak anti, cari masalahnya apa, atasi dan mulai lagi dengan ruh yang baru bukan dengan kelompok yang baru. Dek, jika anti berada dalam sebuah kendaraan yang mogok bersama teman2 anti, yang anti lakukan adalah bersama memperbaikinya bukan malah anti pergi dan membiarkan teman2 anti mempebaikinya. Jadilah bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah
#########################################################
Ikhwati fillah, para murobbiyah maupun mutarabbiyah..
Apa yang saya ceritakan di atas adalah salah satu realita dari sekian banyak permasalahan dakwah kita. Dan apa yang akan saya tulis setelah ini bukanlah sebuah sikap untuk menggurui, hanyalah niatan untuk berbagi apa yang saya rasa, saya lihat dan yang saya pahami atas kasus di atas. saya pun pernah merasakan hal-hal seperti itu dan saya yakin hampir semua dari kita di suatu masa pernah mengalaminya.
Ikhwati,
Tarbiyah adalah kumpulan manusia, bukan malaikat atau bidadari yang begitu suci. Di dalamnya berkumpul kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan yang justru karena itulah kita ingin bergabung dalam kereta dakwat tarbiyah. Kereta itu yang akan menjadikan kita lebih baik, karena disana berkumpul penumpang-penumpang lain yang akan mengingatkan kesalahan-kesalahan kita, menutupi kekurangan-kekurangan kita serta menguatkan bagian-bagian kita yang lemah.
Tentu saja, interaksi dengan begitu banyak karakter, membutuhkan satu kemampuan dasar, KOMUNIKASI. Setiap kesenangan, kedukaan, kelemahan bahkan kesalahpahaman, ketidaknyamanan, serta kemarahan sekalipun, mutlak untuk dikomunikasikan.
Ketidakpuasan berada dalam satu kelompok untuk berbagai alasan tidak lantas mmbenarkan setiap orang untuk bepindah ke kelompok lain. Hal itu justru akan memusnahkan tarbiyah karena setiap orang bisa bertindak semaunya, out of control, out of instruction. Jika setiap ketidakpuasan diselesaikan dengan pergi, setiap kekecewaan dituntaskan dengan pindah, maka lets say good bye to tarbiyah. Disinilah komunikasi begitu penting dan mutlak dilakukan. Toh, yang kita hadapi adalah saudara-saudara kita sendiri yang insyaAllah bisa kita ajak komunikasi dengan baik.
Idealnya sebuah halaqoh tidak hanya menjadi tanggungjawab para murobbi, tapi juga para mutarabbi punya tanggungjawab di dalamnya. Komunikasikan dengan setiap elemen yang punya kepentingan dengan halaqoh anda, cari permasalahannya apa, penyebabnya apa, dan bagaimana mengatasinya. Setelah itu, perbaiki kondisi halaqoh, penyebab yang telah diketahui tadi, jadikan catatan bahwa hal-hal tu tidak boleh terulang lagi.
Kepada para mutarabbi,
maafkanlah murobbi-murobbimu. Mereka tetaplah manusia yang di luar sana, banyak masalah menimpanya. Pahamilah pula jika kondisi murobbi adalah ummahat. Justru itulah yang seharusnya menjadi alasan mengapa kalian harus bisa bahagia dibina oleh ummahat. Para ummahat, mereka menghadapi dunia yang lebih kompleks. Dunia umah tangga dengan suami dan anak-anak yang tetap harus menjadi perhatian utama mereka, ditambah dengan tuntutan bergaul dalam masyarakat agar kealehan tersebar, tidak hanya menjadi kesalehan pribadi, adapula amanah-amanah dakwah yang memanggil, an masih juga menyediakan waktunya untuk kita. Pahamilah mereka.
Saat mereka sendiri yang menjadi mutarabbi pun tidak kalah luar biasa perjuangannya. Datang ke halaqoh dengan membawa anak. Ke halaqoh sudah seperti mau keluar kota. Yang dulunya hanya bawa buku dan mushaf, sekarang bawaannya buntelan besar berisikan bantal, botol susu, pakaian ganti, bedak, obat, macam-macam. Belum lagi konsentrasinya harus terpecah antara mendengarkan materi dengan meninabobokan si kecil. Saya belum mengalaminya, tapi saya punya banyak kenalan ummahat, bahkan ada yang selingkaran.
Maka, pahamilah mereka, maafkanlah mereka. Tapi tetap komunikasikan permasalahan kalian. InsyaAllah walaupun banyak hal yang harus mereka lakukan, mereka akan tetap menyediakan telinga dan hatinya untuk kita. Karena itu yang mereka (dan saya) yakini sebagai konsekuensi dan amanah menjadi murobbi
Kepada para murobbi,
Formatlah halaqoh tidak monoton duduk, tilawah, materi rasmulbayan, diskusi sebentar, selesai. Lihat lebih dalam mutarabbi antum. Ada apa dengannya di luar sana? Seminggu ini adakah yang berubah dengan mereka? Bentuk senyum mereka, pandangan mereka, reaski-reaksi mereka, bahkan tawa mereka, adakah yang berbeda? Gali dan kenali perasaan mereka.
Mutarobbi-mutarobbi antum bukanlah kumpulan bocah kecil yang bisa antum setir. Antum hanya bisa menunjukkan arahnya, dan ialah yang akan berjalan menuju arah itu. Komunikasikanlah setiap hal, sekecil apapun itu. Jadikanlah halaqoh menjadi kunjungan/acara/agenda yang sangat mereka nanti-nantikan bahkan impikan setiap pekannya.
Para mutarobbi ingin lebih dipahami keinginannya, ingin lebih didengar suaranya. Beri mereka kesempatan untuk berbicara. Jangan tampil menjadi seseorang yang membuat mereka takut untuk menyuarakan keinginan mereka. Karena bagi mereka (juga saya), murobbi adalah guru, sahabat, serta saudara. Karena mereka (juga saya) tidak hanya butuh materi, tapi juga bentuk perhatian yang lain yang terlihat. Walaupun mereka (pun saya) yakin, tanpa mbak-mbak dan mas-mas tunjukkan pun, mbak dan mas menyayangi kami. Kunjungi mereka saat mereka kesulitan, bahkan suatu saat berilah kejutan untuk mereka, sungguh cinta itu akan semakin kuat
Nb : afwan segala khilaf kata. Tidak ada maksud menggurui, hanyalah sebuah kecemasan atas fenomena penyelesaian sebuah ketidakpuasan
dia : mbak, afwan ya tadi ndadak beritaunya
aku : Gak apa dek, ke depan dimanage lebih baik ya. Ini udah lebih dari sekali kan? Kasian kalo adek2nya anti dapat materinya setengah2 karena pematerinya kurang persiapan
dia : mbak, skarang kegiatannya apa?
Kujawab seadanya, hingga sebuah pertanyaan muncul…
dia : Kalo binaan, banyak gak mbak?
Sebuah pertanyaan yang agak tidak biasa
aku : Memangnya kenapa?
dia : Sudah banyak ya mbak?
aku : Dibilang sedikit, ya gak juga. Dibilang banyak, ya gak juga. Tanggungjawabnya sekarang lebih dari satu lingkaran. Tapi ada apa sih dek?
dia : Kalo nambah satu lagi, bisa gak mbak?
aku : satu kelompok? Kalo cocok harinya, gak bentrok dengan yang lain, insyaAllah bisa, atau gampanglah, nanti mbak bantu nyariin, gimana?
dia : Bukan satu kelompok mbak. Dua orang saja, mungkin digabungin dengan kelompok mbak yang udah ada
aku : Gak apa. Tapi diliat dulu kesesuaian pemahamannya agar gak sulit menyatukan. Biar mbak ketemu dulu untuk omong-omongan sama dua teman anti tadi
Setelah hening sejenak…
dia : Ana mbak yang mau gabung
Jawaban yang sangat mengagetkanku
aku : Anti kan udah ngaji, kenapa mau pindah? Kalaupun pindah, prosedurnya jelas dek
dia : Tapi, kita udah gak betah mbak. Rasanya kami sudah gak dapat apa yang kami butuhkan dari beliau, dan beliau pun tidak mendapat apa yang beliau butuhkan dari kami. Mungkin karena ummahat ya mbak, jadi kurang bisa mengerti kebutuhan kami di kampus, di masyarakat. Bla..bla..bla…
aku : Dek, sudah anti komunikasikan masalah ini denngan mbak anti?
dia : sudah tapi gak langsung. Kami coba dengan menyindir saja
aku : Oke, kalo gitu berhenti menyindir. Komunikasikan dengan serius dengan beliau. Kalian agendakan satu pertemuan khusus untuk membicarakan masalah ini. Mungkin beliau tidak merasa ada apa-apa. Beliau melihat anti semua baik-baik saja. Bagaimana beliau bisa tahu dan merubah suhu halaqoh kalau kalian tidak memberitahu dst...dst..
aku : Intinya, ana tidak bisa menerima anti di kelompok ana. Kalopun anti nanti pindahnya ke kelompok ana, itu haruslah lewat prosedur yang benar sepengetahuan dan rekomendasi mbak anti. Untuk saat ini, yang anti dan kawan2 anti bisa lakukan adalah mendiskusikan bersama masalah ini, bersama mbak anti, cari masalahnya apa, atasi dan mulai lagi dengan ruh yang baru bukan dengan kelompok yang baru. Dek, jika anti berada dalam sebuah kendaraan yang mogok bersama teman2 anti, yang anti lakukan adalah bersama memperbaikinya bukan malah anti pergi dan membiarkan teman2 anti mempebaikinya. Jadilah bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah
#########################################################
Ikhwati fillah, para murobbiyah maupun mutarabbiyah..
Apa yang saya ceritakan di atas adalah salah satu realita dari sekian banyak permasalahan dakwah kita. Dan apa yang akan saya tulis setelah ini bukanlah sebuah sikap untuk menggurui, hanyalah niatan untuk berbagi apa yang saya rasa, saya lihat dan yang saya pahami atas kasus di atas. saya pun pernah merasakan hal-hal seperti itu dan saya yakin hampir semua dari kita di suatu masa pernah mengalaminya.
Ikhwati,
Tarbiyah adalah kumpulan manusia, bukan malaikat atau bidadari yang begitu suci. Di dalamnya berkumpul kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan yang justru karena itulah kita ingin bergabung dalam kereta dakwat tarbiyah. Kereta itu yang akan menjadikan kita lebih baik, karena disana berkumpul penumpang-penumpang lain yang akan mengingatkan kesalahan-kesalahan kita, menutupi kekurangan-kekurangan kita serta menguatkan bagian-bagian kita yang lemah.
Tentu saja, interaksi dengan begitu banyak karakter, membutuhkan satu kemampuan dasar, KOMUNIKASI. Setiap kesenangan, kedukaan, kelemahan bahkan kesalahpahaman, ketidaknyamanan, serta kemarahan sekalipun, mutlak untuk dikomunikasikan.
Ketidakpuasan berada dalam satu kelompok untuk berbagai alasan tidak lantas mmbenarkan setiap orang untuk bepindah ke kelompok lain. Hal itu justru akan memusnahkan tarbiyah karena setiap orang bisa bertindak semaunya, out of control, out of instruction. Jika setiap ketidakpuasan diselesaikan dengan pergi, setiap kekecewaan dituntaskan dengan pindah, maka lets say good bye to tarbiyah. Disinilah komunikasi begitu penting dan mutlak dilakukan. Toh, yang kita hadapi adalah saudara-saudara kita sendiri yang insyaAllah bisa kita ajak komunikasi dengan baik.
