Sunday, October 08, 2006

Tinggal 15 Hari Lagi

Forward dari eramuslim.

Bulan hampir sempurna di langit Wollongong, menandakan berlalunya waktu dengan cepatnya. Alhamdulillah, kita telah berada di pertengahan bulan Ramadhan, syahrul mubarak, syahrul jihad, syahrul tarbiyah. Marilah kita sadari, 15 hari lagi Ramadhan tahun ini akan menutup tirainya. Tirai akan tetap tertutup tidak peduli apakah kita sudah mengoptimalkan (lihat QS. Al-Ankabut, 29:6) amalan kita, ataukah kita melalaikan Ramadhan ini. Allah tidak akan rugi bila kita tidak mengoptimalkan amalan kita, bahkan kita sendiri yang akan rugi.

Pertengahan Ramadhan adalah saat yang tepat dan saat yang terbaik sebagai tempat kita berhenti untuk mengevaluasi apa yang telah kita lakukan 15 belas hari lalu dan apa yang hendak kita lakukan dan hendak kita capai dalam 15 hari mendatang. Ya ayyuhal ladzina aamanu taqullaaha faltanzhur nafsum ma qaddama lighad, wa taqqullah, innallaaha khabirun bima ta’malun. (Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.)


eramuslim - Pada awal Ramadhan, kita telah berusaha untuk “plan the work and work the plan”. Hingga tibalah saatnya kita duduk dan merenung sejenak, menghisab amalan kita. Tanggal 15 Ramadhan adalah masa yang tepat bagi kita untuk bermuhasabah. Karena kita masih punya kesempatan 15 hari lagi untuk memperbaiki apa yang salah, menambah apa yang kurang, dan meningkatkan apa yang sudah baik. Bagaimanapun Allah menilai kesudahan kita, apakah kita mengakhiri Ramadhan dalam keadaan taqwa dan penuh ketaatan kepadaNya, ataukah sebaliknya?

Urgensi memperbaiki amalan di saat-saat akhir terangkum dalam doa husnul khatimah berikut:

Allahummaj’al khaira ‘umri aakhirahu, wa khaira ‘amalii khawaatiimahu, wa khaira ayyamii yauma liqa-ik (Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkarnya). Ya Allah, jadikanlah sebaik-baiknya umurku pada ujungnya dan sebaik-baik amalku pada ujung akhirnya, dan sebaik-baik hariku adalah pada saat aku menemui-Mu.

Saat-saat ini adalah saat yang tepat untuk menyadari kesalahan dan kelalaian kita. Cukuplah sudah, dan marilah kita jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sebagaimana para shahabat menyeimbangkan antara khaufan iqaballah dan raja’ rahmatillah. Demikian juga kita, hendaknya ketika bertambah rasa takut kita akan siksaan Allah, maka tambahkanlah pula rasa harap kita akan rahmat Allah. Demikian pula sebaliknya.

Berikut ini adalah beberapa langkah yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari usaha kita bermuhasabah.

Pertama, tetapkan satu masa khusus untuk merenung apa yang telah kita lakukan sebelum ini. Kemudian bandingkanlah dengan beberapa obyektif minimum yang telah kita tetapkan sebelum ramadhan, misalnya: sholat berjama’ah di mesjid 3x sehari, melakukan shalat rawatib, shalat tarawih 8 rakaat setiap hari, shalat dhuha 2x 4 rakaat seminggu, membaca Al-Quran 1 juz perhari, membaca al-matsurat (kumpulan wirid-wirid yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam), bersedekah $1 setiap hari, dan membaca buku yang bermanfaat.

Kemudian, kita tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada diri kita sendiri. Apakah amalan yang telah kita lakukan sesuai dengan obyektif yang telah disebutkan di atas? Jika ya, maka tanyakanlah apakah obyektif tersebut terlalu mudah bagi kita? Kalau terlalu mudah, maka ubahlah obyektif tersebut agar menjadi lebih menantang. Jika tidak, maka teruskanlah usaha untuk mencapat obyektif yang telah kita tetapkan tersebut pada 15 hari mendatang.

