Bismillah..
Tidak ada yang lebih menyenangkan dalam dunia “membina-dibina” daripada dirindukan oleh binaan kita. Dan segala puji bagi Allah, sore indah ini bertambah lengkap dengan satu hal menyenangkan itu. Di saat sedang menikmati kasbi goreng buatan tante ani, handphone-ku bunyi pertanda sms masuk.
(d’ xxxx) : mbak, xxxx kangen. Mbak kapan balik sby? Cepetan balik ya mbak. Mbak sudah sehat? xxxrxxinya lancar? xxxx kangen, xxxx sayang mbak
Ada yang hangat menjalar di pipi. Adekku, betapa aku juga mencintainya karena Allah. Kubalas sms itu mengabari keadaanku agar ia tidak khawatir dan mengabarkan tanggal kepulanganku. Tak lupa kukatakan bahwa aku juga mencintainya karena Allah.
Balasannya : Doain ya mbak, maagnya xxxx lagi kambuh. Mbak, xxxx gak sabar pengen cepat-cepat liqo sama mbak eby. Cepet pulang ya mbak, kami menungu mbak
Wallahi, rasa indah menjalar di hatiku. Sungguh, aku mencintai mereka karena Allah. Dan ketika aku tau aku mendapatkan balasan seperti ini, tak akan kugadaikan untuk apapaun indah ukhuwah ini. Allah, kuatkan ikatan ini ya Allah karena insyaAllah pertemuan kami, cinta diantara kami adalah karenaMU maka kekalkanlah. Tak sabar rasanya ingin cepat balik ke Surabaya, hanya untuk mereka, hanya untuk mereka.
PS : adek-adekku, semoga lingkaran kita semakin lebar hingga ke surgaNYA. aamiiin
Monday, October 30, 2006
NosTALgia TPA Nurul Huda Walyaqin
Nice day. Emang di Ambon, di rumah, setiap hari adalah hari yang menyenangkan. Ada aja kejadian-kejadian mengejutkan yang menyenangkan. Yang dibawain rujak natsepa-lah. Yang dibawain rujak liang-lah, yang dibawain martabak-lah, yang ditraktir-lah.
Lebih-lebih hari ini, hari yang sangat menyenangkan. Kita bertiga ke rumahnya tante ani, anak mantunya mama em buat makan kasbi (ubi, red) goreng. Eits, nanti dulu. Jangan dulu berkomentar “Kasbi goreng ini, biasa banget tau”. Salah besar kalo kasih komentar kayak gitu. Apa pasal? Pasalnya adalah itu kasbi goreng semasa ngaji dulu. Jadi waktu SD, waktu masih ngaji di mama em di TPA Nurul Huda Walyaqin, pas istirahat jajanannya ya kasbi goreng, kalo gak krepek kasbi. Asli enak banget. Renyah, empuknya kasbi dipadu sama sambal buatannya tante ani tuh pasangan paling klop di lidah.
Mana tadi makannya rame-rame sama cucu-cucunya ma em juga, sambil bernostalgia gitu deh. Ngajinya belum selesai tapi sudah rebutan mangkuk untuk beli kasbi goreng Wonderful moment banget. Dari sini, kita punya satu harapan. Suatu saat, alumnus-nya mama em mau membuka kembali TPA itu. Bagaimanapun, kebaikan dan keindahan ini harus dilanjutkan. Bismillah
Lebih-lebih hari ini, hari yang sangat menyenangkan. Kita bertiga ke rumahnya tante ani, anak mantunya mama em buat makan kasbi (ubi, red) goreng. Eits, nanti dulu. Jangan dulu berkomentar “Kasbi goreng ini, biasa banget tau”. Salah besar kalo kasih komentar kayak gitu. Apa pasal? Pasalnya adalah itu kasbi goreng semasa ngaji dulu. Jadi waktu SD, waktu masih ngaji di mama em di TPA Nurul Huda Walyaqin, pas istirahat jajanannya ya kasbi goreng, kalo gak krepek kasbi. Asli enak banget. Renyah, empuknya kasbi dipadu sama sambal buatannya tante ani tuh pasangan paling klop di lidah.
Mana tadi makannya rame-rame sama cucu-cucunya ma em juga, sambil bernostalgia gitu deh. Ngajinya belum selesai tapi sudah rebutan mangkuk untuk beli kasbi goreng Wonderful moment banget. Dari sini, kita punya satu harapan. Suatu saat, alumnus-nya mama em mau membuka kembali TPA itu. Bagaimanapun, kebaikan dan keindahan ini harus dilanjutkan. Bismillah
Sunday, October 29, 2006
SesALku, KecEWakU
Aku baru tiba lagi di Ambon setelah kamis kemarin ke Luhu, desanya nenek.Seru, selalu menyenangkan karena keluarga besarku ada di kampung ini. Keluarga ibu dan juga keluarga papa. Paket hemat deh, sekali ke kampung ini, bisa silaturahim ke begitu banyak keluarga. Perjalanannya juga menyenangkan, lewat darat juga laut. Memang sih gak serame pas masa-masa kecil dulu tapi tetap aja menyenangkan ada disini.
Sayangnya, di balik seluruh kesenangan itu, ada dua hal yang kusesali
Sayangnya, di balik seluruh kesenangan itu, ada dua hal yang kusesali
- Beberapa orang yang kukenal ditinggal begitu aja sama suaminya. Gak jelas kabarnya. Ada yang berbulan-bulan bahkan ada yang katanya terakhir ditemui tahun 2004. itu kan 2 tahun yang lalu. Kayak gitu, apa statusnya masih imamnya? Nafkah lahir batin gak dikasih. Anak-anak mereka, aku lihat tumbuh tanpa mengenal ayah mereka. Bahkan satu diantaranya tidak pernah melihat ayahnya. Lahir tahun 2004 padaawal syawal, kelahirannya masih disaksikan oleh ayahnya. Aku ingat, aku pun ada disitu bahkan ikut memberi nama. Tahun ini, saat bayi syawal itu sudah 2 tahun bahkan sudah bisa memanggilku bibi, ia belum pernah melihat ayahnya. Hal-hal seperti ini yang kadang bikin aku gamang dan males banget sama kaum adam. Tidak, tidak, aku tidak membenci lembaga pernikahan. Aku juga bukan seorang feminis. Hanya saja, aku gak suka dan marah melihat kaumku diperlakukan seperti itu. Pergi tanpa kabar, atawa selingkuh atawa tiba-tiba muncul sudah dengan istri lagi. Asli, aku ilfil sama hal-hal kayak gini. Gak fair tau. Wahai para pria, sadar dong. Kalian terlahir dari rahim perempuan kan? Kalo begitu, kalian tidak punya hak membuat perempuan yang rahimnya sakit setelah melahirkan anak kalian, kini hatinya pun kalian sakiti bahkan jiwanya kalian koyak. Kalo seperti itu, masihkah kalian mengatakan punya hati? Dimana kalian letakkan? Ingin rasanya aku tonjok muka kalian agar kalian sadar bahwa hati itu ada buat dipake bukan buat dijadikan batu.
- Aku kehilangan satu kehangatan tahun ini. Kehangatan yang kuterima setiap bertemu dulu kini sudah tak ada lagi, tak bersisa. Memang, masih ada tegur sapa tapi begitu garing. Sayang, sayang sekali. Kekuasaan, pangkat, kedudukan, jabatan, harta telah mengambil kehangatan itu dariku. Bertahun-tahun lewat sudah, roda berputar, pergantian pemain di wilayah kekuasaan pun tejadi. Wajar, sangat wajar. Tapi kewajaran tu adalah kewajaran perputaran masa. Yang tidak wajar adalah ketika itu merampas kehangatan yang dulu ada. Aku tidak minta apa-apa. Aku bahkan tidak butuh kekuasaan yang sekarang kau emban. Jangan merasa tertekan dengan kedatanganku dan mengira aku akan menggunakan asas manfaat. Tidak, sama sekali tidak. Tangan ini terjulur hanya untuk menawarkan dan merasakan kembali kehangatan yang selama ini ada. Jangan berpikiran SEMPIT dan PICIK. Ya, aku masih disambut. Ya, tubuhku masih kau ambil untuk kau bawa ke pelukanmu beberapa saat, kau pun masih mengecup kenngku sebagaimana yang selalu kau lakukan setiap bertemu denganku. Tapi, kini beda. I didn’t feel anything. Tidak ada ruh kehangatan dan kasih sayang dari kecupan itu. Anda telah berubah. Anda sudah bukan seperti yang kukenal lagi. Aku kecewa
Wednesday, October 25, 2006
RESOLUSI RAMADHANKU
Setelah ini, aku harus:
- Lebih bersabar, tidak langsung bereaksi atas setiap hal yang seharusnya dipikir dulu. Lebih sering menekan tombol pause.
- Lebih tepat waktu. Ada di tempat yang disepakati paling tidak 5 menit sebelumnya
- Lebih melatih mengendalikan ekspresi. Selama ini, aku terlalu seperti buku yang terbuka mengekspresikan semua yang aku rasakan dan aku pikirkan dengan perkataan dan perbuatan. Sudah, sekali-sekali orang perlu menebak apa yang aku pikirkan.
- Tilawah, murojaah dan QL itu musti jadi kebiasaan bukannya nunggu mood ato kalo ada waktu luang. Beri waktu khusus dan TEPATI
- Berbuat kebaikan itu gak boleh ditunda-tunda dan gak usah pake mikir. Kelamaan, kesempatan berbuat baik itu diambil lagi sama Allah dan diberikan kepada yang lain. Udah sering kejadian dan nyesel banget
- Bagian “sangar” di depan lawannya akhwat (apa coba?) tadinya mau diubah karena banyak yang protes. Tapi melihat kisah banyak lawan akhwat yang ngelunjak kalo dibaik-baiki ato bahkan di-biasa-in aja, trus para akhwat datang dan mengadu perlakuan lawan akhwat (tetep gak mau bilang maksudnya, tau dong), aku jadi berubah pikiran untuk tidak merubah anggapan “sangar” yang sudah terlanjur ter-image.
- the most important things, setelah ini harus lebih BANYAK WAKTU, TENAGA dan PIKIRAN untuk keluargaku. Memberikan cinta yang dengan porsi yang memang layak mereka terima, tidak hanya menerima seperti selama ini
Happy Eid Fitri 1427 H
Sudah berlalu ramadhan ini. Entah sudah ramadhan keberapa yang kita lewati ini. Sudah sekian idul fitri kita masuki, tapi sudahkah berkah ramadhan dan idul fitri itu benar-benar mewarnai hari-hari kita setelahnya? Inilah saatnya. Kita masuki bulan-bulan pembuktian pasca Ramadhan. Membuktikan energi Ramadhan bertahan hingga sebelas bulan ke depan dan mempertemukan kita kembali bersama Ramadhan berikutnya. Aaamiin
Lebaran kali ini di rumah gak lengkap. Hanya ada papa, ibu, caca, aku dan dek uni. Pic diatas saat dek uni sungkeman sama ibu papa. Dek eya dan dek ega tetap di Surabaya berlebaran bersama tante. Terakhir lengkap di tahun 2004. Yasud, ada yang kurang tapi tidak mengurangi makna kebahagiaan di hari fitri ini. Kebahagiaan yang sangat di saat melihat setiap sudut kota dijejali oleh orang-orang yang menundukkan hatinya saling meminta keridhaan, meminta kerelaan atas kesalahan. Sungguh sebuah ketawadhuan massal yang hanya bisa digerakkan oleh nilai-nilai keimanan. Putih bersih, semoga seperti itu kita sekarang
Ada yang mengusik pikiran ini melihat kebiasaan ramadhan di Indonesia yang sudah mulai masuk ke kota ambon. Kenapa saya bilang begitu? Karena zaman dulu, saat saya masih kecil, gak ada tuh kebiasaan mengkhawatirkan (buat saya) ini. Kebiasaan apa? Kebiasaan anak-anak kecil yang datang ke rumah-rumah secara rombongan dan tujuan utamanya bisa mendapatkan uang lebaran yang entah darimana ceritanya ikut-ikutan disebut angpao. Miris liatnya.
Di satu sisi, kita bisa melihat setiap kita pada hari itu dengan sukacita tanpa mengeluh memberikan begitu saja 1000 rupiah kepada setiap anak yang bahkan kita tidak tau siapa dia. Sisi ini membenarkan kitadari sudut saling berbagi kebahagiaan dengan memberi. Diatmbah lagi ungkapan “setahun sekali ini, kenapa gak?”