Idealnya sebuah halaqoh tidak hanya menjadi tanggungjawab para murobbi, tapi juga para mutarabbi punya tanggungjawab di dalamnya. Komunikasikan dengan setiap elemen yang punya kepentingan dengan halaqoh anda, cari permasalahannya apa, penyebabnya apa, dan bagaimana mengatasinya. Setelah itu, perbaiki kondisi halaqoh, penyebab yang telah diketahui tadi, jadikan catatan bahwa hal-hal tu tidak boleh terulang lagi.
Kepada para mutarabbi,
maafkanlah murobbi-murobbimu. Mereka tetaplah manusia yang di luar sana, banyak masalah menimpanya. Pahamilah pula jika kondisi murobbi adalah ummahat. Justru itulah yang seharusnya menjadi alasan mengapa kalian harus bisa bahagia dibina oleh ummahat. Para ummahat, mereka menghadapi dunia yang lebih kompleks. Dunia umah tangga dengan suami dan anak-anak yang tetap harus menjadi perhatian utama mereka, ditambah dengan tuntutan bergaul dalam masyarakat agar kealehan tersebar, tidak hanya menjadi kesalehan pribadi, adapula amanah-amanah dakwah yang memanggil, an masih juga menyediakan waktunya untuk kita. Pahamilah mereka.
Saat mereka sendiri yang menjadi mutarabbi pun tidak kalah luar biasa perjuangannya. Datang ke halaqoh dengan membawa anak. Ke halaqoh sudah seperti mau keluar kota. Yang dulunya hanya bawa buku dan mushaf, sekarang bawaannya buntelan besar berisikan bantal, botol susu, pakaian ganti, bedak, obat, macam-macam. Belum lagi konsentrasinya harus terpecah antara mendengarkan materi dengan meninabobokan si kecil. Saya belum mengalaminya, tapi saya punya banyak kenalan ummahat, bahkan ada yang selingkaran.
Maka, pahamilah mereka, maafkanlah mereka. Tapi tetap komunikasikan permasalahan kalian. InsyaAllah walaupun banyak hal yang harus mereka lakukan, mereka akan tetap menyediakan telinga dan hatinya untuk kita. Karena itu yang mereka (dan saya) yakini sebagai konsekuensi dan amanah menjadi murobbi
Kepada para murobbi,
Formatlah halaqoh tidak monoton duduk, tilawah, materi rasmulbayan, diskusi sebentar, selesai. Lihat lebih dalam mutarabbi antum. Ada apa dengannya di luar sana? Seminggu ini adakah yang berubah dengan mereka? Bentuk senyum mereka, pandangan mereka, reaski-reaksi mereka, bahkan tawa mereka, adakah yang berbeda? Gali dan kenali perasaan mereka.
Mutarobbi-mutarobbi antum bukanlah kumpulan bocah kecil yang bisa antum setir. Antum hanya bisa menunjukkan arahnya, dan ialah yang akan berjalan menuju arah itu. Komunikasikanlah setiap hal, sekecil apapun itu. Jadikanlah halaqoh menjadi kunjungan/acara/agenda yang sangat mereka nanti-nantikan bahkan impikan setiap pekannya.
Para mutarobbi ingin lebih dipahami keinginannya, ingin lebih didengar suaranya. Beri mereka kesempatan untuk berbicara. Jangan tampil menjadi seseorang yang membuat mereka takut untuk menyuarakan keinginan mereka. Karena bagi mereka (juga saya), murobbi adalah guru, sahabat, serta saudara. Karena mereka (juga saya) tidak hanya butuh materi, tapi juga bentuk perhatian yang lain yang terlihat. Walaupun mereka (pun saya) yakin, tanpa mbak-mbak dan mas-mas tunjukkan pun, mbak dan mas menyayangi kami. Kunjungi mereka saat mereka kesulitan, bahkan suatu saat berilah kejutan untuk mereka, sungguh cinta itu akan semakin kuat
Nb : afwan segala khilaf kata. Tidak ada maksud menggurui, hanyalah sebuah kecemasan atas fenomena penyelesaian sebuah ketidakpuasan
SeDIkiT eVAluaSi
Bismillah...
Kebiasaanku kalo ngisi kajian, aku bakal rekam with my MP3 player. Bukan apa sih, Cuma mau evaluasi aja tata bahasa plus intonasi. Tadi siang, waktu ngisi kajian jumat dengan tema “Gak Sekedar Ngampus” di salah satu fakultas di kampus UNAIR, hasil rekamannya menunjukkan :
1.omongannya cepat banget (aduh, itu paling susah tuh diubah. Apalagi aku orang visual, cara ngomongnya emang cepat)
2.Suaranya juga terlalu keras. Pas denger rekaman, kupingku sakit sendiri (tadi adek2 gimana ya kupingnya? Mudah2an gak apa-apa. :-)
3.Penyampaiannya kurang kena (Yang ini aku akui. Gimana gak, aku tuh kayak pergi perang tanpa senjata. Aku dihubungi untuk ngisi jam 8 pagi. Dan saat itu aku lagi on the way ke sekolah. Sudah itu aku ngajarnya sampe jam 11.15 menit dan undangan kajiannya jam 11.30, jelas banget aku gak punya waktu untuk mempersiapkan materi. Mau menolak undangan itu tapi mereka udah gak punya waktu lagi untuk nyari pembicara yang lain. Kasihan juga sih, rasanya gak tega mengecewakan semangat mereka, jadi ya bismillah saja)
4.Kurang komunikatif (tadi kayaknya aku kurang banyak dialog sama mereka. Aku Cuma dikasi waktu penyampaian materi 15 menit, karena aku terlambat datang sih emang. Sisanya dipake diskusi tapi tida banyak waktu yang bisa digunakan untuk diskusi)
5. Hope, I will be better next meet
Nb : di gramedia, ada boneka lumba-lumba. Keren abis. Pas dipegang dan dipeluk, uh, lembut banget. Pas liat harganya,…..,makasih. Maka kuletakkan kembali boneka itu ke tempatnya. 103 ribu rupiah. Yang benar aja, lebih 3 ribu dari uang kos sebulanku.
Kebiasaanku kalo ngisi kajian, aku bakal rekam with my MP3 player. Bukan apa sih, Cuma mau evaluasi aja tata bahasa plus intonasi. Tadi siang, waktu ngisi kajian jumat dengan tema “Gak Sekedar Ngampus” di salah satu fakultas di kampus UNAIR, hasil rekamannya menunjukkan :
1.omongannya cepat banget (aduh, itu paling susah tuh diubah. Apalagi aku orang visual, cara ngomongnya emang cepat)
2.Suaranya juga terlalu keras. Pas denger rekaman, kupingku sakit sendiri (tadi adek2 gimana ya kupingnya? Mudah2an gak apa-apa. :-)
3.Penyampaiannya kurang kena (Yang ini aku akui. Gimana gak, aku tuh kayak pergi perang tanpa senjata. Aku dihubungi untuk ngisi jam 8 pagi. Dan saat itu aku lagi on the way ke sekolah. Sudah itu aku ngajarnya sampe jam 11.15 menit dan undangan kajiannya jam 11.30, jelas banget aku gak punya waktu untuk mempersiapkan materi. Mau menolak undangan itu tapi mereka udah gak punya waktu lagi untuk nyari pembicara yang lain. Kasihan juga sih, rasanya gak tega mengecewakan semangat mereka, jadi ya bismillah saja)
4.Kurang komunikatif (tadi kayaknya aku kurang banyak dialog sama mereka. Aku Cuma dikasi waktu penyampaian materi 15 menit, karena aku terlambat datang sih emang. Sisanya dipake diskusi tapi tida banyak waktu yang bisa digunakan untuk diskusi)
5. Hope, I will be better next meet
Nb : di gramedia, ada boneka lumba-lumba. Keren abis. Pas dipegang dan dipeluk, uh, lembut banget. Pas liat harganya,…..,makasih. Maka kuletakkan kembali boneka itu ke tempatnya. 103 ribu rupiah. Yang benar aja, lebih 3 ribu dari uang kos sebulanku.
Thursday, September 14, 2006
koK Gak BISa BeLAjaR siH? sadaR DOng Oy..
Lagi-lagi tentang orang yang merasa dirinya harus dihargai. Ia sendiri tidak merasa harus menghargai. Apa itu? Kayak gitu sifat islam yang mau kalian tunjukkan? Gak banget deh. Itu malah bikin kalian kehilangan wibawa di depan kami.
Udah deh, kenapa juga masih memendam marah setelah 2 minggu berlalu, kesalahan yang bisa ditolerir, yang bisa dibuatkan prasangka baik.
Ingat dong…
“bekerjalah kamu, maka Alah, Rasul dan orang-orang mukmin yang akan melihat pekerjaanmu”
Bukannya itu sudah cukup?
Stop it, aku males bahasnya
Udah deh, kenapa juga masih memendam marah setelah 2 minggu berlalu, kesalahan yang bisa ditolerir, yang bisa dibuatkan prasangka baik.
Ingat dong…
“bekerjalah kamu, maka Alah, Rasul dan orang-orang mukmin yang akan melihat pekerjaanmu”
Bukannya itu sudah cukup?
Stop it, aku males bahasnya
Wednesday, September 13, 2006
DiaLOg SELepaS IsYA
“Mbak, gak tau deh harus mulai dari mana. Malu ngomongnya” kata seorang adek mengawali pembicaraan
“Ngomong aja dek, apa adanya. Percaya kan sama mbak?” tanyaku
“Justru karena aku percaya dan aku tau mbak bisa kasi aku advice, jadi aku kesini tapi aku gak tau mulainya”
.................. hening...................... hingga..
“Mbak, salah gak sih kalo kita jatuh cinta?”
Kata-kata yang mengejutkan. Untuk sesaat darahku rasanya berhenti, tak percaya aku akan menghadapi masalah seperti ini. Masalah klasik yang selalu ingin kuhindari dan kini terjadi.
“Mungkin bukan jatuh cinta mbak, tapi simpati. Dia orangnya ……………………..”
Mengalirlah cerita darinya sampe aku benar2 mengerti apa yang ia rasakan. 1 jam aku pakai untuk mendengarkannya tanpa ingin menyela sedikitpun pembicaraannya. Biarkan ia tuntaskan sampai habis, sampai tak bersisa, sampai ia kehilangan kata-kata. Until…
“gimana mbak?” tutupnya
“Gak ada yang salah dengan jatuh cinta. Kita dilahirkan oleh Allah sudah satu paket dengan rasa-rasa itu. cinta, marah, bahagia, resah, suka, tertawa, semua emosi yang kita rasakan itu fitrah. Bahkan karena cinta itulah kita bisa hidup, bisa menghirup udara, bisa punya mata, telinga, semuanya. Jatuh cinta pada lawan jenis itu juga tidak salah, itupun fitrah. Toh pada saatnya nanti, Allah akan mempercayakan satu cinta hambaNYA kepada kita. Yang menjadikannya salah adalah ketika rasa itu kita biarkan menguasai ita, hingga kita lupa akan cinta yang sebenarnya. Salah ketika kita mengimplemantaskan rasa kita dengan cara-cara yang dimurkai oleh Sang Pemberi Cinta itu. Anti tau maksud mbak”
“Afwan mbak, kami tidak pacaran. Saya hanya…………..”
“Alhamdulillah kalo anti sadar dengan bahaya yang bisa mengancam anti. Berhati-hatilah ukhti. Jangan membuatNYA cemburu ………….”