Jika obyektif tersebut tidak tercapai, carilah penyebabnya. Jika sudah ditemukan maka carilah cara untuk mengatasinya, agar kita bisa mencapai obyektif tersebut pada 15 hari yang akan datang. Jika tidak tercapainya obyektif tersebut karena ada halangan yang tidak bisa diatasi, ini berarti obyektif tersebut terlalu berat, maka ubahlah obyektif itu agar lebih realistis. Tetapi tidaklah terlalu dimudahkan, sehingga akan meniadakan mujahadah (jihadisasi atau optimalisasi) untuk mencapai obyektif tersebut.

Kedua, kita akan bertemu dengan malam Nuzul Al-Quran pada malam 17 Ramadhan yang biasanya akan diperingati di mesjid-mesjid. Buatlah rancangan agar kita bisa menghadiri majlis-majlis ilmu tersebut. Bawalah keluarga kita bersama kita untuk memahamkan keluarga kita akan apa itu makna dari Nuzul Al-Quran. Kita bisa membacakan kisah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam ketika menerima wahyu. Atau kita juga bisa membaca tafsir surat Al-‘Alaq untuk menghayati wahyu pertama yang diturunkan tersebut.

Ketiga, yang terpenting dari 15 hari yang terakhir adalah malam-malam 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Malam-malam ini sangat penting karena terdapatnya Lailatul Qadar pada salah satu dari malam-malam ganjil, yaitu 21, 23, 25, 27, 29 Ramadhan. Pada malam ini kebaikan yang dilakukan pada malam tersebut sama seperti melakukan kebaikan selama 1000 bulan. Oleh karena itu, tidak wajar dan merupakan suatu kesombongan bila malam tersebut kita sia-siakan. Apalagi usia kita belum tentu mampu untuk melakukan ibadah sebanyak itu.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dalam malam-malam ini akan menggandakan ibadahnya. Beliau akan beri’tikaf selama 10 hari penuh di mesjid dan melakukan berbagai ibadah sepanjang beliau beri’tikaf. Untuk memaksimalkan manfaat dari peluang ini, kita memerlukan perencanaan yang komprehensif agar ibadah kita dapat dilakukan dengan baik tanpa mengganggu kewajiban yang lain. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan yang bisa kita perhatikan.

Yang paling afdhal tentu saja ialah bila kita mampu beri’tikaf selama 10 hari di mesjid tanpa terputus seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Sebagian yang lain bahkan menyengaja untuk melakukan umrah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini agar bisa memaksimalkan kesempatan untuk beribadah pada saat-saat terakhir ini.

Namun kita juga maklum, bahwa banyak orang yang mungkin tidak memiliki kemampuan tersebut. Salah satu alternatif adalah dengan meminta cuti agar dapat melakukan i’tikaf. Jika hal ini juga tidak dapat dilakukan, maka boleh juga dipertimbangkan untuk mengambil cuti setengah hari pada hari-hari terentu saja. Ini untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk beristirahat selepas Shubuh agar dapat bekerja dengan ihsan pada siang harinya.

Jika ini juga tidak mungkin dilakukan, maka usahakanlah semaksimal mungkin untuk melakukan i’tikaf sebanyak yang kita mampu tanpa mengabaikan tanggung jawab kita yang lain. Adalah kurang baik bagi seorang muslim untuk kehilangan produktivitas di tempat kerja dengan alasan letih beribadah di malam harinya. Hal ini akan memburukkan nama baik Islam dan umatnya.

Untuk memakmurkan 10 malam terakhir dan menunaikan tanggung jawab lain tentunya memerlukan kekuatan fisik yang prima. Oleh karena itu, siapkanlah langkah-langkah untuk membina stamina dan menjaga kesehatan melalui makanan seimbang dan gaya hidup sehat.