Fine, aku bisa terima di sisi ini. Tapi coba liat dari sisi yang lain. Pelajaran apa yang kita beri kepada mereka yang masih ijo ini tentang idul fitri? Secara tidak langsung kita telah mengajarkan bukan tentang kefitrahan tapi pada sukacitanya mendapatkan uang lebih di hari lebaran.
Kalo kemudian alasannya adalah “masih kecil ini, dijelasin juga gak bakal ngerti”
Kata saya “Ya gak usah dijelasin dulu kalo gitu, tapi juga jangan melakukan hal-hal yang membuat mereka membentuk opini sendiri tentang idul fitri”
Pembentukan paling bagus bagi perkembangan pemikiran manusia adalah saat anak-anak. Sedih kan kalo anak-anak sekarang kita perbiasakan seperti itu, dan besok ia tidak paham lagi dengan makna sebenarnya idul fitri. Mereka hanya tau bahwa idul fitri adalah saat “panen”
PS :
Maaf ya adek-adek yang ke rumahku, kalo kue kering yang aku beri ke kalian. Bukannya gak mau ngasih duit, tapi kalian juga butuh kue deh kayaknya supaya ada tenaga buat muter-muter lagi “nyari duit”
Lebaran kali ini di rumah gak lengkap. Hanya ada papa, ibu, caca, aku dan dek uni. Pic diatas saat dek uni sungkeman sama ibu papa. Dek eya dan dek ega tetap di Surabaya berlebaran bersama tante. Terakhir lengkap di tahun 2004. Yasud, ada yang kurang tapi tidak mengurangi makna kebahagiaan di hari fitri ini. Kebahagiaan yang sangat di saat melihat setiap sudut kota dijejali oleh orang-orang yang menundukkan hatinya saling meminta keridhaan, meminta kerelaan atas kesalahan. Sungguh sebuah ketawadhuan massal yang hanya bisa digerakkan oleh nilai-nilai keimanan. Putih bersih, semoga seperti itu kita sekarang
Ada yang mengusik pikiran ini melihat kebiasaan ramadhan di Indonesia yang sudah mulai masuk ke kota ambon. Kenapa saya bilang begitu? Karena zaman dulu, saat saya masih kecil, gak ada tuh kebiasaan mengkhawatirkan (buat saya) ini. Kebiasaan apa? Kebiasaan anak-anak kecil yang datang ke rumah-rumah secara rombongan dan tujuan utamanya bisa mendapatkan uang lebaran yang entah darimana ceritanya ikut-ikutan disebut angpao. Miris liatnya.
Di satu sisi, kita bisa melihat setiap kita pada hari itu dengan sukacita tanpa mengeluh memberikan begitu saja 1000 rupiah kepada setiap anak yang bahkan kita tidak tau siapa dia. Sisi ini membenarkan kitadari sudut saling berbagi kebahagiaan dengan memberi. Diatmbah lagi ungkapan “setahun sekali ini, kenapa gak?”
Fine, aku bisa terima di sisi ini. Tapi coba liat dari sisi yang lain. Pelajaran apa yang kita beri kepada mereka yang masih ijo ini tentang idul fitri? Secara tidak langsung kita telah mengajarkan bukan tentang kefitrahan tapi pada sukacitanya mendapatkan uang lebih di hari lebaran.
Kalo kemudian alasannya adalah “masih kecil ini, dijelasin juga gak bakal ngerti”
Kata saya “Ya gak usah dijelasin dulu kalo gitu, tapi juga jangan melakukan hal-hal yang membuat mereka membentuk opini sendiri tentang idul fitri”
Pembentukan paling bagus bagi perkembangan pemikiran manusia adalah saat anak-anak. Sedih kan kalo anak-anak sekarang kita perbiasakan seperti itu, dan besok ia tidak paham lagi dengan makna sebenarnya idul fitri. Mereka hanya tau bahwa idul fitri adalah saat “panen”
PS :
Maaf ya adek-adek yang ke rumahku, kalo kue kering yang aku beri ke kalian. Bukannya gak mau ngasih duit, tapi kalian juga butuh kue deh kayaknya supaya ada tenaga buat muter-muter lagi “nyari duit”
Tuesday, October 24, 2006
Em, i Miss You So
Sekarang udah satu syawal tapi karena pemerintah pengumumannya besok, dan ketaatan kepada pemerintah adalah lebih utama ketika ada perbedaan, maka besok keluargaku mutusin besok shalat id-nya. Tapi kita hari ini udah makan gitu deh.
Pagi ini, aku dan nani, salah satu teman ngaji dulu yang juga cucunya guru ngaji ziarah ke makan guru ngaji tercinta, mama em. Dipikir-pikir, aku ini murid yang gak tau diri banget. Almarhumah dipanggil Allah tahun 2001 dan baru tahun 2006, 5 tahun setelahnya, aku datangi makamnya. Padahal tiap tahun aku pulang ke Ambon. Benar2 kebangetan. Zaman ngaji dulu, salah satu masa yang menyenangkan dan indah dalam hidupku. Aku bisa sampai di titik ini, seperti ini, karena aku punya guru pertama yang luar biasa. Aku diberikan anugerah oleh Allah dibentuk oleh salah satu hambaNYA yang outstanding. Mama em, terimakasih untuk semuanya. Untuk ilmunya, untuk cintanya, untuk senyumnya, dan untuk “satu teriakan”nya padaku yang membuatku bertahan dan berkembang. Just Allah can give you the best reward for all those things
Pagi ini, aku dan nani, salah satu teman ngaji dulu yang juga cucunya guru ngaji ziarah ke makan guru ngaji tercinta, mama em. Dipikir-pikir, aku ini murid yang gak tau diri banget. Almarhumah dipanggil Allah tahun 2001 dan baru tahun 2006, 5 tahun setelahnya, aku datangi makamnya. Padahal tiap tahun aku pulang ke Ambon. Benar2 kebangetan. Zaman ngaji dulu, salah satu masa yang menyenangkan dan indah dalam hidupku. Aku bisa sampai di titik ini, seperti ini, karena aku punya guru pertama yang luar biasa. Aku diberikan anugerah oleh Allah dibentuk oleh salah satu hambaNYA yang outstanding. Mama em, terimakasih untuk semuanya. Untuk ilmunya, untuk cintanya, untuk senyumnya, dan untuk “satu teriakan”nya padaku yang membuatku bertahan dan berkembang. Just Allah can give you the best reward for all those things
Sunday, October 22, 2006
PisANg iJo
Sambil nunggu buka puasa, aku dan papa maen-maen air bersihin pilar di teras rumah. Lagi seru-serunya maen aer dan sabun gitu, badanku udah capek banget. Jadilah aku tidur ninggalin papa bersihin pilar sendirian. Maafin ya pa.
Menu kali ini…..
(te.reet..) PISANG IJO. Uh, pengen nambah dan nambah. Mom, I love you and thanks for your love in this “green banana” (maksa)
O ya, waktu lagi bantuin ibu nyiapin “green banana” itu tadi, ibu nanya nanya soal sesuatu yang gak jelas itu. Gak tau deh bu, aku udah gak mau mikir, gak ada urusan lagi sama “that thing”. Juga gak mau tahu bagaimana “that thing” itu sekarang. Kenapa juga ibu masih ingat dan masih mau bahas. Lupain aja deh bu, gak penting
Menu kali ini…..
(te.reet..) PISANG IJO. Uh, pengen nambah dan nambah. Mom, I love you and thanks for your love in this “green banana” (maksa)
O ya, waktu lagi bantuin ibu nyiapin “green banana” itu tadi, ibu nanya nanya soal sesuatu yang gak jelas itu. Gak tau deh bu, aku udah gak mau mikir, gak ada urusan lagi sama “that thing”. Juga gak mau tahu bagaimana “that thing” itu sekarang. Kenapa juga ibu masih ingat dan masih mau bahas. Lupain aja deh bu, gak penting
Saturday, October 21, 2006
i'm Home
Bismillah.
Hampir aja telat nyampe bandara. Gimana gak? Mimpinya indah banget jadi rasanya gak mau bangun. Setelah subuh, mataku berat banget minta tidur barang 15-20 menit padahal belum packing dan jam 7 sudah harus check in. tapi tidur itu menyenangkan banget. Mimpiku, aku diberi hadiah sama papa kolam renang gede dan isinya lumba-lumba. Asli, perasaan dalam mimpi itu gak terbayangkan senangnya. Bahkan waktu jam ½ 6 dek ega udah gedar gedor pintu kamar bangunin, tetap aja gak mau bangun. Sempat melek sebentar sih, tapi Cuma minta toleransi 15 menit lagi baru dibangunin. Eh, tidur yang kedua, mimpinya berlanjut. Kolam renang di mimpi yang pertama kekecilan, jadi di mimpi kedua, papa ngasih kolam renang yang lebih besar lagi dan pas aku lagi senang-senangnya bermain bersama lumba-lumba cantik itu, dek ega gak ngasih toleransi lagi. Digendonglah aku dan dipaksa berdiri. Dengan langkah gontai, kupersiapkan kepulanganku. Kapan ya bisa punya lumba-lumba beneran?
Now, here I am. In my lovely home. Senang banget rasanya ada di rumah. Gak ada yang berubah. Semuanya masih indah seperti biasanya. Dibuatin asida untuk my first day ini. Gak ada tandingannya deh asidanya ibu. Asida itu makanan yang tebuat dari tepung terigu terus dicampur sama air rebusan gula jawa. Prosenya ya diaduk-aduk gitu deh. Kalo sudah, dibentuk di piring, diberi rebusan margarin dan ditaburi bubuk kayu manis. Yummi abis deh. Ini makanan khasnya buka puasa di ambon.
Rumah, akhirnya…..
Gambar : Jatah asida-ku buatan ibu. Diambil 20 oktober 2006 menjelang bedug maghrib
Hampir aja telat nyampe bandara. Gimana gak? Mimpinya indah banget jadi rasanya gak mau bangun. Setelah subuh, mataku berat banget minta tidur barang 15-20 menit padahal belum packing dan jam 7 sudah harus check in. tapi tidur itu menyenangkan banget. Mimpiku, aku diberi hadiah sama papa kolam renang gede dan isinya lumba-lumba. Asli, perasaan dalam mimpi itu gak terbayangkan senangnya. Bahkan waktu jam ½ 6 dek ega udah gedar gedor pintu kamar bangunin, tetap aja gak mau bangun. Sempat melek sebentar sih, tapi Cuma minta toleransi 15 menit lagi baru dibangunin. Eh, tidur yang kedua, mimpinya berlanjut. Kolam renang di mimpi yang pertama kekecilan, jadi di mimpi kedua, papa ngasih kolam renang yang lebih besar lagi dan pas aku lagi senang-senangnya bermain bersama lumba-lumba cantik itu, dek ega gak ngasih toleransi lagi. Digendonglah aku dan dipaksa berdiri. Dengan langkah gontai, kupersiapkan kepulanganku. Kapan ya bisa punya lumba-lumba beneran?
Now, here I am. In my lovely home. Senang banget rasanya ada di rumah. Gak ada yang berubah. Semuanya masih indah seperti biasanya. Dibuatin asida untuk my first day ini. Gak ada tandingannya deh asidanya ibu. Asida itu makanan yang tebuat dari tepung terigu terus dicampur sama air rebusan gula jawa. Prosenya ya diaduk-aduk gitu deh. Kalo sudah, dibentuk di piring, diberi rebusan margarin dan ditaburi bubuk kayu manis. Yummi abis deh. Ini makanan khasnya buka puasa di ambon.
Rumah, akhirnya…..
Gambar : Jatah asida-ku buatan ibu. Diambil 20 oktober 2006 menjelang bedug maghrib
Friday, October 20, 2006
Mo Mudik Nih. Maafin Lahir Batin Ya....
Bismillah
Buat semuanya, ini postingan saya terakhir di bulan Ramadhan ini. Besok pagi (jumat, 20 Oktober 2006) mo mudik nih. Di Ambon kayaknya gak nge-blog deh. Bukannya gak mau tapi kayaknya gak sempat deh. Soalnya aku udah buat plan mo ngapain aja menuntaskan kerinduan setahun gak pulang jadi kayaknya bakal sibuk kesana kemari deh.
Apalagi katanya my sista, kompiut di rumah lagi error dan belum di servis. So, pulang dulu yak. InsyaAllah kalo dikasih umur panjang, ketemu lagi setelah lebaran.