Masih panjang dialog ini tapi inti yang ingin saya bahas sudah jelas. Ternyata pertemuan kita bersama mereka yang hanya 2 ½ jam setiap pekannya menyisakan waktu yang banyak untuk mereka mendapat pengaruh dari lingkungan sekitar mereka.
Memang kita tidak bisa mengawasi adik-adik kita 24 jam terus menerus, tapi waktu kita haruslah benar2 berkualitas hingga mereka punya bekal dan imun yang cukup hingga pertemuan berikutnya. Bahkan kita, bisa saja apa yang menimpa adik-adik kita, adalah karena kesalahan kita, adalah imbas dari perbuatan kita.
Jadi, marilah kita sama-sama memperbaiki diri, mendekatkan diri dengan Pemilik Cinta, hingga kata-kata kita menjadi perkataan yang berat yang mampu menghujam hingga hati yang paling dalam.
Aku tertampar dengan kejadian malam ini. Walaupun kusyukuri, dari ceritanya, ia masih bisa menjaga adab pergaulannya, kusyukuri pula bahwa ia memilih dan mempercayaiku untuk bicara, mau terbuka, tapi tetap saja aku sedih karena aku kecolongan. Mungkin yang terjadi ini, imbas dari perbuatanku juga yang jauh dari Pemilik Cinta.
Ya Allah, ampuni kami yang telah mempermainkan hati kami sendiri, menjauhkannya dariMU, Sang Pemilik Hati.
“Ngomong aja dek, apa adanya. Percaya kan sama mbak?” tanyaku
“Justru karena aku percaya dan aku tau mbak bisa kasi aku advice, jadi aku kesini tapi aku gak tau mulainya”
.................. hening...................... hingga..
“Mbak, salah gak sih kalo kita jatuh cinta?”
Kata-kata yang mengejutkan. Untuk sesaat darahku rasanya berhenti, tak percaya aku akan menghadapi masalah seperti ini. Masalah klasik yang selalu ingin kuhindari dan kini terjadi.
“Mungkin bukan jatuh cinta mbak, tapi simpati. Dia orangnya ……………………..”
Mengalirlah cerita darinya sampe aku benar2 mengerti apa yang ia rasakan. 1 jam aku pakai untuk mendengarkannya tanpa ingin menyela sedikitpun pembicaraannya. Biarkan ia tuntaskan sampai habis, sampai tak bersisa, sampai ia kehilangan kata-kata. Until…
“gimana mbak?” tutupnya
“Gak ada yang salah dengan jatuh cinta. Kita dilahirkan oleh Allah sudah satu paket dengan rasa-rasa itu. cinta, marah, bahagia, resah, suka, tertawa, semua emosi yang kita rasakan itu fitrah. Bahkan karena cinta itulah kita bisa hidup, bisa menghirup udara, bisa punya mata, telinga, semuanya. Jatuh cinta pada lawan jenis itu juga tidak salah, itupun fitrah. Toh pada saatnya nanti, Allah akan mempercayakan satu cinta hambaNYA kepada kita. Yang menjadikannya salah adalah ketika rasa itu kita biarkan menguasai ita, hingga kita lupa akan cinta yang sebenarnya. Salah ketika kita mengimplemantaskan rasa kita dengan cara-cara yang dimurkai oleh Sang Pemberi Cinta itu. Anti tau maksud mbak”
“Afwan mbak, kami tidak pacaran. Saya hanya…………..”
“Alhamdulillah kalo anti sadar dengan bahaya yang bisa mengancam anti. Berhati-hatilah ukhti. Jangan membuatNYA cemburu ………….”
Masih panjang dialog ini tapi inti yang ingin saya bahas sudah jelas. Ternyata pertemuan kita bersama mereka yang hanya 2 ½ jam setiap pekannya menyisakan waktu yang banyak untuk mereka mendapat pengaruh dari lingkungan sekitar mereka.
Memang kita tidak bisa mengawasi adik-adik kita 24 jam terus menerus, tapi waktu kita haruslah benar2 berkualitas hingga mereka punya bekal dan imun yang cukup hingga pertemuan berikutnya. Bahkan kita, bisa saja apa yang menimpa adik-adik kita, adalah karena kesalahan kita, adalah imbas dari perbuatan kita.
Jadi, marilah kita sama-sama memperbaiki diri, mendekatkan diri dengan Pemilik Cinta, hingga kata-kata kita menjadi perkataan yang berat yang mampu menghujam hingga hati yang paling dalam.
Aku tertampar dengan kejadian malam ini. Walaupun kusyukuri, dari ceritanya, ia masih bisa menjaga adab pergaulannya, kusyukuri pula bahwa ia memilih dan mempercayaiku untuk bicara, mau terbuka, tapi tetap saja aku sedih karena aku kecolongan. Mungkin yang terjadi ini, imbas dari perbuatanku juga yang jauh dari Pemilik Cinta.
Ya Allah, ampuni kami yang telah mempermainkan hati kami sendiri, menjauhkannya dariMU, Sang Pemilik Hati.
seseorang yang sadar
Bismillah
Di tengah penatnya hari ini, ada sebuah diskusi menarik antara aku dan seorang muridku. Menarik dan membuat hatiku bahagia. Ada juga akhirnya oase di hari ini.
Ceritanya begini,
Saat aku sedang sibuk ber-sms dengan teman2 ADK karena aku tidak bisa menelpon mereka, ia menggangguku dengan pertanyaan : "Suaminya ya bu?"
Aku ketawa aja, dan segera say NO. "Pacarnya ya?" sambungnya lagi.
Sambil tetap ber-sms, kuladeni diskusinya, pendengaranku mengirimkan sinyal ke kepalaku kalo ini kesempatan bagus. Aku suka setiap mereka bertanya seperti itu, aku jadi punya kesempatan untuk memasukkan nilai-nilai islam dalam kehidupan mereka.
"Bukan. Ibu gak punya pacar. Kan dalam Islam, gak boleh pacaran"
"Trus gimana dong bu? Gimana kita bisa kenal dan tau kalo tidak pacaran"
"Kalo Allah buat suatu aturan, berarti Allah memberi tau jalannya untuk itu"
"iya, tapi gimana bu?"
Maka kujelaskan tentang konsep pergaulan antara pria dan wanita dalam islam.
Hingga.....
"Bu, kalo dijodohin gimana, boleh gak?"
Boleh saja. Yang penting tidak berlanjut ke pacaran itu tadi. Kalo dijodohin trus dinikahkan sih gak apa. Tapi kalo dijodohin, trus sudah itu pengenalan dulu lewat pacaran, sama saja boong"
"tapi bu, kita gak boleh kan nyakitin perasaan anaknya orang" tanyanya
"Iya, kita memang gak boleh menyakiti perasaan siapapun"
"Trus gimana caranya? Apalagi dia mau ulang tahun, masak pas ulang tahunnya, saya malah menyakiti. Apalagi baru sebulan bu" ceritanya
"Kamu punya pacar?" tanyaku lugu
Dengan malu-malu "iya bu. Tapi aku mau putus aja. Nanti Allah marah. Tapi aku gak tau gimana ngomongnya nanti malam. Ibu kasi tau ya gimana ngomongnya"
Untuk sesaat aku bengong, bilang gimana ya. Akhirnya kuberitau aja kata-kata yang sekiranya tepat tanpa menyakiti. Gak tau lagi deh nanti jadinya gimana.
Satu hal bahwa salah seorang muridku merubah sikapnya, merubah pandangannya tentang pergaulan membuat hari ini paling tidak ada kisah manisnya.
Ada yang sudah berkali-kali diomongin, bahkan usia kematangan serta pemahaman agamanya masih lebih baik dari muridku ini aja, tapi gak mempan-mempan juga, masih saja bermain-main dengan setan.
Kenapa ya?????
Allah, Ia-lah rahasiaNYA. Karena IA yang memegang setiap hati. Karena IA yang menentukan kepada siapa IA memberikan hidayahNYA. Dan hari ini, muridku, yoga, ia yang mendapatkannya.
Alhamdulillah
Di tengah penatnya hari ini, ada sebuah diskusi menarik antara aku dan seorang muridku. Menarik dan membuat hatiku bahagia. Ada juga akhirnya oase di hari ini.
Ceritanya begini,
Saat aku sedang sibuk ber-sms dengan teman2 ADK karena aku tidak bisa menelpon mereka, ia menggangguku dengan pertanyaan : "Suaminya ya bu?"
Aku ketawa aja, dan segera say NO. "Pacarnya ya?" sambungnya lagi.
Sambil tetap ber-sms, kuladeni diskusinya, pendengaranku mengirimkan sinyal ke kepalaku kalo ini kesempatan bagus. Aku suka setiap mereka bertanya seperti itu, aku jadi punya kesempatan untuk memasukkan nilai-nilai islam dalam kehidupan mereka.
"Bukan. Ibu gak punya pacar. Kan dalam Islam, gak boleh pacaran"
"Trus gimana dong bu? Gimana kita bisa kenal dan tau kalo tidak pacaran"
"Kalo Allah buat suatu aturan, berarti Allah memberi tau jalannya untuk itu"
"iya, tapi gimana bu?"
Maka kujelaskan tentang konsep pergaulan antara pria dan wanita dalam islam.
Hingga.....
"Bu, kalo dijodohin gimana, boleh gak?"
Boleh saja. Yang penting tidak berlanjut ke pacaran itu tadi. Kalo dijodohin trus dinikahkan sih gak apa. Tapi kalo dijodohin, trus sudah itu pengenalan dulu lewat pacaran, sama saja boong"
"tapi bu, kita gak boleh kan nyakitin perasaan anaknya orang" tanyanya
"Iya, kita memang gak boleh menyakiti perasaan siapapun"
"Trus gimana caranya? Apalagi dia mau ulang tahun, masak pas ulang tahunnya, saya malah menyakiti. Apalagi baru sebulan bu" ceritanya
"Kamu punya pacar?" tanyaku lugu
Dengan malu-malu "iya bu. Tapi aku mau putus aja. Nanti Allah marah. Tapi aku gak tau gimana ngomongnya nanti malam. Ibu kasi tau ya gimana ngomongnya"
Untuk sesaat aku bengong, bilang gimana ya. Akhirnya kuberitau aja kata-kata yang sekiranya tepat tanpa menyakiti. Gak tau lagi deh nanti jadinya gimana.
Satu hal bahwa salah seorang muridku merubah sikapnya, merubah pandangannya tentang pergaulan membuat hari ini paling tidak ada kisah manisnya.
Ada yang sudah berkali-kali diomongin, bahkan usia kematangan serta pemahaman agamanya masih lebih baik dari muridku ini aja, tapi gak mempan-mempan juga, masih saja bermain-main dengan setan.
Kenapa ya?????
Allah, Ia-lah rahasiaNYA. Karena IA yang memegang setiap hati. Karena IA yang menentukan kepada siapa IA memberikan hidayahNYA. Dan hari ini, muridku, yoga, ia yang mendapatkannya.
Alhamdulillah
LaGI, TenTAng IbUKu
Bismillah..