Usahakan juga untuk melibatkan keluarga dalam program beri’tikaf di mesjid dengan membawa isteri dan anak-anak. Penglibatan mereka merupakan suatu bentuk didikan kita agar mereka terbiasa dan mengalami sendiri kenikmatan beri’tikaf ini. Hal ini juga akan membantu mengokohkan hubungan anak-anak dan ibu bapak dan sekaligus mengundang berkah Allah bagi keluarga.

Carilah mesjid-mesjid yang menyelenggarakan program i’tikaf dan carilah ilmu mengenai amalan-amalan yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir. Cari juga ilmu tentang Lailaul Qadar, adab-adab i’tikaf dan hal-hal lainnya agar kita beramal dengan ilmu bukan ikut-ikutan dan juga tidak terperangkap dalam perkara-perkara bid’ah. Hal ini bisa kita lakukan dengan membaca buku-buku atau bertanya kepada para ustadz.

Keempat, jangan lupa untuk meningkatkan doa bagi diri sendiri dan umat Islam seluruhnya. Kita memhami bahwa saat ini umat Islam dalam keadaan tertindas, baik dari dalam maupun dari luar. Berdoalah pada 15 hari terakhir bulan Ramadhan ini agar Allah memberikan hidayahNya bagi kita dan umat Islam seluruhnya, serta mintalah pertolonganNya bagi kaum muslimin dimanapun mereka berada.

Kelima, jangan lupa untuk menunaikan zakat fitrah. Masa yang sunnat adalah apabila masuk waktu maghrib di malam Idul Fitri sampai sebelum sholat Idul Fitri. Ingatlah bahwa pahala berpuasa akan tergantung diantara bumi dan langit sehingga zakat fitrah ditunaikan. Tidak membayar zakat fitrah bagi mereka yang mampu juga merupakan suatu dosa.

Zakat fitrah hanya dibayar ketika bulan Ramadhan, tetapi ia bukan merupakan satu-satunya zakat yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim. Zakat yang lain juga wajib dibayarkan, misalnya: zakat tabungan, saham, niaga, emas, dan lain-lain jika mencukupi syarat-syaratnya.

Carilah ilmu tentang zakat agar kita bisa membayar sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan atau tanyakanlah kepada para ustadz. Jika kita mempunyai kewajiban untuk membayar zakat selain zakat fitrah tetapi belum menunaikannya, ambil kesempatan pada bulan Ramadhan untuk melaksanakannya karena pahala yang berganda. Oleh karena itu, lihatlah harta kita dan mulailah hitung zakat kita agar kewajiban ini tidak terabaikan.

Keenam, pada malam Idul Fitri tetapkanlah sedikit waktu untuk bermuhasabah akan apa-apa yang telah kita lakukan sepanjang bulan Ramadhan. Pikirkanlah langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk memastikan kehidupan kita sebagai seorang muslim selepas bulan Ramadhan ini, menjadi lebih baik dari sebelum Ramadhan.

Apakah ibadah yang hendak diteruskan selepas Ramadhan atau ditingkatkan seperti solat Witir, membaca Al-Quran atau puasa Senin dan Kamis?

Apakah sifat-sifat keji atau tabiat buruk yang perlu ditinggalkan atau dikurangi?

Apakah sifat-sifat terpuji dan tabiat baik yang akan diteruskan selepas Ramadhan seperti sabar, welas asih, kasih sayang, tidak banyak berbicara atau bangun awal?

Bagaimanakah kita bisa menyumbang atau berkhidmat kepada masyarakat selepas Ramadhan?

Selamat mencoba. Semoga Allah ta’ala memberikan pertolongan, rahmat, dan berkahnya kepada kita.

Wallahu musta’an.

Teddy Surya Gunawan
tsgunawan@ee.unsw.edu.au

No comments:

Post a Comment