Friday, January 19, 2007

The ComPLeTe daY

Bermula dari telpon Rabu pagi kemarin, Pak Putu memberitahu kalau ada rapat di Jurusan tentang KTSP (Kurikulum baru gitu). “Ini sudah berupa undangan ya bu..”, begitu kata Pak Putu. Biasanya kalo ada rapat, kita diberi undangan resmi tapi ini beda. Memang sih, saya beberapa hari ini tidak masuk sekolah karena memang tidak ada aktivitas belajar mengajar pasca UTS-an. After that, feeling saya mencium sesuatu. Memang, feeling saya agak kuat akan hal2 yang tidak biasa akan terjadi atau surprise or whatever.

Akhirnya, saya memutuskan untuk ikut rapat, walaupun sebenarnya sudah tidak ada kepentingan lagi bagi saya dengan KTSP itu. Toh, saya sudah mengundurkan diri walaupun belum secara resmi. At least, saya bisa bertemu lagi dan menggali pelajaran dari Bapak-Bapak dan Ibu rekan ngajar saya.

Rapat berjalan mulus, hingga di akhir rapat, Pak Bambang (my man) melempar bahasan tentang honor saya bulan ini yang kata beliau masih menjadi hak saya, mengingat saat pengambilannya nanti saya sudah tidak di Surabaya lagi, dan itu direaksi cepat oleh peserta rapat yang lain. Agak kaget juga, hal yang tak terpikirkan oleh saya, tapi begitu penting untuk Pak Bambang dan juga bagi Bapak-Bapak itu. Penyelesaian yang sederhana dan bijak kemudian didapatkan. Jujur, saya tersanjung begitu diperhatikan.

Setelah rapat, barulah feeling saya terbukti. Ternyata kami, staf pengajar Jurusan Listrik diundang ke rumahnya Pak Mudianto, Ketua Program Listrik, untuk silaturrahim plus acara perpisahan denganku. I can’t explain my feeling at that time. Dengan mobil sekolah, kami meluncur ke rumah Pak Mudianto di daerah Kedung Cowek. Ada Saya, Pak Putu dan bu Sri (Guru Listrik), serta guru normatif-adaptif plus karyawan yang diajak (Bu Hani, Bu Luki, Mbak Yanti, Pak Han, serta satu Ibu yang tak kutau namanya).

Sampai disana sudah ada Bapak2 guru listrik like Pak Bambang, Pak Pudji, Pak Swista, Pak Indra dan Istri, Pak Broto dan Mas Heru. Saat ramah tamah, saya agak sedih mengingat it will be the last. Rencananya, bulan depan akan ada silaturrahim lagi ke rumah yang lainnya and of course I am not join with.

Saya surprise melihat rekan-rekan saya yang usianya jauh diatas saya, bahkan seusia atau mungkin lebih tua dari orang tua saya. Mereka yang di sekolah terlihat begitu berwibawa, begitu mengagumkan di depan siswa, ternyata begitu menyenangkan di luar. Saya mendengar tawa mereka yang terbahak-bahak, mendengar guyonan mereka yang segar, melihat cara mereka berbicara seperti para pria dewasa as usual. Mereka benar2 menikmati pertemuan kali ini. I am glad to be a part of this moment.

Sambil melihat dan takjub dengan sikap mereka, pikiran saya sibuk mengamati satu persatu dan membuat testimoni tentang mereka. Ini hasilnya :

Start with Pak Bambang. Dosenku di Elektro ITATS dan yang juga menawariku bergabung di sekolah ini. Sejak itu pula, kami menjadi satu tim di Bengkel Kontrol Elektro dan Pengukuran. Sejak ia menjadi dosen saya, beliau begitu friendly, membumi dengan segala ilmunya, juga sangat respect dengan setiap orang. Beliau salah satu dosen favorit mahasiswa Elektro ITATS. Kadang, di sela perkuliahan ada hal yang beliau tularkan kepada kami tentang hidup, tentang Dien ini. Idealisme, itu yang paling saya kagumi dari beliau. Begitu idealisnya, hingga beliau tak takut dengan apapun untuk sebuah kebenaran, untuk sebuah perjuangan memenangkan prinsip yang beliau yakini. Beliau selalu tahu apa yang sedang dan yang harus beliau lakukan. Penuh perencanaan yang smart, saya menjadi saksi beberapa perencanaan mantap beliau. Selain itu, sikap profesionalisme-nya yang outstanding. Saat saya masih mahasiswanya, beliau begitu friendly walaupun batasannya tetap saja jelas mahasiswa dan dosen. Dan saat saya menjadi rekan kerjanya sekarang, beliau melibatkan saya dalam banyak hal. Beliau memperlakukan saya sebagaimana rekan kerja yang lain. Dalam menentukan satuan pembelajaran, buku paket yang mau dipakai, modul mana yang mau dipraktekkan pekan ini, hukuman apa yang harus ditimpakan untuk siswa yang lalai, pengadaan bahan dan alat di bengkel, hingga pada membahas sebuah masalah mesin atau motor, beliau selalu mendiskusikannya dengan saya. Padahal, kalaupun beliau menentukan semuanya dan saya hanya melakukan saja, saya siap dan tidak akan merasa tidak dianggap. Lha wong, saya sudah gak pede duluan dengan ilmu saya di depan beliau. Tapi, beliau sangat profesional. Beliau mendiskusikan bahkan kadang memberi saya kewenangan untuk memutuskan sesuatu, hingga saya merasa benar-benar seorang pengajar bukan asisten beliau. Selama ini beliau memanggil saya dengan “Mbak Febry”, tapi jika di depan anak-anak, beliau memanggilku “Bu Febry”. Jika itu dari orang lain, mungkin saya bisa biasa-biasa saja. Tapi, ini Pak Bambang, Dosen saya. Agak risih dipanggil seperti itu oleh beliau tapi itulah profesionalitas yang beliau tawarkan. Beliau banyak bantu saya, dalam banyak hal. Pribadi yang luar biasa. Setiap pembicaraan dengan beliau, saya selalu dapat “sesuatu” untuk hidup saya.