Hari ini baru terasa banget bagaimana capeknya ibu selama bertahun-tahun bekerja. Seharian tadi dari jam ½ 7 pagi aku harus ngajar sendiri 31 siswa bandel sampe jam ½ 12 dan diteruskan dengan kelas lain yang tidak kalah memusingkannya hingga jam 5. Seharusnya sampe jam 5, but I cant handle it anymore. Aku harus ngajar sendiri karena pak Putu yang seharusnya jadi partner ngajar hari ini lagi ke Claket, dalam kegiatan LDKS OSIS. Jam 3, saat istirahat pertama, kelas saya bubarkan. Aku gak kuat, aku gak tahan, emosiku terkuras habis. Bukan karena aku sibuk marah-marah, justru karena aku gak boleh dan gak bisa marah pada saat dimana sebenarnya aku berhak untuk marah, itu semua membuat batinku rasanya penuh. Setiap anak menuntut banyak hal yang membuatku pusing.
Belum juga aku seperti dikerjai oleh HP-ku sendiri. Mikroponnya tiba2 saja rusak tak ada angin tak ada hujan. Sementara ada hal yang harus aku bicarakan dengan orag-orang di luar sana. Setiap aku menghubungi mereka, selalu tidak bisa berkomunikasi. They can’t hear me. Aku hanya bisa diam, ya, itu yang sering dan selalu kulakukan when i know i must do something but i don’t know what am i supposed to do. After that, aku pun pulang. Entah apa yang ada di benakku tadi. Aku tidak peduli jika besok aku dipanggil oleh kaprog untuk mempertanyakan alasanku memulangkan siswa lebih awal dari seharusnya. Aku bahkan saat itu tidak peduli jika yang kulakukan tadi akan membuatku kehilangan pekerjaan ini. Tadi, aku muncul sebagai orang yang apatis. I don’t care what will happen after this. I just wanna go home. That’s it
Di bemo pulang, aku tidak bisa membendung air mataku. Wajah ibu terus terbayang. Aku begitu capek hingga tak kuasa menahan beban. Dan ibuku, beliau telah melakukan apa yang aku lakukan selama hampir 30 tahun lamanya. Mengertilah aku sekarang, mengapa setiap ia pulang sekolah, walaupun senyum dan ciuman yang ia bawa, tetap saja ada gurat lelah di wajah indah itu. Paham aku sekarang mengapa ibu bisa marah jika saat ibu pulang, didapatinya rumah masih berantakan sedangkan kami asyik tidur-tiduran. Mengapa pula ia tidak suka ketika sepulang sekolah, ternyata kami mengecewakan beliau dengan masakan yang mungkin kurang asin atau malah keasinan atau malah gak jelas rasanya. Kalo saja ibu tau, gak ada yang bisa masak seenak ibu.
Aku mengerti semuanya sekarang. Ia menahan emosi itu, ia bergelut dengan masalah-masalah di sekolah, dengan murid-murid yang beraneka macam kemauannya, 30 tahun, dan itu semua untuk kami. Belum cukup itu, beliau tetap tampil sebagai wanita luar biasa di rumah. Guru yang begitu ditakuti, disegani dan penuh keanggunan di sekolah, tampil menjadi wanita yang anggun sekaligus tegas dan bersahaja di dalam rumah.
Ibu, ibulah guru abadiku, guru kehidupanku
Hari ini baru terasa banget bagaimana capeknya ibu selama bertahun-tahun bekerja. Seharian tadi dari jam ½ 7 pagi aku harus ngajar sendiri 31 siswa bandel sampe jam ½ 12 dan diteruskan dengan kelas lain yang tidak kalah memusingkannya hingga jam 5. Seharusnya sampe jam 5, but I cant handle it anymore. Aku harus ngajar sendiri karena pak Putu yang seharusnya jadi partner ngajar hari ini lagi ke Claket, dalam kegiatan LDKS OSIS. Jam 3, saat istirahat pertama, kelas saya bubarkan. Aku gak kuat, aku gak tahan, emosiku terkuras habis. Bukan karena aku sibuk marah-marah, justru karena aku gak boleh dan gak bisa marah pada saat dimana sebenarnya aku berhak untuk marah, itu semua membuat batinku rasanya penuh. Setiap anak menuntut banyak hal yang membuatku pusing.
Belum juga aku seperti dikerjai oleh HP-ku sendiri. Mikroponnya tiba2 saja rusak tak ada angin tak ada hujan. Sementara ada hal yang harus aku bicarakan dengan orag-orang di luar sana. Setiap aku menghubungi mereka, selalu tidak bisa berkomunikasi. They can’t hear me. Aku hanya bisa diam, ya, itu yang sering dan selalu kulakukan when i know i must do something but i don’t know what am i supposed to do. After that, aku pun pulang. Entah apa yang ada di benakku tadi. Aku tidak peduli jika besok aku dipanggil oleh kaprog untuk mempertanyakan alasanku memulangkan siswa lebih awal dari seharusnya. Aku bahkan saat itu tidak peduli jika yang kulakukan tadi akan membuatku kehilangan pekerjaan ini. Tadi, aku muncul sebagai orang yang apatis. I don’t care what will happen after this. I just wanna go home. That’s it
Di bemo pulang, aku tidak bisa membendung air mataku. Wajah ibu terus terbayang. Aku begitu capek hingga tak kuasa menahan beban. Dan ibuku, beliau telah melakukan apa yang aku lakukan selama hampir 30 tahun lamanya. Mengertilah aku sekarang, mengapa setiap ia pulang sekolah, walaupun senyum dan ciuman yang ia bawa, tetap saja ada gurat lelah di wajah indah itu. Paham aku sekarang mengapa ibu bisa marah jika saat ibu pulang, didapatinya rumah masih berantakan sedangkan kami asyik tidur-tiduran. Mengapa pula ia tidak suka ketika sepulang sekolah, ternyata kami mengecewakan beliau dengan masakan yang mungkin kurang asin atau malah keasinan atau malah gak jelas rasanya. Kalo saja ibu tau, gak ada yang bisa masak seenak ibu.
Aku mengerti semuanya sekarang. Ia menahan emosi itu, ia bergelut dengan masalah-masalah di sekolah, dengan murid-murid yang beraneka macam kemauannya, 30 tahun, dan itu semua untuk kami. Belum cukup itu, beliau tetap tampil sebagai wanita luar biasa di rumah. Guru yang begitu ditakuti, disegani dan penuh keanggunan di sekolah, tampil menjadi wanita yang anggun sekaligus tegas dan bersahaja di dalam rumah.
Ibu, ibulah guru abadiku, guru kehidupanku
Friday, September 08, 2006
Dimanakah KEikHLasaN BeRAda??
Obrolan selepas lingkaran tarbiyah bersama seorang teman selingkaran menyisakan pertanyaan panjang dan kegelisahan. Forum tarbiyah adalah forum dimana setiap cinta dan keihlasanlah yang seharusnya melandasi setiap kedatangan bukan sekedar rutinitas yang harus dilakukan setiap minggunya suka atau tidak suka.
Dalam buku “Sudahkah Kita Tarbiyah”, dijelaskan bahwa kita dikatakah tarbiyah bukan karena kita punya halaqoh, bukan karena kita punya rutinitas pekanan, bukan pula kita punya amalan yaumiah yang harus kita laporkan setiap pekannya atau hal-hal formal teknis lainnya yang sering kita lakukan. Kita dikatakan tarbiyah manakala tarbiyah itu mampu membuat kita berubah, manakala selepas halaqoh pekanan itu semangat baru yang akan kita bawa pulang. Tarbiyah yang sehat adalah ketika setiap peserta tarbiyah menjadikan lingkar itu sebagai acara yang ditunggu-tunggu, yang akan meng-cancel setiap acara yang datang jika bertabrakan dengan jadwal halaqoh. Disaat pertemuan itu menimbulkan kegembiraan yang sangat dan perpisahan menyisakan kesedihan, di saat taujih dan materi dari “mbak” atau “mas” menjadi kekuatan tersendiri dan membumi, tidak mengawang-ngawang, maka itulah halaqoh dambaan.
Hari ini, saya belajar satu hal.
Bahwa keikhlasan tidak bisa berhenti hanya pada materi saja, tapi harus diimplementasikan. Ketika sebuah kekeliruan dilakukan oleh saudara2 kita, maka 72 prasangka baik yang harus kita kedepankan. Tidak perlu merasa waktu kita terbuang karena khilaf saudara kita. Keikhlasan yang kita miliki sudah cukup untuk mendatangkan rahmat Allah. Celakanya adalah ketika sikap yang ingin dihormati, sikap yang merasa dipermainkan, sikap yang menunjukkan tidak adanya keikhlasan justru ditunjukkan oleh orang yang selama ini dituakan. Aku ingin marah akan sikap itu. Bukankah kita telah diajarkan bahwa tidak ada yang sia-sia jika kita melandaskan setiap amalan kita, melangkahkan kaki kita karena Allah. Banyak sudah syuro yang harus dicancel atau kejadian2 yang terjadi diluar skenario, tapi jika itu semua disikapi dengan perasaan merasa dipermainkan, merasa waktunya terbuang percuma, sungguh akan menghilangkan keberkahan dakwah. Cukuplah kiranya Allah yang akan menilai kedatangan kita, langkah kaki kita dalam sebuah forum yang meskipun ternyata forum itu batal dan masih ada keridhoan serta keikhlasan disana.
Sungguh, aku kecewa dengan kata-kata itu. Dimana keikhlasan dan pengorbanan yang selama ini diperbincangkan? Sungguh, jangan mengulangnya lagi karena da’I itu dicontoh bukan saja dari yang keluar dari bibirnya, tapi juga dari sikap dan pemikirannya. Dan janganlah merasa begitu penting di dalam dakwah karena dakwah tidak pernah membutuhkan siapapun. Ada atau tidak adanya kita, roda dakwah ini akan terus berputar. Jangan takabbur, jangan ambil pakaiannya Allah
Dalam buku “Sudahkah Kita Tarbiyah”, dijelaskan bahwa kita dikatakah tarbiyah bukan karena kita punya halaqoh, bukan karena kita punya rutinitas pekanan, bukan pula kita punya amalan yaumiah yang harus kita laporkan setiap pekannya atau hal-hal formal teknis lainnya yang sering kita lakukan. Kita dikatakan tarbiyah manakala tarbiyah itu mampu membuat kita berubah, manakala selepas halaqoh pekanan itu semangat baru yang akan kita bawa pulang. Tarbiyah yang sehat adalah ketika setiap peserta tarbiyah menjadikan lingkar itu sebagai acara yang ditunggu-tunggu, yang akan meng-cancel setiap acara yang datang jika bertabrakan dengan jadwal halaqoh. Disaat pertemuan itu menimbulkan kegembiraan yang sangat dan perpisahan menyisakan kesedihan, di saat taujih dan materi dari “mbak” atau “mas” menjadi kekuatan tersendiri dan membumi, tidak mengawang-ngawang, maka itulah halaqoh dambaan.
Hari ini, saya belajar satu hal.
Bahwa keikhlasan tidak bisa berhenti hanya pada materi saja, tapi harus diimplementasikan. Ketika sebuah kekeliruan dilakukan oleh saudara2 kita, maka 72 prasangka baik yang harus kita kedepankan. Tidak perlu merasa waktu kita terbuang karena khilaf saudara kita. Keikhlasan yang kita miliki sudah cukup untuk mendatangkan rahmat Allah. Celakanya adalah ketika sikap yang ingin dihormati, sikap yang merasa dipermainkan, sikap yang menunjukkan tidak adanya keikhlasan justru ditunjukkan oleh orang yang selama ini dituakan. Aku ingin marah akan sikap itu. Bukankah kita telah diajarkan bahwa tidak ada yang sia-sia jika kita melandaskan setiap amalan kita, melangkahkan kaki kita karena Allah. Banyak sudah syuro yang harus dicancel atau kejadian2 yang terjadi diluar skenario, tapi jika itu semua disikapi dengan perasaan merasa dipermainkan, merasa waktunya terbuang percuma, sungguh akan menghilangkan keberkahan dakwah. Cukuplah kiranya Allah yang akan menilai kedatangan kita, langkah kaki kita dalam sebuah forum yang meskipun ternyata forum itu batal dan masih ada keridhoan serta keikhlasan disana.