Gak sabar rasanya pengen pulang. Sampe-sampe kok rasanya aku udah nyium baunya rumah. Kemarin sempat terancam gak pulang, tapi kata ibu, apapun yang terjadi, aku harus pulang. Weits, tambah bersemangatlah aku pulang. Maka segala daya dan upaya kukerahkan untuk bisa dapat tiket dan akhirnya, setelah pulsa hp diisi ulang 2 kali baru deh dapat tiket. Terbayar juga sih kejengkelan harus ngisi pulsa sampe 2 kali nelpon sana sini, soalnya dapat tiket dengan harga miring. Hare gene, 2 hari sebelum keberangkatan dapat tiket miring? jelas aja Alhamdulillah
Dalam 12 jam kedepan aku bakal take off dam 3 jam kemudian, wajah papa sudah bisa kulihat di bandara menjemputku, insyaAllah. Nanti malam aku pasti gak bisa tidur saking gak sabarnya.
Sahabat, walaupun belum iedul fitri, izinkan ane ngucapin "TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM. Semoga kita keluar dengan status Pemengan Sejati Ramadhan, Produk Unggulan Ramadhan. Semoga amal ibadah kita selama bulan Ramadhan menjadikan kita lulus menjadi alumni-alumni Ramadhan yang luar biasa. Selamat Idul Fitri 1427 H. Mohon Maaf Lahir Batin Ya"
Ane pamit. Assalamu'alaikum (tanganku bersedekap di dada)
Buat semuanya, ini postingan saya terakhir di bulan Ramadhan ini. Besok pagi (jumat, 20 Oktober 2006) mo mudik nih. Di Ambon kayaknya gak nge-blog deh. Bukannya gak mau tapi kayaknya gak sempat deh. Soalnya aku udah buat plan mo ngapain aja menuntaskan kerinduan setahun gak pulang jadi kayaknya bakal sibuk kesana kemari deh.
Apalagi katanya my sista, kompiut di rumah lagi error dan belum di servis. So, pulang dulu yak. InsyaAllah kalo dikasih umur panjang, ketemu lagi setelah lebaran.
Gak sabar rasanya pengen pulang. Sampe-sampe kok rasanya aku udah nyium baunya rumah. Kemarin sempat terancam gak pulang, tapi kata ibu, apapun yang terjadi, aku harus pulang. Weits, tambah bersemangatlah aku pulang. Maka segala daya dan upaya kukerahkan untuk bisa dapat tiket dan akhirnya, setelah pulsa hp diisi ulang 2 kali baru deh dapat tiket. Terbayar juga sih kejengkelan harus ngisi pulsa sampe 2 kali nelpon sana sini, soalnya dapat tiket dengan harga miring. Hare gene, 2 hari sebelum keberangkatan dapat tiket miring? jelas aja Alhamdulillah
Dalam 12 jam kedepan aku bakal take off dam 3 jam kemudian, wajah papa sudah bisa kulihat di bandara menjemputku, insyaAllah. Nanti malam aku pasti gak bisa tidur saking gak sabarnya.
Sahabat, walaupun belum iedul fitri, izinkan ane ngucapin "TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM. Semoga kita keluar dengan status Pemengan Sejati Ramadhan, Produk Unggulan Ramadhan. Semoga amal ibadah kita selama bulan Ramadhan menjadikan kita lulus menjadi alumni-alumni Ramadhan yang luar biasa. Selamat Idul Fitri 1427 H. Mohon Maaf Lahir Batin Ya"
Ane pamit. Assalamu'alaikum (tanganku bersedekap di dada)
separuh 10 hari ketiga 1427
Day 21 / Sabtu, 14 oktober 2006
Kalo saja seluruh tubuh dan jiwaku ini bukan buatan Allah, mungkin saja aku sudah jadi kepingan-kepingan kecil. Tubuhku sudah tidak sanggup lagi menahan beban ini. Allah, aku rindu kekuatanMU. Tanpa itu, aku tak bisa melangkah tegak, bahkan hanya untuk merangkak pun aku tak bisa lagi.
Dari semua yang terjadi hari ini yang hampir membuatku patah, alhamdulillah Allah selipkan satu kebahagiaan. Kakakku tersayang datang ke Surabaya. Setelah ada perjalanan dinas di Jakarta, sebelum balik ke Ambon, she decide to visit us. Karena kita saudaraan berlima, dan di surabaya itu udah ada tiga, maka jadilah kini kami berempat. Gini jadi kangen sama dek uni, our little sweet sister.
Sorenya kita berempat ke rumah tante di driyorejo gresik. Jalanan macet dari jagir sampe joyoboyo. Sudah itu di wiyung juga macet dan suara klakson dimana-mana bikin capek tambah berasa. Tapi seru karena liat emacetan kayak gitu, dan liat wajah-wajah yang terjebak macet itu, aku tau semua sedang mengusahakan satu hal, Berbuka bersama keluarga di rumah. Makanya dibela-belain terjebak macet, asal bisa sampe rumah dan meikmati hidangan berbuka di rumah, There is no place like home
Day 22 / Ahad, 15 Oktober 2006
Setelah sahur, kita berempat telpon dek uni di ambon. Aktifin speaker maka mulailah obrolan seru khas keluarga Waliulu dimulai. Dek uni yang sekarang nemenin ibu dan papa di rumah. Soalnya caca juga gak di ambon, dinasnya di kabupaten Piru, 2 jam dari Ambon. Ke Ambonnya paling sebulan sekali. Kita bertiga di surabaya, maka jadilah di rumah hanya ada papa, ibu dan dek uni. Dek, titip ibu dan papa ya sayang.
Seharian ini temani caca (sebutan mbak dalam bahasa ambon) nyari sesuatu untuk ibu dan papa. And you know what? Aku dibeliin hiasan meja bentuk terong gitu. Trus juga dibeliin hiasan dari kayu bentuk lumba-lumba. Gak tanggung-tanggun, 4 bow. Dan semuanya sudah aku kasih nama. Yang bentuknya lucu dan lagi atraksi, namanya Willy. Another big one, namanya sally. Yang sedang namanya monti dan yang paling kecil namanya cutie.
Day 23 / Senin, 16 Oktober 2006
Terancam gak bisa pulang coz there is something I can not handle it. Bayangain aku lebaran di surabaya make me feel like I AM THE MOST DESPERATE WOMAN IN THIS WORLD. Gak kebayang aja, lebaran gak sama ibu dan papa. Aku belum pernah merasakan, dan aku gak pengen marasakan. Eh, sekali ding pas tahun 2001, dan sangat tidak menyenangkan. Masak harus terulang sih? I must do something
My lovely sister, caca buatin sayur terong dimasak bumbu gitu. Tau banget kalo aku suka jadi sebelum dia balik besok, dimasakin deh. Makasih ya cintaku
Day 24 / Selasa, 17 Oktober 2006
Satu status dalam hidupku kuakhiri hari ini. Setelah semua yang kujalani, akhirnya sampai juga aku di ujungnya. Gol telah kubuat. Pertandingan ini telah kumenangkan.
Ya Allah, terimakasih untuk hari ini. Terimaksih untuk setiap episode kehidupanku yang telah atur dengan indah. Terimakasih
Malamnya, dek eya dan dek ega minta dirayain. Hasilnya, aku dirampok makan malam di WAPO. Demi adek-adekku tersayang, gak apa deh meskipun lagi pas-pas-an.
Day 25 / Rabu, 18 Oktober 2006
Kadang, tidak semua hal berjalan sesuai yang kita inginkan. Tapi percayalah, yng terjadi adalah sesuai yang kita butuhkan. Ada rahasia di setiap kejadian yang mungkin baru kita sadari nantinya. Maka, jangan berputus asa kawan. Everything will come in the right time. Dunia belum berakhir, langit belum runtuh, maka masih ada waktu yang Allah berikan untukmu. Tidak ada yang melarangmu menangis, bahkan aku menyarankanmu untuk menangis karena kadang air mata ikut membawa sedikit sedih yang kita rasa. Tapi jangan terlalu lama. Bangkit lagi kawan, Allah punya rencana lain untukmu. Tersenyumlah menunggu rencana itu dan lihatlah bagaiman Allah akan bekerja untuk kebahagiaanmu.
Aku gak punya kata yang bisa membuatmu tenang karena tenang itu muncul dari dirimu sendiri. Yang aku tahu dan aku yakini, satu-satunya yang bisa menghadirkan ketenangan dalam diri kita adalah Allah. Jadi, ke Allah ya sayang. Mengadulah, IA akan mendengarmu, PASTI!!!!
Day 26 / Kamis 19 Oktober 2006
Cant wait to go home. This is the last day I pass this ramadhan with my two lovely sisters, dek eya dan dek ega. Tomorrow morning, I will flying to my lovely city, the place where there is a lot of love for me. Cant wait to be between my ma and my pa and kill my hungry with my mom’s food. 2 days ago, she call me and ask me what I want to “buka puasa” and of course, absoluteky I say “PISANG IJO”. There is no doubt because my mom’s pisang ijo is the best in this world.
Kalo saja seluruh tubuh dan jiwaku ini bukan buatan Allah, mungkin saja aku sudah jadi kepingan-kepingan kecil. Tubuhku sudah tidak sanggup lagi menahan beban ini. Allah, aku rindu kekuatanMU. Tanpa itu, aku tak bisa melangkah tegak, bahkan hanya untuk merangkak pun aku tak bisa lagi.
Dari semua yang terjadi hari ini yang hampir membuatku patah, alhamdulillah Allah selipkan satu kebahagiaan. Kakakku tersayang datang ke Surabaya. Setelah ada perjalanan dinas di Jakarta, sebelum balik ke Ambon, she decide to visit us. Karena kita saudaraan berlima, dan di surabaya itu udah ada tiga, maka jadilah kini kami berempat. Gini jadi kangen sama dek uni, our little sweet sister.
Sorenya kita berempat ke rumah tante di driyorejo gresik. Jalanan macet dari jagir sampe joyoboyo. Sudah itu di wiyung juga macet dan suara klakson dimana-mana bikin capek tambah berasa. Tapi seru karena liat emacetan kayak gitu, dan liat wajah-wajah yang terjebak macet itu, aku tau semua sedang mengusahakan satu hal, Berbuka bersama keluarga di rumah. Makanya dibela-belain terjebak macet, asal bisa sampe rumah dan meikmati hidangan berbuka di rumah, There is no place like home
Day 22 / Ahad, 15 Oktober 2006
Setelah sahur, kita berempat telpon dek uni di ambon. Aktifin speaker maka mulailah obrolan seru khas keluarga Waliulu dimulai. Dek uni yang sekarang nemenin ibu dan papa di rumah. Soalnya caca juga gak di ambon, dinasnya di kabupaten Piru, 2 jam dari Ambon. Ke Ambonnya paling sebulan sekali. Kita bertiga di surabaya, maka jadilah di rumah hanya ada papa, ibu dan dek uni. Dek, titip ibu dan papa ya sayang.
Seharian ini temani caca (sebutan mbak dalam bahasa ambon) nyari sesuatu untuk ibu dan papa. And you know what? Aku dibeliin hiasan meja bentuk terong gitu. Trus juga dibeliin hiasan dari kayu bentuk lumba-lumba. Gak tanggung-tanggun, 4 bow. Dan semuanya sudah aku kasih nama. Yang bentuknya lucu dan lagi atraksi, namanya Willy. Another big one, namanya sally. Yang sedang namanya monti dan yang paling kecil namanya cutie.
Day 23 / Senin, 16 Oktober 2006
Terancam gak bisa pulang coz there is something I can not handle it. Bayangain aku lebaran di surabaya make me feel like I AM THE MOST DESPERATE WOMAN IN THIS WORLD. Gak kebayang aja, lebaran gak sama ibu dan papa. Aku belum pernah merasakan, dan aku gak pengen marasakan. Eh, sekali ding pas tahun 2001, dan sangat tidak menyenangkan. Masak harus terulang sih? I must do something
My lovely sister, caca buatin sayur terong dimasak bumbu gitu. Tau banget kalo aku suka jadi sebelum dia balik besok, dimasakin deh. Makasih ya cintaku
Day 24 / Selasa, 17 Oktober 2006
Satu status dalam hidupku kuakhiri hari ini. Setelah semua yang kujalani, akhirnya sampai juga aku di ujungnya. Gol telah kubuat. Pertandingan ini telah kumenangkan.