Lanjut ke Pak Putu. Rekan di bengkel Kontrol Elektro dan Pengukuran juga. Pribadi yang ramah, dan supel. Beliau bisa masuk ke mana saja, ke siapa saja. Interpersonal beliau cukup keren menurut saya. Saking kerennya, saya sering ditinggal ngajar sendiri sementara beliau lagi ke Tata Usaha atau ke bengkel yang lain untuk menyalurkan kekuatan interpersonalnya itu. Baru saja dikaruniai buah hati yang kedua dan saya orang pertama yang diberitau di Jurusan Listrik. Ternyata, pak Putu itu sealmamater sama saya, masuk ITATSnya tahun 80-an akhir gitu deh. Usai rapat tadi, Pak Putu menanyakan kenapa saya harus pulang?. Saya balik bertanya “Pak Putu kan sudah tau kalo saya mau pulang. Kok baru sekarang tanyanya?”. Dengan manisnya beliau bilang “Iya Bu, saya tau Ibu mau pulang, tapi saya pura-pura gak tau supaya gak bahas. Tapi karena sekarang sudah jelas kepulangannya, baru saya mau bertanya. Saya cuma berdua la’an sama Pak Bambang di Bengkel?”. Saya gak tau mesti jawab apa. Pak Bambang juga pernah berkata sambil lalu “Mbak Febry sih cepat banget pulangnya”. Pak Putu itu juga pengertian banget. Kalau kita ngajarnya sampe sore, maka yang seharusnya pulang jam 5 sore, jam 2 atau kadang jam 12-an, Pak Putu sudah menyuruh saya pulang. Katanya kasihan nanti capek. Juga kasihan kalo pulangnya jam 5, nanti maghribnya di jalan. Pak Bambang juga gitu kalo ngajarnya sampe sore. Nice man-lah pokoknya

Then Pak Broto. Saya tidak sebengkel, jadi ketemunya ya di Jurusan saja pas lagi sama2 istirahat. Kesan yang muncul, beliau orangnya low profile banget. Sederhana dan easy going. Suka melucu dan nyante abis. Kesannya, gak punya masalah dalam hidupnya. Ramah banget. Abis rapat tadi, beliau minta nomer HP saya, katanya “Siapa tau kangen, kan bisa kontak”. Pak Broto menyenangkan, seru kalo kerjasama sama beliau. Yang saya gak tahan dari Pak Broto, merokoknya itu lho. Sambung menyambung gak berenti-berenti

Berikutnya Pak Swista. Sama seperti Pak Broto, ketemunya cuma kalo lagi sama2 istirahat di Jurusan atau kalo pas lewat, karena memang tidak sebengkel. Gak banyak yang bisa saya bilang, yang jelas Pak Swista baik, pintar, dan punya banyak ide segar.

Lantas Pak Pudji. Saya diam2 salut sekaligus sungkan sama Bapak yang satu ini. Salutnya karena penampilan beliau tuh biasa saja, beliau terlihat sangat sederhana, paling sederhana dari semua. Tapi beliau menyimpan sesuatu. Asli, beliau pintar banget. Kadang, kalo saya liat Pak Pudji lagi di jurusan sama Pak Bambang, saya suka masuk dan menyibukkan diri dengan minum teh atau baca buku. Padahal maksud utama saya adalah mendengarkan mereka bicara. Bukan isi pembicaraan, tapi cara mereka berbicara. Seneng rasanya ada diantara orang2 pintar yang sedang berdiskusi. Berbobot, cerdas dan sopan. Semakin menyenangkan karena kepintaran itu tidak menjadikan mereka terlihat sebagai dua orang yang sedang berusaha menonjolkan kepintarannya masing2 dan menjatuhkan yang lain, tapi bagaimana mereka berbagi kepintaran itu. Sungkan karena beliau bukan pribadi yang banyak bicara. Beliau hanya bicara yang penting-penting saja. Saya surprise ketika di akhir rapat tadi, beliau menanyakan kepulangan saya dan mendoakan kesuksesan saya di sana. Juga ketika bertemu di depan TU usai rapat, beliau berpesan untuk meninggalkan alamat serta nomer telpon di Pak Bambang supaya tetap ada komunikasi. Makasih Pak, 3 menit itu sempat membuat saya merasa semakin baik