Sungguh, aku kecewa dengan kata-kata itu. Dimana keikhlasan dan pengorbanan yang selama ini diperbincangkan? Sungguh, jangan mengulangnya lagi karena da’I itu dicontoh bukan saja dari yang keluar dari bibirnya, tapi juga dari sikap dan pemikirannya. Dan janganlah merasa begitu penting di dalam dakwah karena dakwah tidak pernah membutuhkan siapapun. Ada atau tidak adanya kita, roda dakwah ini akan terus berputar. Jangan takabbur, jangan ambil pakaiannya Allah
Wednesday, September 06, 2006
Marah Itu mudah, Tapi.....
Tadi pagi ada seorang muridku yang marah-marah sama teman sekelasnya karena GELANGnya yang dibuat mainan. (padahal dia yang ceroboh karena gelang itu terlepas sendiri dari tangannya). Kemarin aku lihat seorang ibu marah-marah sama anaknya karena anaknya JATUH. Aku pernah dimarahi sama bapak di loket kampus karena bayar SPP sudah jam 2 (padahal jam 2 masih jam kantor, mungkin beliau sudah ngantuk kali ya). Ada juga teman kos yang langsung ambil sikap diam seribu bahasa hanya karena teman kos yang lain dengan seenaknya mengganti channel TV. Trus juga, seorang supir yang marah-marah gak jelas sama penumpang yang gak mau naik mobilnya karena sudah terlihat penuh dan si calon penumpang enggan berdesakan (padahal haknya juga kan mau naik ato tidak). Juga seorang bapak yang marah-marah karena dipipisi sama anak kandungnya sendiri (emang si bayi tau apa gimana minta izin ke toilet).
Banyak kejadian yang terjadi di sekitar kita. Orang-orang atau bahkan kita sendiri pernah marah, jengkel hanya karena alasan-alasan kecil. alasan-alasan yang selalu bisa dikompromikan dengan cara lebih baik. Persahabatan yang harus berakhir karena perbedaan sepele, komitmen yang tiba-tiba hancur karena kesalahpahaman yang tidak seharusnya terjadi. Keegoisan, atas nama itulah, orang-orang kemudian merasa harus marah.
Apakah marah itu salah? Apakah marah itu berdosa?
Tidak, marah bukan kesalahan. Lantas?
Perasaan marah adalah salah satu perasaan yang Alah hadirkan untuk kita, dan itu sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan marah. Sahabat Abu Bakar pernah marah, sahabat Umar pernah marah ketika mengetahui Hafsah, anaknya yang juga istri Rasulullah meminta harta dunia dari Rasulullah. Abu Bakar marah ketika kaum muslimin meninggalkan zakat sepeninggal Rasulullah. Sejatinya, marah bukan kesalahan tapi alasan kita untuk marah, itulah yang penting. Yang kita pertahankan itu apa? Yang kita debatkan itu apa? Dan bagaimana cara kita berdebat, itu yang perlu digarisbawahi.
Marah itu mudah. Tapi marah kepada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik, bukanlah hal mudah (Aristoteles dalam The Nicomachean Ethics)
Banyak kejadian yang terjadi di sekitar kita. Orang-orang atau bahkan kita sendiri pernah marah, jengkel hanya karena alasan-alasan kecil. alasan-alasan yang selalu bisa dikompromikan dengan cara lebih baik. Persahabatan yang harus berakhir karena perbedaan sepele, komitmen yang tiba-tiba hancur karena kesalahpahaman yang tidak seharusnya terjadi. Keegoisan, atas nama itulah, orang-orang kemudian merasa harus marah.
Apakah marah itu salah? Apakah marah itu berdosa?
Tidak, marah bukan kesalahan. Lantas?
Perasaan marah adalah salah satu perasaan yang Alah hadirkan untuk kita, dan itu sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan marah. Sahabat Abu Bakar pernah marah, sahabat Umar pernah marah ketika mengetahui Hafsah, anaknya yang juga istri Rasulullah meminta harta dunia dari Rasulullah. Abu Bakar marah ketika kaum muslimin meninggalkan zakat sepeninggal Rasulullah. Sejatinya, marah bukan kesalahan tapi alasan kita untuk marah, itulah yang penting. Yang kita pertahankan itu apa? Yang kita debatkan itu apa? Dan bagaimana cara kita berdebat, itu yang perlu digarisbawahi.
Marah itu mudah. Tapi marah kepada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik, bukanlah hal mudah (Aristoteles dalam The Nicomachean Ethics)
Tuesday, September 05, 2006
Triple E akHIRnya BeRsatU
Sepulang ngajar, di depan pintu kost-an sudah tercium baunya dek eya, adekku yang 2 bulan ini pulang liburan ke ambon. Hiperbolis ya. Soalnya aku liat ada sendalnya di rak sepatu depan rumah trus suara ribut khas eya sudah kedengeran sampe luar. Finally 3E –triple E (eby, eya, ega) kumpul lagi. Seru-seruan ngobrol tentang keadaan rumah sekarang bikin aku pengen banget pulang. Sebenarnya sih capek banget tapi berhubung eya datang, jadinya kita ngobrol sampe jam 12 malam. Itu aja sebenarnya belum selesai obrolannya. Kalo gak ingat besok harus ngajar dan kudu istirahat, mungkin kita bisa gak tidur tuh saking serunya.
Berita terbaru, adekku yang bungsu sudah memasuki masa ballighnya. Sehari sebelum eya pulang ke surabaya, eya mandiin dek uni dulu. Adek-adekku sudah tumbuh. Mereka bukan lagi adek-adekku yang selalu minta kukeloni bila ingin tidur. Mereka telah tumbuh menjadi dirinya, yang kadang masih sarat dengan prinsip-prinsip yang tidak kuat. Dek, jaga diri baik-baik ya. Jangan sampai masa remajamu ini berlalu dengan sia-sia. Sekarang tinggal dek uni di rumah sama ibu dan papa, ca eby titip ibu dan papa ya. Jangan membantah mereka, dengar dan ikuti selalu perintah mereka terutama ibu. Jaga mereka ya dek. Maafkan kami, kakak-kakakmu yang meninggalkanmu sendirian. Peercayalah, suatu saat kami akan kembali. Karena rumah cinta itu terasa selalu memanggil kami pulang
Berita terbaru, adekku yang bungsu sudah memasuki masa ballighnya. Sehari sebelum eya pulang ke surabaya, eya mandiin dek uni dulu. Adek-adekku sudah tumbuh. Mereka bukan lagi adek-adekku yang selalu minta kukeloni bila ingin tidur. Mereka telah tumbuh menjadi dirinya, yang kadang masih sarat dengan prinsip-prinsip yang tidak kuat. Dek, jaga diri baik-baik ya. Jangan sampai masa remajamu ini berlalu dengan sia-sia. Sekarang tinggal dek uni di rumah sama ibu dan papa, ca eby titip ibu dan papa ya. Jangan membantah mereka, dengar dan ikuti selalu perintah mereka terutama ibu. Jaga mereka ya dek. Maafkan kami, kakak-kakakmu yang meninggalkanmu sendirian. Peercayalah, suatu saat kami akan kembali. Karena rumah cinta itu terasa selalu memanggil kami pulang
"Anak"ku Menikah
Aku punya 2 sahabat kecil. Dua adik akhwat yang sangat dekat walaupun kami berbeda kampus. Dua adik yang punya panggilan sayang untukku “ibu”. Sebelumnya mereka memanggilku “mbak” seperti biasanya and they call me “ibu” since Juli 2005. Karena waktu itu ada agenda dakwah yang membuat kami bersama-sama hampir sebulan lamanya. Dalam sebulan itu, mereka berdua jadi tanggungjawabku. Kadang aku bahkan over protektif sama mereka. Kadang pula, aku yang memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan mereka. Banyak cerita yang mereka bagi. Mungkin karena aku yang sering ngatur-ngatur keperluan&kepentingan mereka dan juga jadi “tempat sampah” yang baik untuk mereka, maka mereka mulai memanggilku “ibu”. Yah, they are my lovely little sister also my lovely little daughter.
Pasca itu, kami memang jarang bertemu karena kampus yang berbeda tapi komunikasi tetap baik. Kadang mereka mengunjungiku atau aku yang mengunjungi mereka. Hingga satu hari, aku menjadi panitia dalam satu acara dan mereka sama-sama kuundang menjadi wakil dari LDK mereka. Finally, kita bertiga kumpul lagi. Sambil bercanda, mereka bilang “ibu akhirnya bertemu kembali dengan dua anaknya, lengkap”.
Nama mereka pun hampir sama. Krisna dan Itsna. Aku sering keliru. Bukan tidak bisa membedakan mereka tapi kadang kalo bicara sama krisna, aku bilangnya dek itsna. Tapi kalo lagi bicara sama itsna, malah aku bilangnya dek krisna. Biar aman, aku ngobrolnya pake “na..na” aja.
Ahad kemarin, satu diantara “anak”ku itu menikah. Berita pernikahannya sudah ia beritahu lewat telpon 3 minggu sebelumnya. Aku bahagia mendengarnya. Tapi menjelang hari H, aku sedih, entah mengapa, aku sedih.
Kamis malam, aku ke kostnya karena jumat pagi ia akan puang ke rumah menyiapkan segala sesuatunya. Kuputuskan harus menemuinya sebelum ia menyandang status baru karena maybe after that, akan lebih sulit bagiku menemuinya.
Diantar pak sahab aku menemuinya. Kami berbicara, bercerita banyak hal dan aku bisa menahan agar tidak ada air mata yang ia lihat. Walaupun aku tahu ia sudah menyadari bahwa hatiku menangis karena suaraku tidak bisa menyembunyikannya. Ia pun begitu. Tampak jelas ia berusaha menahan tangis.
Bukan pernikahan yang kami sedihkan, yang kami tangisi. Tapi aku takut satu hal. Bahwa porsi untukku berkurang. Iya, dia memang harus meletakkan suaminya dalam porsi teratas tapi apakah akan mengambil porsiku di hatinya? Aku teramat menyayangi kedua sahabatku itu. Aku bahkan pernah bertengkar dengan seorang ikhwan karena mereka. Bagiku, mereka sangat penting. Malam itu aku memintanya untuk tetap menjadi sahabatku, saudaraku, adikku, “anakku” yang dulu. Dan malam itu ia menjanjikanku satu hal bahwa ia akan tetap menjadi dia yang dulu, bahwa ia akan tetap memberikan porsinya untukku.
Ya Allah, maafkan keegoisan hambaMU ini
Waktu akan pulang, ternyata benteng pertahananku itu roboh, di depan pagar tak bisa kubendung lagi perasaanku ketika ia bilang
“mbak, mbak harusnya bahagia untukku”
“Dek, mbak belum siap berbagi anti”
Mata kami sama2 basah dan kucium pipinya mendoakan yang terbaik untuknya.