Ya Allah, terimakasih untuk hari ini. Terimaksih untuk setiap episode kehidupanku yang telah atur dengan indah. Terimakasih
Malamnya, dek eya dan dek ega minta dirayain. Hasilnya, aku dirampok makan malam di WAPO. Demi adek-adekku tersayang, gak apa deh meskipun lagi pas-pas-an.
Day 25 / Rabu, 18 Oktober 2006
Kadang, tidak semua hal berjalan sesuai yang kita inginkan. Tapi percayalah, yng terjadi adalah sesuai yang kita butuhkan. Ada rahasia di setiap kejadian yang mungkin baru kita sadari nantinya. Maka, jangan berputus asa kawan. Everything will come in the right time. Dunia belum berakhir, langit belum runtuh, maka masih ada waktu yang Allah berikan untukmu. Tidak ada yang melarangmu menangis, bahkan aku menyarankanmu untuk menangis karena kadang air mata ikut membawa sedikit sedih yang kita rasa. Tapi jangan terlalu lama. Bangkit lagi kawan, Allah punya rencana lain untukmu. Tersenyumlah menunggu rencana itu dan lihatlah bagaiman Allah akan bekerja untuk kebahagiaanmu.
Aku gak punya kata yang bisa membuatmu tenang karena tenang itu muncul dari dirimu sendiri. Yang aku tahu dan aku yakini, satu-satunya yang bisa menghadirkan ketenangan dalam diri kita adalah Allah. Jadi, ke Allah ya sayang. Mengadulah, IA akan mendengarmu, PASTI!!!!
Day 26 / Kamis 19 Oktober 2006
Cant wait to go home. This is the last day I pass this ramadhan with my two lovely sisters, dek eya dan dek ega. Tomorrow morning, I will flying to my lovely city, the place where there is a lot of love for me. Cant wait to be between my ma and my pa and kill my hungry with my mom’s food. 2 days ago, she call me and ask me what I want to “buka puasa” and of course, absoluteky I say “PISANG IJO”. There is no doubt because my mom’s pisang ijo is the best in this world.
Sunday, October 15, 2006
10 hari kedua 1427
Day 11 / Rabu, 4 oktober 2006
Hari ini aku ke kampus. Jatuh, jatuh deh lu. Pokoknya aku gak mau di kost terus. Alhamdulillah gak ada apa-apa. Tarawih dan tadarus alhamdulillah juga lancar. Alhamdulilah juga obat-obat dari dokter itu tinggal dikit. Paling besok juga udah habis and it means aku bakal terbebas dari itu semua
Day 12 / Kamis 5 oktober 2006
Aku gak masuk ngaji. Gimana mo masuk, dokternya buat janji kontrol pas jam ngajiku. Minta ijin dan berangkatlah aku ke dokter. Selama ramadhan ini, aku gak pernah lagi makan di luar. Adek eya selalu masak buat makan malam dan sahur kita. Soalnya ibu udah wanti-wanti, gak boleh lagi makan di luar. Selain gak terjamin kesehatannya, berat di ongkos juga kalo bertiga makannya beli terus. Murahan juga masak sendiri. Walhasil, yang mo dimasak selalu disesuaikan sama seleraku. Soalnya kalo gak gitu, aku dikit banget makannya. Maaf ya adekku sayang
Day 13/ Jumat 6 oktober 2006
Saat ngisi kajian putri di salah satu kampus, panitia ngasih souvenir berupa buku bagus berjudul “4 Wanita Terbaik Dunia Akhirat”. Banyak banget pelajaran yang bisa aku ambil sebagai seorang muslimah. Khadijah, Fatimah, Maryam dan Asiyah adalah figur wanita sholehah di masa terbaik kehidupan dunia.
Day 14 / Sabtu 7 oktober 2006
Aku masuk sekolah hari ini. Jadwal ngajar terakhirku karena pekan depan sudah libur. Pas masuk ruang jurusan, bapak-bapak guru yang lain pada gantian menanyakan kondisiku, bahkan pak Bambang malah minta aku pulang aja.
Udah gitu, pas masuk kelas, anak-anak pada bertanya kemana saja kok aku gak pernah kelihatan? Satu di antaranya, arifin namanya, bahkan ke mejaku dan bertanya kenapa. Waktu tau kalo aku baru sakit, ia memberiku nomer telpon orang tuanya yang bisa pijet tradisional gitu. Jelas aku gak bakal kesana, tapi kuhargai perhatiannnya dan mengambil juga nomer HP yang ia berikan. Thanks ya, teman-teman guruku dan siswa-siswaku yang baik atas perhatiannya yang begitu besar kepadaku. Bahkan saat melewati ruang tata usaha pun, rekan-rekan di ruangan itu yang notabene jauh lebih tua dariku asking for my condition of health. Mereka taunya dari teman-teman guru di jurusan listrik. Its wonderful place of work
Day 15 / Ahad, 8 Oktober 2006
Alhamdulillah di pertengahan ramadhan ini, aku sudah khatam al-quran sekali. Semoga target dua kali tercapai. Hari ini, I realize about something. Orang-orang di sekitarku yang selama ini membuatku jengah dengan perlakuan mereka kepadaku, ternyata aku salah besar. Aku harusnya bersyukur bisa punya cinta yang amat sangat dari setiap orang di sekitarku. Seperti apapun caranya, itulah bentuk mereka mengekspresikan cinta mereka. Entah itu sms berkali-kli yang kadang bikin eneg, telpon yang menjemukan karena pertanyaannya gak kreatif abis, hanya seputaran obat, makan dan istirahat. Atau pual cara mereka melarangku beraktivitas apapun even it just washing my clothes. Kusadari, itulah cinta mereka. Setiap omelan adalah cinta. Setiap telpon dan sms adalah cinta.
Ya Allah, terimakasih atas begitu banyak cinta yang kudapat
Day 16 / Senin, 9 Oktober 2006
Gak terasa ya udah 15 hari kita berpuasa. Jalaninya sekarang sudah lebih ringan. Pengen rasanya bisa berbuka di rumah dan shalat maghrib di belakangnya papa. Tahun ini boleh pulang gak ya?
Day 17 / Selasa, 10 Oktober 2006
Alhamdulillah aku boleh pulang sama ibu dan papa. Dek eya dan dek ega lebaran disini karena dek eya kan baru pulang liburan kemarin dan dek ega kan belum ½ tahun ninggalin ambon. Asyik, mudik lagi.
Day 18 / Rabu, 11 oktober 2006
Imanku benar-benar lemah. Ada kemungkaran di depanku tapi kudiamkan saja. Hatiku sibuk marah-marah, gak suka dan rasanya pengen mengekspresikan tapi bibirku gak bisa mengucapkan apa-apa. Itulah selemah-lemahnya iman.
Aku bingung dan gak menemukan jawaban kenapa orang yang pacaran itu harus telpon-telponan sampe berjam-jam gak jelas gitu. Apa aja sih yang diomongin? Iya kalo telponnya di waktu yang normal. Nah ini, tengah malam buta telpon. Sampe sahur, masih aja ngobrol. Abis sahur, tidur dan subuhnya di akhir waktu banget. Yang kayak gitu mana bisa dibilang ekspresi sayang atau apalah. Itu mah tidak menghargai. Mana bisa seorang pria menelpon seorang wanita di waktu dimana wanita tersebut seharusnya beristirahat. Gak menghargai banget kan. Tapi cinta dari setan itu membungkusnya jadi indah berlabel romantis dan sayang. Puih, cape deh.
Kadang aku bosen juga mengingatkan, tapi kalo aku bosen, nanti aku juga kena dosanya dong?
Day 19 / Kamis, 12 Oktober 2006
1. Tadi siang nonton maha kasih tentang Menantu yang durhaka pada mertuanya trus di akhir acaranya, sang ustadz mengingatkan tentang hadits ketika seorang sahabat datang bertanya kepada Rasulullah tentang siapa di dunia ini yang harus diutamakan? Dan Rasulullah menjawab ibu sebanyak 3 kali, barulah ayah. Tiba-tiba aja, aku kangen lagi sama ibu, the precious gift from Allah to me.
2. Pas iklan juga liat iklannya enervon c (kalo gak salah). Yang tentang beberapa orang pas awal puasa sahurnya lengkap, dan semakin kesini semakin banyak yang absen. Cuma satu yang bisa bertahan karena dia minum produk itu. yang aku lihat dari iklan itu, suasana sahurnya itu lho. Duduk bareng di meja. Jadi ingat sahur di rumah. Duduk bareng di meja gitu sama ibu, papa, plus sister2ku. Cant wait to be there
Day 20 / Jumat, 13 oktober 2006
1. Reportasenya Trans TV tadi pagi salah satunya menampilkan puasanya awak kapal Dewa Rucci yang lagi berlayar di Lautan Cina. Aku juga punya penggalan puasa di kapal. Sejak tahun 1998 sampe yang terakhir tahun 2002, mudiknya naik kapal. Puasa di kapal tu seru. Karena kita gak punya kegiatan lain selain waiting, jadi waktu kita habisnya untuk baca, ngaji, tidur deh. Gitu aja selama 3 hari. Shalatnya juga seru. Goyang-goyang gitu. Alhamdulillah aja mushola kapal itu di dek 7, jadi udah tinggi banget dari permukaan lautan jadi gak berasa ombaknya. Gak kebayang kalo musholanya di dek 2 atau 3, bisa-bisa banyak yang mabok dan akhirnya gak bisa sholat. Setelah 2002, aku udah gak pernah ngerasain mudik naik kapal lagi.
2. Alhamdulilah hari ini aku bisa ke asramanya adek2 binaan. Jadi tau keseharian mereka, cara mereka menghabiskan waktu. Kita ngobrol banyak dan aku semakin mencintai mereka karena Allah
3. Sempat sms-an sama salah satu teman dan buntutnya ada smsnya yang bilang kalo aku kudu lebih sabar dan tawadhu. Sedih banget baca sms itu. It means, aku sekarang masih jadi orang yang gak sabar dan tawadhu, paling tidak di mata temanku itu. jadi mikir, jangan-jangan teman2 yang lain juga menganggapku begitu. Ya sih, aku masih jauh banget dari sabar dan tawadhu. Tapi kalo aku 180 derajat berbalik dari itu juga, kok rasanya buruk banget ya diriku. Semoga saja tidak separah itu
Hari ini aku ke kampus. Jatuh, jatuh deh lu. Pokoknya aku gak mau di kost terus. Alhamdulillah gak ada apa-apa. Tarawih dan tadarus alhamdulillah juga lancar. Alhamdulilah juga obat-obat dari dokter itu tinggal dikit. Paling besok juga udah habis and it means aku bakal terbebas dari itu semua
Day 12 / Kamis 5 oktober 2006
Aku gak masuk ngaji. Gimana mo masuk, dokternya buat janji kontrol pas jam ngajiku. Minta ijin dan berangkatlah aku ke dokter. Selama ramadhan ini, aku gak pernah lagi makan di luar. Adek eya selalu masak buat makan malam dan sahur kita. Soalnya ibu udah wanti-wanti, gak boleh lagi makan di luar. Selain gak terjamin kesehatannya, berat di ongkos juga kalo bertiga makannya beli terus. Murahan juga masak sendiri. Walhasil, yang mo dimasak selalu disesuaikan sama seleraku. Soalnya kalo gak gitu, aku dikit banget makannya. Maaf ya adekku sayang
Day 13/ Jumat 6 oktober 2006
Saat ngisi kajian putri di salah satu kampus, panitia ngasih souvenir berupa buku bagus berjudul “4 Wanita Terbaik Dunia Akhirat”. Banyak banget pelajaran yang bisa aku ambil sebagai seorang muslimah. Khadijah, Fatimah, Maryam dan Asiyah adalah figur wanita sholehah di masa terbaik kehidupan dunia.
Day 14 / Sabtu 7 oktober 2006
Aku masuk sekolah hari ini. Jadwal ngajar terakhirku karena pekan depan sudah libur. Pas masuk ruang jurusan, bapak-bapak guru yang lain pada gantian menanyakan kondisiku, bahkan pak Bambang malah minta aku pulang aja.