Pak Indra, rekan yang satu ini juga gak bisa begitu banyak saya jelaskan karena sama halnya Pak Swista, kami tidak terlalu banyak ngobrol. Yang jelas, baik dan tentu saja smart.

Lanjut ke pimpinan saya, Pak Mudianto, Ketua Pogram Listrik. Orangnya ramah, suka senyum, bertanggungjawab dengan tugasnya dan sangat pengertian. Banyak banget kelonggaran yang beliau berikan kepada saya. Setiap izin yang saya sampaikan, selalu beliau turuti. Setiap protes saya, selalu beliau dengar. Jelas beliau orang yang paling sibuk di jurusan karena harus selalu siap siaga mengakomidir kebutuhan setiap bengkel di jurusan Listrik. Kadang menuai protes tapi beliau bijak dalam menyikapi. Beliau ramah, low profile juga. Beliau orang yang sangat detail. Kalo kita rapat, beliau orang yang paling siap dengan segala hal. Saya nyaman di kepemimpinan beliau

The Last, Bu Sri. FYI, di listrik, hanya ada 3 guru wanita. Saya dan Bu Endang di bengkel kontrol dan Bu Sri di benkel instalasi. Dan kami tidak pernah bertemu kalo tidak rapat. Saya, walaupun satu bengkel dengan Bu Endang tapi tidak di hari yang sama. Ditambah Bu Endang sudah tidak ngajar lagi sejak november yang lalu meskipun pensiunnya baru terhitung Januari 2007 ini. Bu Sri, jelas karena tidak sebengkel, jadi tidak pernah bertemu. Beliau punya 6 anak dan 4 cucu. Tahun ini pensiun juga tapi gak tau bulan apa. Seperti ibu-bu yang lainnya, beliau ramah, lembut dan sederhana. Bu Sri baru ditinggal suami seminggu yang lalu karena penyakit jantung. Turut berduka cita ya Bu. Cerita ibu tentang suami ibu seusai rapat tadi begitu indah.

Ada juga Mas Heru, Tolmen Listrik. Saya paling sering bikin pusing Mas Heru dengan permintaan macem2. yang spidollah, yang avometerlah, yang panellah, yang kunci lemarilah, yang kunci pintulah, makasih banyak ya Mas heru. Yang gak ikut tadi, Pak Joko, Pak Hasan dan Pak Edi. Tapi Pak joko sudah berpesan ke saya seusai rapat “Selamat jalan ya. Jangan lupa Surabaya, ingat, Jangan Lupa Surabaya”. Pak Edi, saya belum sempat menemuinya, sosok yang keras, tegas, pintar, kritikus yang cerdas. Pak Hasan, saya pernah mengangkat kisah saya bersama beliau di blog ini “Wasiat Seorang Bapak”. Beliau menginspirasi saya something.

The point is, saya senang punya memori bersama Bapak-bapak dan Ibu-Ibu yang luar biasa itu. Lingkungan yang mereka tawarkan membuatku begitu nyaman. Tak ada persaingan yang tidak sehat, tak ada gontok-gontokkan. Suasana demokratis begitu terasa, saling menghargai. Saya yang seusia dengan anak mereka diperlakuakn sebagai teman mereka. Sungguh, saya begitu merasa berarti ada di tempat itu. Mereka juga begitu pengertian dengan sikapku yang tidak mau berjabat tangan, bahkan akhirnya mereka yang duluan bersedekap ketika bertemu denganku. Mereka memberikan begitu banyak kemudahan untukku, berupaya menyediakan segala yang aku perlu untuk mengajar. Mereka luar biasa. The outstanding people for me

2 comments:

  1. ok... saya sangat setuju dengan motto bu guru...
    salam kenal aja dari jauh...

    sorry nunut ngiklan ya...
    sang Guru cari murid...klik aja :

    http://budic.wordpress.com

    trims, banyak

    ReplyDelete
  2. Hi..Ebhy..pa kabar...
    Abng senang bangat, pas lg nyari teman abng..eee..malah ketemunya si adik..trus..pas saat itu jg abng lngsung call ca Indah...
    Pas abng liat tete haji, Ibu n Papa..abg jd ingat..pengen bangat tuk pulang ke kampoeng..lagi...
    Doa & harapankoe..slalu utk mereka..
    Salam bae jo voor dorang samua...

    by..Qisz.me

    ReplyDelete