Sebuah sms kulayangkan untuknya setibaku di rumah : “dek, aq bahagia u/ kbhagiaan anti, tapi aq cm tdk ingin khlgn 1 saudara lg krn prnkhn.Sdh byk tmn yang pergi mghlang stlh mrk mnikah. Ana gak ingin itu tjd pd anti.Afwan”
Kemarin, aku ke rumahnya. 4 jam perjalanan dari surabaya. Aku pergi bersama “anak”ku yang lain. Dalam bus ia berkata, “bu, anak ibu tinggal aku nih, dijaga ya bu”
Adekku kelihatan begitu cantik dengan balutan putihnya. Wajahnya tampak bahagia. Hatiku bahagia melihatnya dalam kebahagiaan itu.
Maka, sebuah surat kulayangkan untuknya di hari yang bersejarah itu :
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…..
Ba’da tahmid wa shalawat
”dan diantara tanda-tanda kekuasaanNYA ialah DIA menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNYA diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS Ar-Ruum : 21)”
Boeat ukhti ******na, “anakku” yang dirahmati Allah...
Ingin kiranya ana berpesan kepadamu tentang azzammu....
jika engkau sudah menguatkan azzammu untuk selangkah lebih maju ke jenjang pernikahan, maka bersyukurlah dan tunggulah keputusanNYA. Sungguh, Allah pasti memberikan yang terbaik buat hamba-hambaNYA dan Allah tidak membebani hambaNYA melebihi kemampuannya.
Adekku yang kusayangi karena Allah....
Pernikahan adalah suatu jembatan legalisasi dari Allah atas perbuatan haram menjadi halal, adalah setengah dari kesempurnaan dien, adalah awal proses dalam membentuk keluarga SAMARA sebagai tempat pembentukan jundi-jundiyah menjadi GENERASI RABBANI. Dan dlam prosesnya pastilah ada aral dan rintangan menghadang baik itu sebagai musibah dari Allah atau busuknya tipu daya syetan atas ujian akan keimanan dan keikhlasan, jangan sekali-kali engkau mundur karenanya, jadikan itu sebagai bunga rampainya pernikahan yang akan membikin semerbak harum dan indahnya pernikahanmu, bersabarlah....
Maka dari itu, yang terpenting bagimu adalah siapkan bekal ILMU, karena engkau akan berhati-hati dalam melangkah dan membentengi HATIMU. Kedua bekal MENTALmu, agar engkau senantiasa tegar, sabar, tiada putus asa dan yakin akan keputusan Allah.
Ingatlah wahai ukhti......
Jadilh perhiasan yang paling indah di mata suamimu, ridholah atas segala keputusannya selama tidak melanggar ketentuan Allah dan rasulNYA, serta jangan sekali-kali kau katakan kata-kata yang menyakitkannya, dan jangan kau jadi sebagian FITNAH untuknya. Jadilah tetesan embun yang menyejukkan dikala hatinya kering, jadilah penerang dikala gelap hatinya, dan jadilah penenang dikala gundah gulana hatinya. Pahamilah, sungguh betapa berat beban yang dipikulnya menyelamatkan diri, engkau dan keluarga yang dipimpinnya dari siksa api neraka. Ingatlah sabda Rasul : "Apabila seorang wanita menyempurnakan shalat lima waktu, menyelesaikan puasa Ramadhannya, tidak serong dan taat pada suami, sungguh Allah akan memasukkan surga baginya dari pintu mana saja yang dia kehendaki".
Ukhti yang penyayang....
Jadilah mitra kerjanya yang utama dalam menjadi MADRASAH dan MASJID dalam membentu generasi-generasi RABBANI. Tersenyumlah dan jadikanlah dirimu indah dan menyenangkan dipandangannya, agar engkau mampu meraih ridhonya. Amin
Ukhti yang kucintai dan sayangi karena Allah.....
Mungkin itu yang bisa kuberikan, sebagai wujud cinta dan sayangku kepadamu, maafkan jika ada yang menyinggungmu. Semoga Allah memberikan kekuatan atas azzam dan kemudahan dalam melangkah. Amin
Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga. Jua Allah yang maha menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world "Akhirat". Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian. Allahumma Aamiin.
Barakallahu, untuk pengantin muda. Mudah-mudahan aku mampu mengikuti tapak kalian yang begitu berani mengambil sebuah keputusan besar, yang begitu nyata menandakan ketaqwaan kepada Allah serta ketaatan kepada sunnah Rasul Pilihan.
Dan buat my new brother
Dan sejenak itu Mitsaqan galizha..
Mujahid..bidadarimu jemputlah..
Dialah separuh sayap..
separuh pemakna resah
pun separuh jiwa yang lelah..
perjanjian teguh itu akan menangkupkan jiwanya dan mu
Namun jangan terlena mujahid..
Ini awal derap panjang..
bawalah dia bersama lewat perjuangan menuju cintaNya
kampoeng surabaya selesei titik 4.23 am di 3 September 2006
teriring cinta yang sangat dari ku untuk :
******na dan the new brother (orang yang tidak pernah kutahu sebelumnya)
Sakinah, mawaddah warahmah-lah kelak...
amiin
With love,
“ibu”
Pasca itu, kami memang jarang bertemu karena kampus yang berbeda tapi komunikasi tetap baik. Kadang mereka mengunjungiku atau aku yang mengunjungi mereka. Hingga satu hari, aku menjadi panitia dalam satu acara dan mereka sama-sama kuundang menjadi wakil dari LDK mereka. Finally, kita bertiga kumpul lagi. Sambil bercanda, mereka bilang “ibu akhirnya bertemu kembali dengan dua anaknya, lengkap”.
Nama mereka pun hampir sama. Krisna dan Itsna. Aku sering keliru. Bukan tidak bisa membedakan mereka tapi kadang kalo bicara sama krisna, aku bilangnya dek itsna. Tapi kalo lagi bicara sama itsna, malah aku bilangnya dek krisna. Biar aman, aku ngobrolnya pake “na..na” aja.
Ahad kemarin, satu diantara “anak”ku itu menikah. Berita pernikahannya sudah ia beritahu lewat telpon 3 minggu sebelumnya. Aku bahagia mendengarnya. Tapi menjelang hari H, aku sedih, entah mengapa, aku sedih.
Kamis malam, aku ke kostnya karena jumat pagi ia akan puang ke rumah menyiapkan segala sesuatunya. Kuputuskan harus menemuinya sebelum ia menyandang status baru karena maybe after that, akan lebih sulit bagiku menemuinya.
Diantar pak sahab aku menemuinya. Kami berbicara, bercerita banyak hal dan aku bisa menahan agar tidak ada air mata yang ia lihat. Walaupun aku tahu ia sudah menyadari bahwa hatiku menangis karena suaraku tidak bisa menyembunyikannya. Ia pun begitu. Tampak jelas ia berusaha menahan tangis.
Bukan pernikahan yang kami sedihkan, yang kami tangisi. Tapi aku takut satu hal. Bahwa porsi untukku berkurang. Iya, dia memang harus meletakkan suaminya dalam porsi teratas tapi apakah akan mengambil porsiku di hatinya? Aku teramat menyayangi kedua sahabatku itu. Aku bahkan pernah bertengkar dengan seorang ikhwan karena mereka. Bagiku, mereka sangat penting. Malam itu aku memintanya untuk tetap menjadi sahabatku, saudaraku, adikku, “anakku” yang dulu. Dan malam itu ia menjanjikanku satu hal bahwa ia akan tetap menjadi dia yang dulu, bahwa ia akan tetap memberikan porsinya untukku.
Ya Allah, maafkan keegoisan hambaMU ini
Waktu akan pulang, ternyata benteng pertahananku itu roboh, di depan pagar tak bisa kubendung lagi perasaanku ketika ia bilang
“mbak, mbak harusnya bahagia untukku”
“Dek, mbak belum siap berbagi anti”
Mata kami sama2 basah dan kucium pipinya mendoakan yang terbaik untuknya.
Sebuah sms kulayangkan untuknya setibaku di rumah : “dek, aq bahagia u/ kbhagiaan anti, tapi aq cm tdk ingin khlgn 1 saudara lg krn prnkhn.Sdh byk tmn yang pergi mghlang stlh mrk mnikah. Ana gak ingin itu tjd pd anti.Afwan”
Kemarin, aku ke rumahnya. 4 jam perjalanan dari surabaya. Aku pergi bersama “anak”ku yang lain. Dalam bus ia berkata, “bu, anak ibu tinggal aku nih, dijaga ya bu”
Adekku kelihatan begitu cantik dengan balutan putihnya. Wajahnya tampak bahagia. Hatiku bahagia melihatnya dalam kebahagiaan itu.
Maka, sebuah surat kulayangkan untuknya di hari yang bersejarah itu :
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…..
Ba’da tahmid wa shalawat
”dan diantara tanda-tanda kekuasaanNYA ialah DIA menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNYA diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS Ar-Ruum : 21)”
Boeat ukhti ******na, “anakku” yang dirahmati Allah...
Ingin kiranya ana berpesan kepadamu tentang azzammu....
jika engkau sudah menguatkan azzammu untuk selangkah lebih maju ke jenjang pernikahan, maka bersyukurlah dan tunggulah keputusanNYA. Sungguh, Allah pasti memberikan yang terbaik buat hamba-hambaNYA dan Allah tidak membebani hambaNYA melebihi kemampuannya.
Adekku yang kusayangi karena Allah....
Pernikahan adalah suatu jembatan legalisasi dari Allah atas perbuatan haram menjadi halal, adalah setengah dari kesempurnaan dien, adalah awal proses dalam membentuk keluarga SAMARA sebagai tempat pembentukan jundi-jundiyah menjadi GENERASI RABBANI. Dan dlam prosesnya pastilah ada aral dan rintangan menghadang baik itu sebagai musibah dari Allah atau busuknya tipu daya syetan atas ujian akan keimanan dan keikhlasan, jangan sekali-kali engkau mundur karenanya, jadikan itu sebagai bunga rampainya pernikahan yang akan membikin semerbak harum dan indahnya pernikahanmu, bersabarlah....
Maka dari itu, yang terpenting bagimu adalah siapkan bekal ILMU, karena engkau akan berhati-hati dalam melangkah dan membentengi HATIMU. Kedua bekal MENTALmu, agar engkau senantiasa tegar, sabar, tiada putus asa dan yakin akan keputusan Allah.
Ingatlah wahai ukhti......
Jadilh perhiasan yang paling indah di mata suamimu, ridholah atas segala keputusannya selama tidak melanggar ketentuan Allah dan rasulNYA, serta jangan sekali-kali kau katakan kata-kata yang menyakitkannya, dan jangan kau jadi sebagian FITNAH untuknya. Jadilah tetesan embun yang menyejukkan dikala hatinya kering, jadilah penerang dikala gelap hatinya, dan jadilah penenang dikala gundah gulana hatinya. Pahamilah, sungguh betapa berat beban yang dipikulnya menyelamatkan diri, engkau dan keluarga yang dipimpinnya dari siksa api neraka. Ingatlah sabda Rasul : "Apabila seorang wanita menyempurnakan shalat lima waktu, menyelesaikan puasa Ramadhannya, tidak serong dan taat pada suami, sungguh Allah akan memasukkan surga baginya dari pintu mana saja yang dia kehendaki".
Ukhti yang penyayang....
Jadilah mitra kerjanya yang utama dalam menjadi MADRASAH dan MASJID dalam membentu generasi-generasi RABBANI. Tersenyumlah dan jadikanlah dirimu indah dan menyenangkan dipandangannya, agar engkau mampu meraih ridhonya. Amin
Ukhti yang kucintai dan sayangi karena Allah.....