Udah gitu, pas masuk kelas, anak-anak pada bertanya kemana saja kok aku gak pernah kelihatan? Satu di antaranya, arifin namanya, bahkan ke mejaku dan bertanya kenapa. Waktu tau kalo aku baru sakit, ia memberiku nomer telpon orang tuanya yang bisa pijet tradisional gitu. Jelas aku gak bakal kesana, tapi kuhargai perhatiannnya dan mengambil juga nomer HP yang ia berikan. Thanks ya, teman-teman guruku dan siswa-siswaku yang baik atas perhatiannya yang begitu besar kepadaku. Bahkan saat melewati ruang tata usaha pun, rekan-rekan di ruangan itu yang notabene jauh lebih tua dariku asking for my condition of health. Mereka taunya dari teman-teman guru di jurusan listrik. Its wonderful place of work
Day 15 / Ahad, 8 Oktober 2006
Alhamdulillah di pertengahan ramadhan ini, aku sudah khatam al-quran sekali. Semoga target dua kali tercapai. Hari ini, I realize about something. Orang-orang di sekitarku yang selama ini membuatku jengah dengan perlakuan mereka kepadaku, ternyata aku salah besar. Aku harusnya bersyukur bisa punya cinta yang amat sangat dari setiap orang di sekitarku. Seperti apapun caranya, itulah bentuk mereka mengekspresikan cinta mereka. Entah itu sms berkali-kli yang kadang bikin eneg, telpon yang menjemukan karena pertanyaannya gak kreatif abis, hanya seputaran obat, makan dan istirahat. Atau pual cara mereka melarangku beraktivitas apapun even it just washing my clothes. Kusadari, itulah cinta mereka. Setiap omelan adalah cinta. Setiap telpon dan sms adalah cinta.
Ya Allah, terimakasih atas begitu banyak cinta yang kudapat
Day 16 / Senin, 9 Oktober 2006
Gak terasa ya udah 15 hari kita berpuasa. Jalaninya sekarang sudah lebih ringan. Pengen rasanya bisa berbuka di rumah dan shalat maghrib di belakangnya papa. Tahun ini boleh pulang gak ya?
Day 17 / Selasa, 10 Oktober 2006
Alhamdulillah aku boleh pulang sama ibu dan papa. Dek eya dan dek ega lebaran disini karena dek eya kan baru pulang liburan kemarin dan dek ega kan belum ½ tahun ninggalin ambon. Asyik, mudik lagi.
Day 18 / Rabu, 11 oktober 2006
Imanku benar-benar lemah. Ada kemungkaran di depanku tapi kudiamkan saja. Hatiku sibuk marah-marah, gak suka dan rasanya pengen mengekspresikan tapi bibirku gak bisa mengucapkan apa-apa. Itulah selemah-lemahnya iman.
Aku bingung dan gak menemukan jawaban kenapa orang yang pacaran itu harus telpon-telponan sampe berjam-jam gak jelas gitu. Apa aja sih yang diomongin? Iya kalo telponnya di waktu yang normal. Nah ini, tengah malam buta telpon. Sampe sahur, masih aja ngobrol. Abis sahur, tidur dan subuhnya di akhir waktu banget. Yang kayak gitu mana bisa dibilang ekspresi sayang atau apalah. Itu mah tidak menghargai. Mana bisa seorang pria menelpon seorang wanita di waktu dimana wanita tersebut seharusnya beristirahat. Gak menghargai banget kan. Tapi cinta dari setan itu membungkusnya jadi indah berlabel romantis dan sayang. Puih, cape deh.
Kadang aku bosen juga mengingatkan, tapi kalo aku bosen, nanti aku juga kena dosanya dong?
Day 19 / Kamis, 12 Oktober 2006
1. Tadi siang nonton maha kasih tentang Menantu yang durhaka pada mertuanya trus di akhir acaranya, sang ustadz mengingatkan tentang hadits ketika seorang sahabat datang bertanya kepada Rasulullah tentang siapa di dunia ini yang harus diutamakan? Dan Rasulullah menjawab ibu sebanyak 3 kali, barulah ayah. Tiba-tiba aja, aku kangen lagi sama ibu, the precious gift from Allah to me.
2. Pas iklan juga liat iklannya enervon c (kalo gak salah). Yang tentang beberapa orang pas awal puasa sahurnya lengkap, dan semakin kesini semakin banyak yang absen. Cuma satu yang bisa bertahan karena dia minum produk itu. yang aku lihat dari iklan itu, suasana sahurnya itu lho. Duduk bareng di meja. Jadi ingat sahur di rumah. Duduk bareng di meja gitu sama ibu, papa, plus sister2ku. Cant wait to be there
Day 20 / Jumat, 13 oktober 2006
1. Reportasenya Trans TV tadi pagi salah satunya menampilkan puasanya awak kapal Dewa Rucci yang lagi berlayar di Lautan Cina. Aku juga punya penggalan puasa di kapal. Sejak tahun 1998 sampe yang terakhir tahun 2002, mudiknya naik kapal. Puasa di kapal tu seru. Karena kita gak punya kegiatan lain selain waiting, jadi waktu kita habisnya untuk baca, ngaji, tidur deh. Gitu aja selama 3 hari. Shalatnya juga seru. Goyang-goyang gitu. Alhamdulillah aja mushola kapal itu di dek 7, jadi udah tinggi banget dari permukaan lautan jadi gak berasa ombaknya. Gak kebayang kalo musholanya di dek 2 atau 3, bisa-bisa banyak yang mabok dan akhirnya gak bisa sholat. Setelah 2002, aku udah gak pernah ngerasain mudik naik kapal lagi.
2. Alhamdulilah hari ini aku bisa ke asramanya adek2 binaan. Jadi tau keseharian mereka, cara mereka menghabiskan waktu. Kita ngobrol banyak dan aku semakin mencintai mereka karena Allah
3. Sempat sms-an sama salah satu teman dan buntutnya ada smsnya yang bilang kalo aku kudu lebih sabar dan tawadhu. Sedih banget baca sms itu. It means, aku sekarang masih jadi orang yang gak sabar dan tawadhu, paling tidak di mata temanku itu. jadi mikir, jangan-jangan teman2 yang lain juga menganggapku begitu. Ya sih, aku masih jauh banget dari sabar dan tawadhu. Tapi kalo aku 180 derajat berbalik dari itu juga, kok rasanya buruk banget ya diriku. Semoga saja tidak separah itu
10 Hari Pertama 1427
day 1/ ahad 24 sept 2006
Kemarin sore kita bertiga (aku, dek eya dan dek ega, red) udah ke rumahnya tante buat sahuran pertama. Biasalah, kita gak pernah bisa sahur pertama di kos, harus di rumah. Kalo di ambon sih, kita pasti ngumpulnya di rumah keluarga yang paling tua. Dan dari ketujuh anaknya nenek, ibuku yang ke-empat dan yang paling tua di ambon. Coz anak pertama gak di ambon, di lain kabupaten, yang kedua udah gak ada, dan yang ketiga ya tante di surabaya ini. Maka jadilah rumahku sebagai tempat berkumpulnya keluarga besar kami. Pengen banget ada disana, rame-rame bareng sepupu-sepupu but we cant. Ok, everything is fine. Ramadhan ini harus punya arti
day 2/senin 25 sept 2006
I feel bad this day. Sudah gitu kemarin gak tadarusan sama sekali. Apa-apaan nih. Sabtu kemarin tuh sebenarnya sudah janji mo ketemu sama Kajur hari ini tapi pulang dari tante udah siang banget dan panas banget. So, I decide to sleep saja. Pake gak ngasih tau gak jadi datang lagi. Walhasil malamnya di-sms “Kenapa tadi siang gak datang. Ditunggu lho”. Buat janji aja lagi untuk rabu, because besok ada jadwal ngajar
Day 3/ selasa, 26 sept 2006
Pas lagi ngajar, I feel not OK. Segera kukabari keadaanku ke dek eya yang sedang kuliah. Maka mulailah segala kekhawatiran itu. papa serta merta menelpon dan menyuruhku pulang saja. Telpon keduanya malah bernada marah gitu. Biasanya papa gak pernah marah, dan kalo marah pun, aku biasanya akan segera mengklarifikasi apa yang papa omelin. Tapi tadi aku gak komentar apa-apa. Aku tau papa panik, makanya kayak gitu. Tante telpon suruh langsung ke rumahnya saja, nanti diantar ke dokter. Adekku nanya cara ke sekolah, aku mau dijemput. Bu titik, dosenku, menelpon mau menjemputku untuk dibawa ke dokter. Always like that. Sikap2 mereka membuatku terlihat lebih sakit dari yang sebenarnya. Maka kutolak semua tawaran. Aku BISA pulang sendiri.
Walhasil, begitu sampe kos, akutlah sudah yang kurasakan, dan akhirnya aku harus dilarikan ke UGD untuk dapatkan bantuan oksigen.
Puasaku bolong satu
Day 4/rabu, 27 sept 2006
Hari ini ditemenin tante, aku ke rumah sakit. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, aku pulang dengan memikirkan percakapanku dengan ibu kemarin saat aku di UGD
“bi, eby berenti kerja aja ya” kata ibuku
“Bu, eby gak apa-apa kok. Lagian ngajarnya juga Cuma 3 hari, gak setiap hari”
“Eby, ibu gak butuh eby kerja. Ibu butuh eby sehat” Suaranya bergetar mengatakan ini.
There’s nothing I can say.
Hari ini aku gak puasa lagi
Day 5 / kamis, 28 sept 2006
Balik lagi ke rumah sakit untuk lihat hasil rontgen kemarin. Sudah itu jalani general check up. Aku gak puasa lagi. Ya Allah, ampuni hamba
Day 6 / jumat, 29 sept 06
Aku, dek eya, dek ega, om dan tante ke solo. Besok pengambilan sumpah dokternya mbak ratih di UNS. Sebenarnya aku gak mau pergi aja, tapi karena semua pergi dan aku gak mungkin ditinggal sendirian di rumah maka aku ikut aja dan di mobil aku hanya tidur dan tidur.
My lovely mom ulang tahun. Dalam perjalanan ke solo, kami bertiga menelponnya dan mengucapkan barakallah. Bu, atas segala cinta yang ibu berikan kepada kami, tidak ada yang bisa membalasnya. Kami hanya bisa mendoakan semoga Allah selalu menjaga ibu, dan semoga kami bisa menjadi anak yang bisa ibu banggakan.
Day 7/sabtu, 30 sept 2006
Selamat buat dr embun kumalaratih. Tetap aja aku gak boleh puasa dulu. Semoga tidak mengurangi nilai ramadhan kali ini untukku. Kusadari, semua pasti ada hikmahnya
Day 8 / Ahad, 1 oktober 2006
Back to surabaya. Sebenarnya belum boleh sama mbak ratih soalnya tadi malam kambuh lagi dan hampir aja dibawa ke UGD RS sana. Alhamdulillah gak jadi. Hari ini bolong puasaku udah 7
Day 9 / Senin, 2 oktober 2006
Alhamdulillah udah boleh puasa. Tapi sekarang hidupku rasanya gak bisa kukendalikan. Aku mau kemana-mana ijinnya susah banget. Ibu dan papa udah wanti wanti sama dek eya dan dek ega untuk melarangku melakukan aktivitas apapun. Maka jadilah aku disini, terkurung like princess di kost. Boleh keluar tuh hanya kalo kontrol doang.
Day 10/ Selasa, 3 oktober 2006
Aku muak. Obat-obat ini buat aku muak. Boleh tidak ya sehari aja aku tidak perlu makan obat-obat gak jelas ini. Aaargghh
Kemarin sore kita bertiga (aku, dek eya dan dek ega, red) udah ke rumahnya tante buat sahuran pertama. Biasalah, kita gak pernah bisa sahur pertama di kos, harus di rumah. Kalo di ambon sih, kita pasti ngumpulnya di rumah keluarga yang paling tua. Dan dari ketujuh anaknya nenek, ibuku yang ke-empat dan yang paling tua di ambon. Coz anak pertama gak di ambon, di lain kabupaten, yang kedua udah gak ada, dan yang ketiga ya tante di surabaya ini. Maka jadilah rumahku sebagai tempat berkumpulnya keluarga besar kami. Pengen banget ada disana, rame-rame bareng sepupu-sepupu but we cant. Ok, everything is fine. Ramadhan ini harus punya arti
day 2/senin 25 sept 2006
I feel bad this day. Sudah gitu kemarin gak tadarusan sama sekali. Apa-apaan nih. Sabtu kemarin tuh sebenarnya sudah janji mo ketemu sama Kajur hari ini tapi pulang dari tante udah siang banget dan panas banget. So, I decide to sleep saja. Pake gak ngasih tau gak jadi datang lagi. Walhasil malamnya di-sms “Kenapa tadi siang gak datang. Ditunggu lho”. Buat janji aja lagi untuk rabu, because besok ada jadwal ngajar
Day 3/ selasa, 26 sept 2006
Pas lagi ngajar, I feel not OK. Segera kukabari keadaanku ke dek eya yang sedang kuliah. Maka mulailah segala kekhawatiran itu. papa serta merta menelpon dan menyuruhku pulang saja. Telpon keduanya malah bernada marah gitu. Biasanya papa gak pernah marah, dan kalo marah pun, aku biasanya akan segera mengklarifikasi apa yang papa omelin. Tapi tadi aku gak komentar apa-apa. Aku tau papa panik, makanya kayak gitu. Tante telpon suruh langsung ke rumahnya saja, nanti diantar ke dokter. Adekku nanya cara ke sekolah, aku mau dijemput. Bu titik, dosenku, menelpon mau menjemputku untuk dibawa ke dokter. Always like that. Sikap2 mereka membuatku terlihat lebih sakit dari yang sebenarnya. Maka kutolak semua tawaran. Aku BISA pulang sendiri.
