Sunday, August 20, 2006

Serial Kepahlawanan

Teringat pembicaraan dengan seorang teman menjelang 17 agustus kemarin di atas bemo sepulang menghadiri sebuah acara. Katanya “bhy, kalo anti ditanya ‘apa yang akan kamu lakukan pertama kali jika dipercaya menjadi presiden?’, dan hanya ada 2 menit untuk jawab, jawabmu apa?”
Langsung senyum-senyum sendiri, bingung jawabnya. Mau jawab yang idealis atau buat lucu-lucuan ya. Berhubung saat itu aku lagi gak pengen ngomong yang berat-berat, kujawab aja “Yang pertama tak kerjakan, kumpulin ustadz-ustadz, trus tanya ‘ustadz, kadernya diamanahi jadi presiden nih, ngapain dulu nih ustadz?”. Jawabanku dibilang asal. Emang asal, wong aku gak niat jawab kok, yeee.

Tapi setelah itu kita ngomong serius sih tentang itu. Yang perlu diperbaiki, perekonomian dulu, soalnya kalo ekonominya lancar, yang lainnya nyusul, kayak pendidikan, moral, macem2 deh. Belakangan ini kejahatan marak dimana-mana kan tuntutan ekonomi juga alasannya, gak jauh deh dari urusan perut. Caranya ya dengan gerakkan zakat. Sudah terbukti zakat bakal bikin ekonomi suatu negara baik. Kesimpulannya, gak perlu bingung-bingung mikir apa yang harus dilakuin pertama kalo diamanahi jadi presiden karena di Islam sudah ada pedomannya, tinggal dijalani saja. Pak SBY baca gak ya blog ini? Kalo baca, buat bapak saya sarankan untuk mencari solusi-solusi permasalahan bangsa dalam Al-Qur’an. Komplit banget deh pak.

Masih dalam perjalanan pulang, karena dalam rangka agustusan, setiap kampung yang kami lewati ramai dengan pertandingan2. Salah satunya pertandingan pukul bantal, dimana dua orang duduk berhadapan di atas bambu sambil memegang bantal guling. Di bawah mereka, tentu saja kali/got besar yang warnanya sudah gak jelas. Setelah itu saling pukul-pukulan hingga ada yang jatuh ke got dan membuat seluruh yang melihat tertawa. Melihat itu, kami kembali berbincang.

“Filosofinya apa sih maen pukul2an bantal? Emang bisa memaknai kemerdekaan dengan pukul bantak kayak gitu?” tanyaku
“ya, mungkin maknanya menunjukan ke kita tantangannya pahlawan dulu ketika berjuang” jawab temanku
“Emang tantangan jaman pahlawan dulu bisa disamakan dengan tantangan pukul bantal? Di jaman pahlawan perangnya pake senjata. Resikonya nyawa. Nah ini, pake bantal, kalah juga paling-paling basah kuyup. Yang lihat juga pada ketawa-ketawa. Lagian aku sangsi mereka ikutan lomba-lomba kayak gini untuk mengenang pahlawan, untuk memaknai masa perjuangan dulu. Ikutnya juga paling-paling karena hadiahnya, sama ketawa-ketawanya. Kasihan banget ya pahlawan-pahlawan kita. Sama juga kayak permainan bawa kelereng di sendok yang diletakkan di mulut dengan jarak tertentu. Memangnya semudah itu apa pahlawan2 kita dulu?” komentarku

Kalo kita mo jujur, sekarang kemerdekaan begitu semu. Kita bilang diri kita merdeka, tapi kita kehilangan penghargaan kepada orang-orang yang membuat kita bisa berteriak “MERDEKA” walaupun hanya tiap 17 agustus saja. Berapa elemen sih yang peduli sama para veteran. Negara? Mana sempat mikirin veteran. Memang sih, insyaAlah ketika mereka berjuang dulu, tidak ada keinginan untuk dipuja puji di tahun-tahun yang akan datang, tapi apa iya kita masih bisa dikatakan punya hati jika menelantarkan mereka?

Paling tidak, mereka sudah berkorban nyawa untuk membuat kita merdeka secara fisik. Ya secara fisik saja. Karena saat ini, penjajah telah datang lagi dalam kaos lain. Fikroh, fun, fashion dan food. Kita hanya merdeka fisik tapi keinginan kita, jiwa kita, obsesi kita masihlah dijajah oleh para penjajah.

@penghargaan&penghormatanku kepada seluruh mujahid-mujahidah bangsa ini@
nb : judul diambil dari serial pak Anis Matta, walaupun kualitas isinya masih jauh banget bedanya.

No comments:

Post a Comment