Mungkin itu yang bisa kuberikan, sebagai wujud cinta dan sayangku kepadamu, maafkan jika ada yang menyinggungmu. Semoga Allah memberikan kekuatan atas azzam dan kemudahan dalam melangkah. Amin
Semoga Allah selalu menghimpunkan kalian (yang saling mencintai karena Allah dalam ikatan halal pernikahan) dalam kebaikan. Mudah-mudahan Allah yang maha lembut melimpahkan kepada kalian bening saripati cinta, cinta yang menghangati nafas keluarga, cinta yang menyelamatkan. Semoga Allah memampukan kalian membingkai keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Semoga Allah mematrikan helai keikhlasan di setiap gerak dalam keluarga. Jua Allah yang maha menetapkan, mengekalkan ikatan pernikahan tidak hanya di dunia yang serba fana tapi sampai ke sana, the real world "Akhirat". Mudah-mudahan kalian selamat mendayung sampai ketepian. Allahumma Aamiin.
Barakallahu, untuk pengantin muda. Mudah-mudahan aku mampu mengikuti tapak kalian yang begitu berani mengambil sebuah keputusan besar, yang begitu nyata menandakan ketaqwaan kepada Allah serta ketaatan kepada sunnah Rasul Pilihan.
Dan buat my new brother
Dan sejenak itu Mitsaqan galizha..
Mujahid..bidadarimu jemputlah..
Dialah separuh sayap..
separuh pemakna resah
pun separuh jiwa yang lelah..
perjanjian teguh itu akan menangkupkan jiwanya dan mu
Namun jangan terlena mujahid..
Ini awal derap panjang..
bawalah dia bersama lewat perjuangan menuju cintaNya
kampoeng surabaya selesei titik 4.23 am di 3 September 2006
teriring cinta yang sangat dari ku untuk :
******na dan the new brother (orang yang tidak pernah kutahu sebelumnya)
Sakinah, mawaddah warahmah-lah kelak...
amiin
With love,
“ibu”
Friday, September 01, 2006
Sebuah Episode Tentang Pak Sahab
Pak sahab namanya. Umurnya kutaksir 53-an tahun. Perawakan tinggi kurus dengan tampilan sederhana. Ramah, supel, baik hati, plus murah senyum. Itu gambaranku akan sosok seorang pak sahab, becak langgananku.
Tidak seperti biasanya, malam itu ketika ia mengantarku beli makan, becak dikayuh dengan sangat pelan.
“Pak, sakit ta?” tanyaku karena biasanya ia tidak sepelan ini dan juga tidak sediam ini
“Iya mbak ebi. Kaki saya canthengan” Jawabnya dengan suara yang lemah
“Sejak kapan? Kaki yang mana pak” tanyaku lagi dan kini aku membalikkan wajahku agar bisa melihatnya
“Tadi siang mbak, tapi cuma yang kanan kok” jawabnya lagi masih dalam suara yang lemah
Sesampainya di depan pagar kos, aku turun dan meninggalkannya sambil berucap
“Terimakasih ya pak, semoga lekas sembuh” yang kemudian diaminkan olehnya
Tadi siang, sepulang dari rumah teman, turun dari angkot, kulihat pak shahab sedang duduk dalam diamnya. Kuhampiri untuk menanyakan keadaanya
“Gimana pak kakinya? Sudah enakan?” tanyaku
“Ini mbak”.
Ia memperlihatkan jari kaki manisnya ke aku dan perutku langsung mual. Ternyata jarinya sudah putus. Sekarang jari manis itu tinggal setengah. Dagingnya kelihatan dan merah darah terlihat seperti membeku. Kepalaku pening dan perutku berputar-putar.
“Kok jadi gini pak? Bukannya kemarin Cuma canthengan? Kok malah putus sih? Kapan?” aku memboronginya dengan pertanyaan
“Gak tahu mbak. Tadi malam tuh tambah nyut-nyut gitu. Trus tadi pagi saya usap-usap sendiri, eh malah lepas” jawabnya dengan datar
“Aduuh pak. Sudah ke dokter? Bapak kenapa gak istirahat aja sih di kos?”
“Ke dokter gimana mbak, duitnya gak ada. Kalaupun ada, mendingan juga dibawa ke anak”
Ada yang meleleh di hati ini. Orang tua, semulia inikah hati orang tua. Tidak memikirkan dirinya, hanya anaknyalah alasan ia bertahan dalam sakit.
“kalo gitu diperban aja pak. Biar gak infeksi. Ayo ke kost saya pak, ada perban di kost, nanti saya perban” kataku sambil menghalau lalat yang ingin mengerubungi jari itu
“Gak usah mbak, nanti malah lama keringnya” jawabnya
Berkali-kali kukibaskan tanganku di atas jari pak sahab karena lalat-lalat selalu berputar-putar ingin singgah.
“Tuh kan pak, lalat lho. Udah ke kost saya sekarang. Atau bapak pulang aja. gak usah narik. Bapak istirahat sehari atau dua hari”
“Gak mbak, anak saya makan apa? Saya juga pengen istirahat biar seminggu tapi gimana anak saya nanti kalo butuh apa-apa” Saat berkata ini, aku lihat ada yang mengalir dari mata pak sahab
Sudah cukup, aku gak tahan lagi. Hati mereka yang bernama orang tua terlalu mulia. Maka dalam tangisku aku berkata,
“Sabar aja ya pak. Bapak nariknya gak usah ngebut. Aku masuk dulu. Nanti sore bapak ke kostku ya, aku tunggu. Nanti malam aku mo pergi, bapak anterin juga ya”
Aku pun pergi. Sebenarnya aku gak tega memintanya mengantarku tapi jika kuturuti ketidak tegaanku, justru tidak menolongnya.
Pak shahab, sosok yang sangat mencintai anak-anaknya. Sering dalam perjalanan kami, ia menceritakan ke-tiga anak perempuannya. Apalagi saat beliau baru datang dari rumah (istri&anak2nya pak sahab di lamongan), beliau akan menceritakan apa saja yang dialami beliau bersama anak2nya saat di rumah.
Hati beliau begitu baik. Pernah suatu saat dompet ini gak ada isinya sama sekali. Aku pun menemui pak sahab minta dianterin ke ATM. Ia kuberitahu bahwa aku lagi gak punya duit pak, jadi nanti bayarnya kalo ada duit di ATM. Beliau OK-OK saja. Waktu keluar dari ATM yang rusak yang dekat dari kos, mungkin karena lihat wajahku yang belum tersenyum, beliau tahu aku belum dapat duitnya. Pak sahab menawarkan diri mengantarku ke ATM yang lain tapi jaraknya relatif jauh. Aku menolak karena aku gak punya duit untuk bayar pak sahab kalo harus jauh nganternya. Tapi, subhanallah, saat itu beliau bilang,
“Ya Allah mbak, jangan ngomong gitu. Saya mau mbak nganterin mbak ebhy kemana aja. Gak dibayar juga gak apa. Saya tau mbak ebhy lagi gak punya duit. Mudah2an di tempat lain, kalo anak saya kesulitan, ada yang bisa bantuin juga. Saya tuh sedih kalo liat mbak ebhy sedih, gak tertawa seperti biasanya, gak ceria seperti biasanya, gak ngajakin saya ngobrol karena mbak lagi banyak pikiran. Saya gak bisa bantu apa-apa mbak, Cuma sama kaki saya ini aja saya bisa bantu. Saya antar ya mbak, mbak jangan nolak.”
Tulus banget aku dengar kata2 itu, dan ia pun mengantarku sampai aku dapat yang kuinginkan.
Suatu kali, ia menanyakanku
“Mbak, sampeyan kok belakangan ini setiap pagi mesti saya lihat jalan ke arah timur. Kemana mbak? Pengajian?”
“Gak pak, saya ngajinya sore. Kalo pagi itu saya berangkat ngajar pak” Jawabku
“Nagajar dimana mbak ebhy?
“Alhamdulillah sudah 2 bulan ini, saya ngajar di STM pak, di jurusan listrik tapi di jalan pawiyatan sana. Makanya saya ke arah timur karena lyn-nya disana” jawabku lagi
“Alhamdulillah mbak. Saya seneeeeng denger mbak sudah kerja. Gak sia-sia orang tuanya sampeyan nyekolahin sampeyan. Saya seneng mbak dengernya. Saya doakan mbak eby dan keluarga mbak eby semuanya sukses” Dari suaranya, kebahagiaannya melebihi bahagiaku sendiri, maka kuaminkan doa dari hamba Allah yang baik hati itu
Pak sahab, sekarang Allah sedang mengujinya. Untuk berjalan saja ia kesakitan dan harus bersandar pada sesuatu. Tapi ia tidak pernah mau istirahat. Wajah kurus itu ternyata menyimpan cinta yang sangat gemuk untuk istri dan 3 anaknya. Keempat orang itulah yang menjadi obatnya sehingga segala sakit, segala perih tak terasa lagi. Ia begitu luar biasa.
Pak sahab, cepat sembuh ya. maafkan saya tak bisa berbuat banyak
Tidak seperti biasanya, malam itu ketika ia mengantarku beli makan, becak dikayuh dengan sangat pelan.
“Pak, sakit ta?” tanyaku karena biasanya ia tidak sepelan ini dan juga tidak sediam ini
“Iya mbak ebi. Kaki saya canthengan” Jawabnya dengan suara yang lemah
“Sejak kapan? Kaki yang mana pak” tanyaku lagi dan kini aku membalikkan wajahku agar bisa melihatnya
“Tadi siang mbak, tapi cuma yang kanan kok” jawabnya lagi masih dalam suara yang lemah
Sesampainya di depan pagar kos, aku turun dan meninggalkannya sambil berucap
“Terimakasih ya pak, semoga lekas sembuh” yang kemudian diaminkan olehnya
Tadi siang, sepulang dari rumah teman, turun dari angkot, kulihat pak shahab sedang duduk dalam diamnya. Kuhampiri untuk menanyakan keadaanya
“Gimana pak kakinya? Sudah enakan?” tanyaku
“Ini mbak”.
Ia memperlihatkan jari kaki manisnya ke aku dan perutku langsung mual. Ternyata jarinya sudah putus. Sekarang jari manis itu tinggal setengah. Dagingnya kelihatan dan merah darah terlihat seperti membeku. Kepalaku pening dan perutku berputar-putar.
“Kok jadi gini pak? Bukannya kemarin Cuma canthengan? Kok malah putus sih? Kapan?” aku memboronginya dengan pertanyaan
“Gak tahu mbak. Tadi malam tuh tambah nyut-nyut gitu. Trus tadi pagi saya usap-usap sendiri, eh malah lepas” jawabnya dengan datar
“Aduuh pak. Sudah ke dokter? Bapak kenapa gak istirahat aja sih di kos?”
“Ke dokter gimana mbak, duitnya gak ada. Kalaupun ada, mendingan juga dibawa ke anak”
Ada yang meleleh di hati ini. Orang tua, semulia inikah hati orang tua. Tidak memikirkan dirinya, hanya anaknyalah alasan ia bertahan dalam sakit.
“kalo gitu diperban aja pak. Biar gak infeksi. Ayo ke kost saya pak, ada perban di kost, nanti saya perban” kataku sambil menghalau lalat yang ingin mengerubungi jari itu
“Gak usah mbak, nanti malah lama keringnya” jawabnya
Berkali-kali kukibaskan tanganku di atas jari pak sahab karena lalat-lalat selalu berputar-putar ingin singgah.