Walhasil, begitu sampe kos, akutlah sudah yang kurasakan, dan akhirnya aku harus dilarikan ke UGD untuk dapatkan bantuan oksigen.
Puasaku bolong satu
Day 4/rabu, 27 sept 2006
Hari ini ditemenin tante, aku ke rumah sakit. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, aku pulang dengan memikirkan percakapanku dengan ibu kemarin saat aku di UGD
“bi, eby berenti kerja aja ya” kata ibuku
“Bu, eby gak apa-apa kok. Lagian ngajarnya juga Cuma 3 hari, gak setiap hari”
“Eby, ibu gak butuh eby kerja. Ibu butuh eby sehat” Suaranya bergetar mengatakan ini.
There’s nothing I can say.
Hari ini aku gak puasa lagi
Day 5 / kamis, 28 sept 2006
Balik lagi ke rumah sakit untuk lihat hasil rontgen kemarin. Sudah itu jalani general check up. Aku gak puasa lagi. Ya Allah, ampuni hamba
Day 6 / jumat, 29 sept 06
Aku, dek eya, dek ega, om dan tante ke solo. Besok pengambilan sumpah dokternya mbak ratih di UNS. Sebenarnya aku gak mau pergi aja, tapi karena semua pergi dan aku gak mungkin ditinggal sendirian di rumah maka aku ikut aja dan di mobil aku hanya tidur dan tidur.
My lovely mom ulang tahun. Dalam perjalanan ke solo, kami bertiga menelponnya dan mengucapkan barakallah. Bu, atas segala cinta yang ibu berikan kepada kami, tidak ada yang bisa membalasnya. Kami hanya bisa mendoakan semoga Allah selalu menjaga ibu, dan semoga kami bisa menjadi anak yang bisa ibu banggakan.
Day 7/sabtu, 30 sept 2006
Selamat buat dr embun kumalaratih. Tetap aja aku gak boleh puasa dulu. Semoga tidak mengurangi nilai ramadhan kali ini untukku. Kusadari, semua pasti ada hikmahnya
Day 8 / Ahad, 1 oktober 2006
Back to surabaya. Sebenarnya belum boleh sama mbak ratih soalnya tadi malam kambuh lagi dan hampir aja dibawa ke UGD RS sana. Alhamdulillah gak jadi. Hari ini bolong puasaku udah 7
Day 9 / Senin, 2 oktober 2006
Alhamdulillah udah boleh puasa. Tapi sekarang hidupku rasanya gak bisa kukendalikan. Aku mau kemana-mana ijinnya susah banget. Ibu dan papa udah wanti wanti sama dek eya dan dek ega untuk melarangku melakukan aktivitas apapun. Maka jadilah aku disini, terkurung like princess di kost. Boleh keluar tuh hanya kalo kontrol doang.
Day 10/ Selasa, 3 oktober 2006
Aku muak. Obat-obat ini buat aku muak. Boleh tidak ya sehari aja aku tidak perlu makan obat-obat gak jelas ini. Aaargghh
Allah, Aku Hampir Patah
Allah,
aku sudah begitu lelah
Hanya kekuatan dariMU dan kepercayaanku atas rahmatmu
yang tak boleh berputus asa atasnya
Aku masih bisa berdiri dengan sisa tenaga ini
Allah
Kalo saja jiwa, perasaan, dan tubuh ini bukan buatanMU
Mungkin saat ini aku telah hancur berkeping-keping
Tapi ini semua buatanMU
maha Suci Engkau Ya Allah
Allah
Kulakukan ini bukan untuk siapa-siapa,
Bahkan bukan untuk diriku sendiri
Tapi untuk senyum ibuku
Untuk sedikit saja bahagia yang bisa kuberi untuknya
Allah
Aku lelah
Ingin rasanya berhenti
Tapi, aku sudah terlanjur melangkah
Kini, aku sudah di depan gawang
Aku hanya perlu sedikit saja semangat untuk membuat gol
Maka Ya Allah
Beri aku kesempatan
Jangan biarkan aku menyerah
Aku hampir patah
Tapi kekuatanMU menyusunku kembali
Allah
Aku rindu
Aku sangat merindukanMU
nb : Sebelum kupostingkan lantunan doaku ini, Allah membalasnya begitu cepat. Seorang Dosenku yang juga ta'mir masjidku dan sekaligus rektorku ketika bertemu di kampus tadi menanyakan perjuanganku ini. Caranya bertanya entah kenapa sedikit membuat lelah itu perlahan menguap. Paling tidak, aku pulang dengan membawa sedikit senyum.
aku sudah begitu lelah
Hanya kekuatan dariMU dan kepercayaanku atas rahmatmu
yang tak boleh berputus asa atasnya
Aku masih bisa berdiri dengan sisa tenaga ini
Allah
Kalo saja jiwa, perasaan, dan tubuh ini bukan buatanMU
Mungkin saat ini aku telah hancur berkeping-keping
Tapi ini semua buatanMU
maha Suci Engkau Ya Allah
Allah
Kulakukan ini bukan untuk siapa-siapa,
Bahkan bukan untuk diriku sendiri
Tapi untuk senyum ibuku
Untuk sedikit saja bahagia yang bisa kuberi untuknya
Allah
Aku lelah
Ingin rasanya berhenti
Tapi, aku sudah terlanjur melangkah
Kini, aku sudah di depan gawang
Aku hanya perlu sedikit saja semangat untuk membuat gol
Maka Ya Allah
Beri aku kesempatan
Jangan biarkan aku menyerah
Aku hampir patah
Tapi kekuatanMU menyusunku kembali
Allah
Aku rindu
Aku sangat merindukanMU
nb : Sebelum kupostingkan lantunan doaku ini, Allah membalasnya begitu cepat. Seorang Dosenku yang juga ta'mir masjidku dan sekaligus rektorku ketika bertemu di kampus tadi menanyakan perjuanganku ini. Caranya bertanya entah kenapa sedikit membuat lelah itu perlahan menguap. Paling tidak, aku pulang dengan membawa sedikit senyum.
Saturday, October 14, 2006
Adakah Ramadhan Menyapa Kita Lagi Tahun Depan?
Publikasi 04/12/2002 15:22 WIB
eramuslim - Ramadhan tak lama lagi akan meninggalkan kita. Tak terasa bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah itu berlalu. Dan tak lama lagi pula malam penuh kemuliaan dan keindahan bersama Tuhan, Laitul Qadar tak menyapa kita untuk bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Boleh jadi kegigihan baca Al-Qur’an kita pun berubah jadi kemalasan dengan berubahnya bulan!
Sementara itu, kita yang ditinggalkan tak sadar bahwa sikap dan perilaku kita di bulan Ramadhan itu tak jauh beda dengan di bulan-bulan lainnya. Kita masih lalai dengan amal-amal mulia yang sesungguhnya di bulan suci itu. Yakni, berbuat sesuatu tanpa pamrih, meniru akhlak Tuhan. Hidupnya tidak bergantung kepada sesuatu apa pun, dari mulai jabatan, pangkat, status sosial, uang, harta dan semacamnya kecuali hanya kepada Allah Swt saja. Kita pun masih sibuk dengan urusan-urusan yang tak pernah menjanjikan apa pun di bulan Ramadhan.
Memang rugi dan sangat rugi bagi mereka yang berpuasa tapi tak merubah niat dan tata cara hidupnya untuk menuju keridhaan Tuhan. Nihil sama sekali nilai Ramadhan kita kali ini jika cara berpikir, bicara, bergaul, makan, tidur, berpolitik, berpakaian, bekerja dan sebagainya masih menimbun rasa duka dan derita bagi orang lain. Kita harus berani meninggalkan cara dan gaya hidup setan itu agar kita betu-betul menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Sesungguhnya kegagalan kita menjadi orang yang pandai bersyukur adalah karena kegagalan kita menjadi orang yang memperoleh petunjuk-Nya. Dan kegagalan kita memperoleh petunjuk adalah karena kegagalan kita dalam beramadhlan. Jika kita gagal dalam hal itu semua berarti kita juga gagal dalam mengagungkan Allah Swt. Bukankah semua ibadah dalam Islam untuk mengagungkan Rabb Pencipta Alam Semesta ini?
“Wa litukabbiru Allah ‘ala maa hadaakum wa la’allakum tasykuruun” (Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas pentujuk-Nya, supaya kalian menjadi orang yang pandai bersyukur, QS. Al-Baqarah : 185).
Jika kita gagal mengisi Ramadhan, berarti langkah kita di bulan-bulan selanjutnya pun akan mengalami kesulitan dan kemalasan untuk mengisi keindahan dan kemuliaan dalam kehidupan . Boleh jadi pula Ramadhan di tahun depan terus terlewatkan begitu saja tanpa sebuah pemaknaan dan harapan. Karena, bagi seorang Muslim, kehidupan di bulan Ramadhan itu cara hidup yang sesungguhnya. Dan di bulan itu pula cara beriman kita yang seharusnya, yakni, bermakrifatullah (mengenal Allah Swt) lalu ikhlas kepada-Nya.
Bagi mereka yang sudah optimal dengan khusyu’ dan ikhlas mendayagunakan energi, perasaan, dan harta di bulan Ramadhan maka mereka juga harus meramadhankan hidupnya di bulan-bulan lain hingga kematian datang seperti datangnya Ramadhan. Kita gembira saat Ramadhan datang dan kita juga gembira di saat ajal datang menjemput badan. Kita berharap kepada-Nya mudah-mudahan di tahun mendatang Ramadhan masih menyapa kita dengan keteduhan dan kedamaian. Amien. (Udien Al-Farry)
eramuslim - Ramadhan tak lama lagi akan meninggalkan kita. Tak terasa bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah itu berlalu. Dan tak lama lagi pula malam penuh kemuliaan dan keindahan bersama Tuhan, Laitul Qadar tak menyapa kita untuk bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Boleh jadi kegigihan baca Al-Qur’an kita pun berubah jadi kemalasan dengan berubahnya bulan!
Sementara itu, kita yang ditinggalkan tak sadar bahwa sikap dan perilaku kita di bulan Ramadhan itu tak jauh beda dengan di bulan-bulan lainnya. Kita masih lalai dengan amal-amal mulia yang sesungguhnya di bulan suci itu. Yakni, berbuat sesuatu tanpa pamrih, meniru akhlak Tuhan. Hidupnya tidak bergantung kepada sesuatu apa pun, dari mulai jabatan, pangkat, status sosial, uang, harta dan semacamnya kecuali hanya kepada Allah Swt saja. Kita pun masih sibuk dengan urusan-urusan yang tak pernah menjanjikan apa pun di bulan Ramadhan.
Memang rugi dan sangat rugi bagi mereka yang berpuasa tapi tak merubah niat dan tata cara hidupnya untuk menuju keridhaan Tuhan. Nihil sama sekali nilai Ramadhan kita kali ini jika cara berpikir, bicara, bergaul, makan, tidur, berpolitik, berpakaian, bekerja dan sebagainya masih menimbun rasa duka dan derita bagi orang lain. Kita harus berani meninggalkan cara dan gaya hidup setan itu agar kita betu-betul menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Sesungguhnya kegagalan kita menjadi orang yang pandai bersyukur adalah karena kegagalan kita menjadi orang yang memperoleh petunjuk-Nya. Dan kegagalan kita memperoleh petunjuk adalah karena kegagalan kita dalam beramadhlan. Jika kita gagal dalam hal itu semua berarti kita juga gagal dalam mengagungkan Allah Swt. Bukankah semua ibadah dalam Islam untuk mengagungkan Rabb Pencipta Alam Semesta ini?
“Wa litukabbiru Allah ‘ala maa hadaakum wa la’allakum tasykuruun” (Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas pentujuk-Nya, supaya kalian menjadi orang yang pandai bersyukur, QS. Al-Baqarah : 185).
Jika kita gagal mengisi Ramadhan, berarti langkah kita di bulan-bulan selanjutnya pun akan mengalami kesulitan dan kemalasan untuk mengisi keindahan dan kemuliaan dalam kehidupan . Boleh jadi pula Ramadhan di tahun depan terus terlewatkan begitu saja tanpa sebuah pemaknaan dan harapan. Karena, bagi seorang Muslim, kehidupan di bulan Ramadhan itu cara hidup yang sesungguhnya. Dan di bulan itu pula cara beriman kita yang seharusnya, yakni, bermakrifatullah (mengenal Allah Swt) lalu ikhlas kepada-Nya.
Bagi mereka yang sudah optimal dengan khusyu’ dan ikhlas mendayagunakan energi, perasaan, dan harta di bulan Ramadhan maka mereka juga harus meramadhankan hidupnya di bulan-bulan lain hingga kematian datang seperti datangnya Ramadhan. Kita gembira saat Ramadhan datang dan kita juga gembira di saat ajal datang menjemput badan. Kita berharap kepada-Nya mudah-mudahan di tahun mendatang Ramadhan masih menyapa kita dengan keteduhan dan kedamaian. Amien. (Udien Al-Farry)
Friday, October 13, 2006
Peer Dari Diandra
Sebelumnya makasih buat diandra yang udah ngasih pe-er. Aku coba jawab ya
Seven friends I want to pass this on:
Kayaknya gak usah deh. Pada protes semua disuruh buat pe-er in i
Seven things that scares me:
1. Jauh dari kasih sayang Allah. (Gak kebayang kan)
2. Air matanya ibu (Aku bingung ngadepinnya)
3. Suara keras yang tiba-tiba (sisa trauma zaman kerusuhan)
4. Dengar ada anggota keluargaku yang sakit
5. Nyuruh adek2 lakukan hal yang aku sendiri belum. (takut kena ayat kabura maqtan)
6. Ada di pelabuhan/terminal/stasiun/bandara (gak suka sama perpisahan)
7. Kucing+tikus (2 makhluk paling gak banget)
Seven random songs at the moment:
1. Munajat Seorang Hamba-Hijjaz
2. Ya Rasulullah - Raihan
3. Syekh Ahmad Yassin - Shouhar
4. Stay The Same - Joey Mc Intyre
5. Shoulder To Cry On - Tommy Page.
6. Katong Pulang Kombali - Salah Satu grup vokal asal Ambon. Artinya : Kita Pulang kembali
7. LAgu Untuk Ayah - Ebiet G Ade
Seven things that I like the most:
1. Lumba-Lumba
2. Coklat dan es krim tanpa topping. Jus tomat&jus alpukat
3. Liat bintang di langit
4. Sensasi saat baca buku
5. Nonton talk show
6. Gerimis
7. Naek becak malam keliling kota
Seven important things in my bedroom:
1. Kompiut
2. MP3
3. Kipas angin
4. Rak buku biru
5. Kotak jajan
6. Sarung Bali&Boneka panda
7. Koleksi lumba-lumba
Seven random facts about me:
1. Gak suka kengawuran
2. Sering teriak sendiri kalo lagi banyak yang dipikir
3. Gak suka banget sama kacang kacangan
4. Sering banget nunda pekerjaan
5. Gak suka banget diperintah
6. Kalo capek, nangis dulu baru bisa istirahat
7. Gak bakal bales sms yang pake GPL-nya
Seven things I said the most:
1. Astaghfirullah
2. ".....gitu"
3.Kok gitu sih
4. Iya ta?
5. Ya gitu deh
6. Makasiihhh..
7. Emang Gue Pikirin
Seven things I plan to do before I die:
1. Make my parents proud of me
2. Nikah sama orang soleh
3. Punya perpustakaan pribadi di rumah sendiri
4. Naik haji sama papa ibu
5. punya toko buku dan travel
6. Sekali dalam seumur hidup, aku pengen ke ternate
7. Punya dapur yang lengkap peralatan buat kue-nya
Finally......
Terimakasih ya Diandra :D
Monday, October 09, 2006
Siapakah Ibunya?
Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali ke kota. Mengingat jalan
tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya
singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak
lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.
"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangangnya segera menyelak
daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajaannya.
"Tidak dik....abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.
Begitu pesanan tiba, saya terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menit
kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami
istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.
"Abang sudang makan , tak mau beli kue saya?" katanya tenang ketika
menghampiri meja saya.
"Abang baru selesai makan di, masih kenyang nih," kata saya sambil
menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma disekita restoran. Sampai di situ
dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu ditanya....
"Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu." Molek budi bahasanya.
Pemilik restoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya
menemui pelanggan. Sambil memeperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan
di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh
kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang
ditemuinya enggan membeli kuenya.
Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak
itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka
pintu, membetulkan duduk dan menututp pintu. Belum sempat saya menghidupkan
mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman.
Saya turunkan cermin. Membalas senyumannya.
"Abang sudah kenyang, tapi mungkin abang perlukan kue saya untuk adik-adik
abang, ibu atau ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum. Sekali
lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang
penutupnya. Saya tatap wajahnya, berssih dan bersahaja. Terpantul perasaan
kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mngulurkan selembar uang Rp
20.000,- saya ulurkan padanya.
"Ambil ini dik! Abang sedekah ....tak usah abang beli kue itu." saya
berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu
menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan
kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.
Setelah mesin mobil saya hidupkan . Saya memundurkan. Alangkah
terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian
saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut
saya hentikan mobil, memanggil anak itu.
"Kenapa bang mau beli kue kah?" tanyannya.
"Kenapa adik berikan duit abang tadi pada pengemis itu? Duit itu abang
berikan adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.
"Bang saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya
mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah. Kalau
dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak,
mak pasti marah. Kata mak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya
masih kuat bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan
pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa harga
semua kue dalam bakul itu.
"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah
saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja bang....." Selepas dia memasukkan
satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia
mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga hilang
dari pandangan.
Dalam perjalanan, baru saya terfikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim
kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus
terang saya katakan , saya beli kuenya bukan lagi atas dasa kasihan, tetapi
rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu
penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu.
Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.
Mutiara Amaly "Penyejuk jiwa Penyubur Iman"
tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya
singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak
lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.
"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangangnya segera menyelak
daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajaannya.
"Tidak dik....abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.
Begitu pesanan tiba, saya terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menit
kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami
istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.
"Abang sudang makan , tak mau beli kue saya?" katanya tenang ketika
menghampiri meja saya.
"Abang baru selesai makan di, masih kenyang nih," kata saya sambil
menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma disekita restoran. Sampai di situ
dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu ditanya....
"Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu." Molek budi bahasanya.
Pemilik restoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya
menemui pelanggan. Sambil memeperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan
di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh
kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang
ditemuinya enggan membeli kuenya.
Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak
itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka
pintu, membetulkan duduk dan menututp pintu. Belum sempat saya menghidupkan
mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil. Dia menghadiahkan sebuah senyuman.
Saya turunkan cermin. Membalas senyumannya.
"Abang sudah kenyang, tapi mungkin abang perlukan kue saya untuk adik-adik
abang, ibu atau ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum. Sekali
lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang
penutupnya. Saya tatap wajahnya, berssih dan bersahaja. Terpantul perasaan
kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mngulurkan selembar uang Rp
20.000,- saya ulurkan padanya.
"Ambil ini dik! Abang sedekah ....tak usah abang beli kue itu." saya
berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu
menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan
kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.
Setelah mesin mobil saya hidupkan . Saya memundurkan. Alangkah
terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian
saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut
saya hentikan mobil, memanggil anak itu.
"Kenapa bang mau beli kue kah?" tanyannya.
"Kenapa adik berikan duit abang tadi pada pengemis itu? Duit itu abang
berikan adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.
"Bang saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya
mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah. Kalau
dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak,
mak pasti marah. Kata mak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya
masih kuat bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan
pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa harga
semua kue dalam bakul itu.
"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah
saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja bang....." Selepas dia memasukkan
satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia
mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga hilang
dari pandangan.
Dalam perjalanan, baru saya terfikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim
kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus
terang saya katakan , saya beli kuenya bukan lagi atas dasa kasihan, tetapi
rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu
penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu.
Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.
Mutiara Amaly "Penyejuk jiwa Penyubur Iman"
Sunday, October 08, 2006
Tinggal 15 Hari Lagi
Forward dari eramuslim.
Bulan hampir sempurna di langit Wollongong, menandakan berlalunya waktu dengan cepatnya. Alhamdulillah, kita telah berada di pertengahan bulan Ramadhan, syahrul mubarak, syahrul jihad, syahrul tarbiyah. Marilah kita sadari, 15 hari lagi Ramadhan tahun ini akan menutup tirainya. Tirai akan tetap tertutup tidak peduli apakah kita sudah mengoptimalkan (lihat QS. Al-Ankabut, 29:6) amalan kita, ataukah kita melalaikan Ramadhan ini. Allah tidak akan rugi bila kita tidak mengoptimalkan amalan kita, bahkan kita sendiri yang akan rugi.
Pertengahan Ramadhan adalah saat yang tepat dan saat yang terbaik sebagai tempat kita berhenti untuk mengevaluasi apa yang telah kita lakukan 15 belas hari lalu dan apa yang hendak kita lakukan dan hendak kita capai dalam 15 hari mendatang. Ya ayyuhal ladzina aamanu taqullaaha faltanzhur nafsum ma qaddama lighad, wa taqqullah, innallaaha khabirun bima ta’malun. (Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.)
eramuslim - Pada awal Ramadhan, kita telah berusaha untuk “plan the work and work the plan”. Hingga tibalah saatnya kita duduk dan merenung sejenak, menghisab amalan kita. Tanggal 15 Ramadhan adalah masa yang tepat bagi kita untuk bermuhasabah. Karena kita masih punya kesempatan 15 hari lagi untuk memperbaiki apa yang salah, menambah apa yang kurang, dan meningkatkan apa yang sudah baik. Bagaimanapun Allah menilai kesudahan kita, apakah kita mengakhiri Ramadhan dalam keadaan taqwa dan penuh ketaatan kepadaNya, ataukah sebaliknya?
Urgensi memperbaiki amalan di saat-saat akhir terangkum dalam doa husnul khatimah berikut:
Allahummaj’al khaira ‘umri aakhirahu, wa khaira ‘amalii khawaatiimahu, wa khaira ayyamii yauma liqa-ik (Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkarnya). Ya Allah, jadikanlah sebaik-baiknya umurku pada ujungnya dan sebaik-baik amalku pada ujung akhirnya, dan sebaik-baik hariku adalah pada saat aku menemui-Mu.
Saat-saat ini adalah saat yang tepat untuk menyadari kesalahan dan kelalaian kita. Cukuplah sudah, dan marilah kita jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sebagaimana para shahabat menyeimbangkan antara khaufan iqaballah dan raja’ rahmatillah. Demikian juga kita, hendaknya ketika bertambah rasa takut kita akan siksaan Allah, maka tambahkanlah pula rasa harap kita akan rahmat Allah. Demikian pula sebaliknya.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari usaha kita bermuhasabah.
Pertama, tetapkan satu masa khusus untuk merenung apa yang telah kita lakukan sebelum ini. Kemudian bandingkanlah dengan beberapa obyektif minimum yang telah kita tetapkan sebelum ramadhan, misalnya: sholat berjama’ah di mesjid 3x sehari, melakukan shalat rawatib, shalat tarawih 8 rakaat setiap hari, shalat dhuha 2x 4 rakaat seminggu, membaca Al-Quran 1 juz perhari, membaca al-matsurat (kumpulan wirid-wirid yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam), bersedekah $1 setiap hari, dan membaca buku yang bermanfaat.