“Tuh kan pak, lalat lho. Udah ke kost saya sekarang. Atau bapak pulang aja. gak usah narik. Bapak istirahat sehari atau dua hari”
“Gak mbak, anak saya makan apa? Saya juga pengen istirahat biar seminggu tapi gimana anak saya nanti kalo butuh apa-apa” Saat berkata ini, aku lihat ada yang mengalir dari mata pak sahab
Sudah cukup, aku gak tahan lagi. Hati mereka yang bernama orang tua terlalu mulia. Maka dalam tangisku aku berkata,
“Sabar aja ya pak. Bapak nariknya gak usah ngebut. Aku masuk dulu. Nanti sore bapak ke kostku ya, aku tunggu. Nanti malam aku mo pergi, bapak anterin juga ya”
Aku pun pergi. Sebenarnya aku gak tega memintanya mengantarku tapi jika kuturuti ketidak tegaanku, justru tidak menolongnya.
Pak shahab, sosok yang sangat mencintai anak-anaknya. Sering dalam perjalanan kami, ia menceritakan ke-tiga anak perempuannya. Apalagi saat beliau baru datang dari rumah (istri&anak2nya pak sahab di lamongan), beliau akan menceritakan apa saja yang dialami beliau bersama anak2nya saat di rumah.
Hati beliau begitu baik. Pernah suatu saat dompet ini gak ada isinya sama sekali. Aku pun menemui pak sahab minta dianterin ke ATM. Ia kuberitahu bahwa aku lagi gak punya duit pak, jadi nanti bayarnya kalo ada duit di ATM. Beliau OK-OK saja. Waktu keluar dari ATM yang rusak yang dekat dari kos, mungkin karena lihat wajahku yang belum tersenyum, beliau tahu aku belum dapat duitnya. Pak sahab menawarkan diri mengantarku ke ATM yang lain tapi jaraknya relatif jauh. Aku menolak karena aku gak punya duit untuk bayar pak sahab kalo harus jauh nganternya. Tapi, subhanallah, saat itu beliau bilang,
“Ya Allah mbak, jangan ngomong gitu. Saya mau mbak nganterin mbak ebhy kemana aja. Gak dibayar juga gak apa. Saya tau mbak ebhy lagi gak punya duit. Mudah2an di tempat lain, kalo anak saya kesulitan, ada yang bisa bantuin juga. Saya tuh sedih kalo liat mbak ebhy sedih, gak tertawa seperti biasanya, gak ceria seperti biasanya, gak ngajakin saya ngobrol karena mbak lagi banyak pikiran. Saya gak bisa bantu apa-apa mbak, Cuma sama kaki saya ini aja saya bisa bantu. Saya antar ya mbak, mbak jangan nolak.”
Tulus banget aku dengar kata2 itu, dan ia pun mengantarku sampai aku dapat yang kuinginkan.
Suatu kali, ia menanyakanku
“Mbak, sampeyan kok belakangan ini setiap pagi mesti saya lihat jalan ke arah timur. Kemana mbak? Pengajian?”
“Gak pak, saya ngajinya sore. Kalo pagi itu saya berangkat ngajar pak” Jawabku
“Nagajar dimana mbak ebhy?
“Alhamdulillah sudah 2 bulan ini, saya ngajar di STM pak, di jurusan listrik tapi di jalan pawiyatan sana. Makanya saya ke arah timur karena lyn-nya disana” jawabku lagi
“Alhamdulillah mbak. Saya seneeeeng denger mbak sudah kerja. Gak sia-sia orang tuanya sampeyan nyekolahin sampeyan. Saya seneng mbak dengernya. Saya doakan mbak eby dan keluarga mbak eby semuanya sukses” Dari suaranya, kebahagiaannya melebihi bahagiaku sendiri, maka kuaminkan doa dari hamba Allah yang baik hati itu
Pak sahab, sekarang Allah sedang mengujinya. Untuk berjalan saja ia kesakitan dan harus bersandar pada sesuatu. Tapi ia tidak pernah mau istirahat. Wajah kurus itu ternyata menyimpan cinta yang sangat gemuk untuk istri dan 3 anaknya. Keempat orang itulah yang menjadi obatnya sehingga segala sakit, segala perih tak terasa lagi. Ia begitu luar biasa.
Pak sahab, cepat sembuh ya. maafkan saya tak bisa berbuat banyak
Persembahan Untuk Ibundaku
Ingatkah kawan,
Ibu yang selalu meneteskan air mata ketika engkau pergi
Ingatkah kawan,
Ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu dan airmatanya menetes ketika kau terbaring sakit
Kawan, pernahkah dirimu bangun tengah malam dan mendengar tangisan ibu dalam doanya?
Tangisan dan doa itu yang mengantar kesuksesan kita.
Pernahkah kita tahu ayah dan ibu terluka dan mengiba pada Allah agar kita jangan dilaknat, agar Allah mau mengampuni kita dan memberikan kehidupan terbaik untuk kta?Pernahkah kita menyesal karena lupa menyertakan mereka di dalam doa?
Ah kawan,
betapa tak sebanding cinta dan pengorbanan mereka dengan balasan kasih sayang yang kita berikan.
Setelah dewasa dan bisa "menghidupi" diri sendiri, kita masih bisa melenggang ringan meninggalkan mereka (mereka ikhlas asal kita bhagia)
Ternyata kita masih sangat jauh...
Lalu bakti seperti apakah yang bisa kita persembahkan?
Semalam, suara itu menggetarkan hatiku lagi
Suara wanita mulia yang dari rahim agungnya aku terlahir.
Tak henti-hentinya ia menanyakan kabarku, memastikan aku baik-baik saja
Menanyakan setiap jenak kehidupan saat ia tak ada di sampingku
Dan balasanku...
Aku menceritakan sedihku, aku menceritakan perihku yang seharusnya bisa kuatasi sendiri
Sungguh, aku menyesal berbagi sakit dengannya
Ia pelabuhanku, pelabuhan yang selalu menyediakan ketenangan untukku berlabuh setelah berlayar terombang ambing di lautan lepas
Suara itu bergetar, menandakan kerinduan yang amat sangat
Menutup pembicaraannya, dengan getaran suara menahan tangis yang hebat, ibu berkata,
"Ibu sayang eby"
3 kata yang membuat benteng pertahananku runtuh
Hangat menjalari pipiku, dan aku hanya bisa bilang,
"Eby juga sayang ibu"
Saat itu, rasanya ingin kuberikan segalanya
Akan kutukar dengan apapun
Asalkan aku bisa ada di sampingnya saat itu
Menyeka air mata itu dengan tanganku sendiri
Ibu, tak pantas kau menangis
Kau hanya boleh tersenyum
Hanya itu yang boleh kau lakukan
Jangan menangis lagi bunda
Aku akan datang, menyeka air mata itu
Menggantinya dengan senyum yang tak pernah hilang
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
Kawan,
Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah yang dulu kau dilahirkan.
Kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu
Simpanlah sejenak kesibukan-kesibukan duniawi yangselalu membuatmu lupa untuk pulang
Segeralah jenguk ibumu yang berdiri menantimu di depan pintu sampai malam pun kian larut
Kawan, kembalilah segera..peluklah ibu yang selalu menyayangimu
Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu
Berdoalah untuk kesehatnnya dan rasakanlah pelukan cinta dan kasih sayangnya
Kawan, jangan pernah sakiti mereka.
Jangan izinkan air mata mereka mengalir lagi selain airmata kebahagiaan
Ibu...
maafkan aku sampai kapanpun tak akan terbalas baik budimu
hanya untaian doa untukmu, Semoga Allah membalas budi baikmu
Ibu, engkau selalu berada di dalam hatiku
Tiap jengkal dan hembusan nafasku, semoga bahagia selalu menyertaimu
Ibu, aku sayang padamu
Ibu, maafkan aku
@Persembahan untuk ibundaku, wanita perkasa, wanita terhebat, wanitaku@
Ibu yang selalu meneteskan air mata ketika engkau pergi
Ingatkah kawan,
Ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu dan airmatanya menetes ketika kau terbaring sakit
Kawan, pernahkah dirimu bangun tengah malam dan mendengar tangisan ibu dalam doanya?
Tangisan dan doa itu yang mengantar kesuksesan kita.
Pernahkah kita tahu ayah dan ibu terluka dan mengiba pada Allah agar kita jangan dilaknat, agar Allah mau mengampuni kita dan memberikan kehidupan terbaik untuk kta?Pernahkah kita menyesal karena lupa menyertakan mereka di dalam doa?
Ah kawan,
betapa tak sebanding cinta dan pengorbanan mereka dengan balasan kasih sayang yang kita berikan.
Setelah dewasa dan bisa "menghidupi" diri sendiri, kita masih bisa melenggang ringan meninggalkan mereka (mereka ikhlas asal kita bhagia)
Ternyata kita masih sangat jauh...
Lalu bakti seperti apakah yang bisa kita persembahkan?
Semalam, suara itu menggetarkan hatiku lagi
Suara wanita mulia yang dari rahim agungnya aku terlahir.
Tak henti-hentinya ia menanyakan kabarku, memastikan aku baik-baik saja
Menanyakan setiap jenak kehidupan saat ia tak ada di sampingku
Dan balasanku...
Aku menceritakan sedihku, aku menceritakan perihku yang seharusnya bisa kuatasi sendiri
Sungguh, aku menyesal berbagi sakit dengannya
Ia pelabuhanku, pelabuhan yang selalu menyediakan ketenangan untukku berlabuh setelah berlayar terombang ambing di lautan lepas
Suara itu bergetar, menandakan kerinduan yang amat sangat
Menutup pembicaraannya, dengan getaran suara menahan tangis yang hebat, ibu berkata,
"Ibu sayang eby"
3 kata yang membuat benteng pertahananku runtuh
Hangat menjalari pipiku, dan aku hanya bisa bilang,
"Eby juga sayang ibu"
Saat itu, rasanya ingin kuberikan segalanya
Akan kutukar dengan apapun
Asalkan aku bisa ada di sampingnya saat itu
Menyeka air mata itu dengan tanganku sendiri
Ibu, tak pantas kau menangis
Kau hanya boleh tersenyum
Hanya itu yang boleh kau lakukan
Jangan menangis lagi bunda
Aku akan datang, menyeka air mata itu
Menggantinya dengan senyum yang tak pernah hilang
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
Kawan,
Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah yang dulu kau dilahirkan.
Kembalilah memohon maaf pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu
Simpanlah sejenak kesibukan-kesibukan duniawi yangselalu membuatmu lupa untuk pulang
Segeralah jenguk ibumu yang berdiri menantimu di depan pintu sampai malam pun kian larut
Kawan, kembalilah segera..peluklah ibu yang selalu menyayangimu
Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu
Berdoalah untuk kesehatnnya dan rasakanlah pelukan cinta dan kasih sayangnya
Kawan, jangan pernah sakiti mereka.
Jangan izinkan air mata mereka mengalir lagi selain airmata kebahagiaan
Ibu...
maafkan aku sampai kapanpun tak akan terbalas baik budimu
hanya untaian doa untukmu, Semoga Allah membalas budi baikmu
Ibu, engkau selalu berada di dalam hatiku
Tiap jengkal dan hembusan nafasku, semoga bahagia selalu menyertaimu
Ibu, aku sayang padamu
Ibu, maafkan aku
@Persembahan untuk ibundaku, wanita perkasa, wanita terhebat, wanitaku@
Subscribe to:
Posts (Atom)