Kemudian, kita tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada diri kita sendiri. Apakah amalan yang telah kita lakukan sesuai dengan obyektif yang telah disebutkan di atas? Jika ya, maka tanyakanlah apakah obyektif tersebut terlalu mudah bagi kita? Kalau terlalu mudah, maka ubahlah obyektif tersebut agar menjadi lebih menantang. Jika tidak, maka teruskanlah usaha untuk mencapat obyektif yang telah kita tetapkan tersebut pada 15 hari mendatang.
Jika obyektif tersebut tidak tercapai, carilah penyebabnya. Jika sudah ditemukan maka carilah cara untuk mengatasinya, agar kita bisa mencapai obyektif tersebut pada 15 hari yang akan datang. Jika tidak tercapainya obyektif tersebut karena ada halangan yang tidak bisa diatasi, ini berarti obyektif tersebut terlalu berat, maka ubahlah obyektif itu agar lebih realistis. Tetapi tidaklah terlalu dimudahkan, sehingga akan meniadakan mujahadah (jihadisasi atau optimalisasi) untuk mencapai obyektif tersebut.
Kedua, kita akan bertemu dengan malam Nuzul Al-Quran pada malam 17 Ramadhan yang biasanya akan diperingati di mesjid-mesjid. Buatlah rancangan agar kita bisa menghadiri majlis-majlis ilmu tersebut. Bawalah keluarga kita bersama kita untuk memahamkan keluarga kita akan apa itu makna dari Nuzul Al-Quran. Kita bisa membacakan kisah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam ketika menerima wahyu. Atau kita juga bisa membaca tafsir surat Al-‘Alaq untuk menghayati wahyu pertama yang diturunkan tersebut.
Ketiga, yang terpenting dari 15 hari yang terakhir adalah malam-malam 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Malam-malam ini sangat penting karena terdapatnya Lailatul Qadar pada salah satu dari malam-malam ganjil, yaitu 21, 23, 25, 27, 29 Ramadhan. Pada malam ini kebaikan yang dilakukan pada malam tersebut sama seperti melakukan kebaikan selama 1000 bulan. Oleh karena itu, tidak wajar dan merupakan suatu kesombongan bila malam tersebut kita sia-siakan. Apalagi usia kita belum tentu mampu untuk melakukan ibadah sebanyak itu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dalam malam-malam ini akan menggandakan ibadahnya. Beliau akan beri’tikaf selama 10 hari penuh di mesjid dan melakukan berbagai ibadah sepanjang beliau beri’tikaf. Untuk memaksimalkan manfaat dari peluang ini, kita memerlukan perencanaan yang komprehensif agar ibadah kita dapat dilakukan dengan baik tanpa mengganggu kewajiban yang lain. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan yang bisa kita perhatikan.
Yang paling afdhal tentu saja ialah bila kita mampu beri’tikaf selama 10 hari di mesjid tanpa terputus seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Sebagian yang lain bahkan menyengaja untuk melakukan umrah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini agar bisa memaksimalkan kesempatan untuk beribadah pada saat-saat terakhir ini.
Namun kita juga maklum, bahwa banyak orang yang mungkin tidak memiliki kemampuan tersebut. Salah satu alternatif adalah dengan meminta cuti agar dapat melakukan i’tikaf. Jika hal ini juga tidak dapat dilakukan, maka boleh juga dipertimbangkan untuk mengambil cuti setengah hari pada hari-hari terentu saja. Ini untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk beristirahat selepas Shubuh agar dapat bekerja dengan ihsan pada siang harinya.
Jika ini juga tidak mungkin dilakukan, maka usahakanlah semaksimal mungkin untuk melakukan i’tikaf sebanyak yang kita mampu tanpa mengabaikan tanggung jawab kita yang lain. Adalah kurang baik bagi seorang muslim untuk kehilangan produktivitas di tempat kerja dengan alasan letih beribadah di malam harinya. Hal ini akan memburukkan nama baik Islam dan umatnya.
Untuk memakmurkan 10 malam terakhir dan menunaikan tanggung jawab lain tentunya memerlukan kekuatan fisik yang prima. Oleh karena itu, siapkanlah langkah-langkah untuk membina stamina dan menjaga kesehatan melalui makanan seimbang dan gaya hidup sehat.
Usahakan juga untuk melibatkan keluarga dalam program beri’tikaf di mesjid dengan membawa isteri dan anak-anak. Penglibatan mereka merupakan suatu bentuk didikan kita agar mereka terbiasa dan mengalami sendiri kenikmatan beri’tikaf ini. Hal ini juga akan membantu mengokohkan hubungan anak-anak dan ibu bapak dan sekaligus mengundang berkah Allah bagi keluarga.
Carilah mesjid-mesjid yang menyelenggarakan program i’tikaf dan carilah ilmu mengenai amalan-amalan yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir. Cari juga ilmu tentang Lailaul Qadar, adab-adab i’tikaf dan hal-hal lainnya agar kita beramal dengan ilmu bukan ikut-ikutan dan juga tidak terperangkap dalam perkara-perkara bid’ah. Hal ini bisa kita lakukan dengan membaca buku-buku atau bertanya kepada para ustadz.
Keempat, jangan lupa untuk meningkatkan doa bagi diri sendiri dan umat Islam seluruhnya. Kita memhami bahwa saat ini umat Islam dalam keadaan tertindas, baik dari dalam maupun dari luar. Berdoalah pada 15 hari terakhir bulan Ramadhan ini agar Allah memberikan hidayahNya bagi kita dan umat Islam seluruhnya, serta mintalah pertolonganNya bagi kaum muslimin dimanapun mereka berada.
Kelima, jangan lupa untuk menunaikan zakat fitrah. Masa yang sunnat adalah apabila masuk waktu maghrib di malam Idul Fitri sampai sebelum sholat Idul Fitri. Ingatlah bahwa pahala berpuasa akan tergantung diantara bumi dan langit sehingga zakat fitrah ditunaikan. Tidak membayar zakat fitrah bagi mereka yang mampu juga merupakan suatu dosa.
Zakat fitrah hanya dibayar ketika bulan Ramadhan, tetapi ia bukan merupakan satu-satunya zakat yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim. Zakat yang lain juga wajib dibayarkan, misalnya: zakat tabungan, saham, niaga, emas, dan lain-lain jika mencukupi syarat-syaratnya.
Carilah ilmu tentang zakat agar kita bisa membayar sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan atau tanyakanlah kepada para ustadz. Jika kita mempunyai kewajiban untuk membayar zakat selain zakat fitrah tetapi belum menunaikannya, ambil kesempatan pada bulan Ramadhan untuk melaksanakannya karena pahala yang berganda. Oleh karena itu, lihatlah harta kita dan mulailah hitung zakat kita agar kewajiban ini tidak terabaikan.
Keenam, pada malam Idul Fitri tetapkanlah sedikit waktu untuk bermuhasabah akan apa-apa yang telah kita lakukan sepanjang bulan Ramadhan. Pikirkanlah langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk memastikan kehidupan kita sebagai seorang muslim selepas bulan Ramadhan ini, menjadi lebih baik dari sebelum Ramadhan.
Apakah ibadah yang hendak diteruskan selepas Ramadhan atau ditingkatkan seperti solat Witir, membaca Al-Quran atau puasa Senin dan Kamis?
Apakah sifat-sifat keji atau tabiat buruk yang perlu ditinggalkan atau dikurangi?
Apakah sifat-sifat terpuji dan tabiat baik yang akan diteruskan selepas Ramadhan seperti sabar, welas asih, kasih sayang, tidak banyak berbicara atau bangun awal?
Bagaimanakah kita bisa menyumbang atau berkhidmat kepada masyarakat selepas Ramadhan?
Selamat mencoba. Semoga Allah ta’ala memberikan pertolongan, rahmat, dan berkahnya kepada kita.
Wallahu musta’an.
Teddy Surya Gunawan
tsgunawan@ee.unsw.edu.au
Bulan hampir sempurna di langit Wollongong, menandakan berlalunya waktu dengan cepatnya. Alhamdulillah, kita telah berada di pertengahan bulan Ramadhan, syahrul mubarak, syahrul jihad, syahrul tarbiyah. Marilah kita sadari, 15 hari lagi Ramadhan tahun ini akan menutup tirainya. Tirai akan tetap tertutup tidak peduli apakah kita sudah mengoptimalkan (lihat QS. Al-Ankabut, 29:6) amalan kita, ataukah kita melalaikan Ramadhan ini. Allah tidak akan rugi bila kita tidak mengoptimalkan amalan kita, bahkan kita sendiri yang akan rugi.
Pertengahan Ramadhan adalah saat yang tepat dan saat yang terbaik sebagai tempat kita berhenti untuk mengevaluasi apa yang telah kita lakukan 15 belas hari lalu dan apa yang hendak kita lakukan dan hendak kita capai dalam 15 hari mendatang. Ya ayyuhal ladzina aamanu taqullaaha faltanzhur nafsum ma qaddama lighad, wa taqqullah, innallaaha khabirun bima ta’malun. (Hai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.)
eramuslim - Pada awal Ramadhan, kita telah berusaha untuk “plan the work and work the plan”. Hingga tibalah saatnya kita duduk dan merenung sejenak, menghisab amalan kita. Tanggal 15 Ramadhan adalah masa yang tepat bagi kita untuk bermuhasabah. Karena kita masih punya kesempatan 15 hari lagi untuk memperbaiki apa yang salah, menambah apa yang kurang, dan meningkatkan apa yang sudah baik. Bagaimanapun Allah menilai kesudahan kita, apakah kita mengakhiri Ramadhan dalam keadaan taqwa dan penuh ketaatan kepadaNya, ataukah sebaliknya?
Urgensi memperbaiki amalan di saat-saat akhir terangkum dalam doa husnul khatimah berikut:
Allahummaj’al khaira ‘umri aakhirahu, wa khaira ‘amalii khawaatiimahu, wa khaira ayyamii yauma liqa-ik (Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Al-Adzkarnya). Ya Allah, jadikanlah sebaik-baiknya umurku pada ujungnya dan sebaik-baik amalku pada ujung akhirnya, dan sebaik-baik hariku adalah pada saat aku menemui-Mu.
Saat-saat ini adalah saat yang tepat untuk menyadari kesalahan dan kelalaian kita. Cukuplah sudah, dan marilah kita jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sebagaimana para shahabat menyeimbangkan antara khaufan iqaballah dan raja’ rahmatillah. Demikian juga kita, hendaknya ketika bertambah rasa takut kita akan siksaan Allah, maka tambahkanlah pula rasa harap kita akan rahmat Allah. Demikian pula sebaliknya.
Berikut ini adalah beberapa langkah yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari usaha kita bermuhasabah.
Pertama, tetapkan satu masa khusus untuk merenung apa yang telah kita lakukan sebelum ini. Kemudian bandingkanlah dengan beberapa obyektif minimum yang telah kita tetapkan sebelum ramadhan, misalnya: sholat berjama’ah di mesjid 3x sehari, melakukan shalat rawatib, shalat tarawih 8 rakaat setiap hari, shalat dhuha 2x 4 rakaat seminggu, membaca Al-Quran 1 juz perhari, membaca al-matsurat (kumpulan wirid-wirid yang shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam), bersedekah $1 setiap hari, dan membaca buku yang bermanfaat.
Kemudian, kita tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut kepada diri kita sendiri. Apakah amalan yang telah kita lakukan sesuai dengan obyektif yang telah disebutkan di atas? Jika ya, maka tanyakanlah apakah obyektif tersebut terlalu mudah bagi kita? Kalau terlalu mudah, maka ubahlah obyektif tersebut agar menjadi lebih menantang. Jika tidak, maka teruskanlah usaha untuk mencapat obyektif yang telah kita tetapkan tersebut pada 15 hari mendatang.
Jika obyektif tersebut tidak tercapai, carilah penyebabnya. Jika sudah ditemukan maka carilah cara untuk mengatasinya, agar kita bisa mencapai obyektif tersebut pada 15 hari yang akan datang. Jika tidak tercapainya obyektif tersebut karena ada halangan yang tidak bisa diatasi, ini berarti obyektif tersebut terlalu berat, maka ubahlah obyektif itu agar lebih realistis. Tetapi tidaklah terlalu dimudahkan, sehingga akan meniadakan mujahadah (jihadisasi atau optimalisasi) untuk mencapai obyektif tersebut.
Kedua, kita akan bertemu dengan malam Nuzul Al-Quran pada malam 17 Ramadhan yang biasanya akan diperingati di mesjid-mesjid. Buatlah rancangan agar kita bisa menghadiri majlis-majlis ilmu tersebut. Bawalah keluarga kita bersama kita untuk memahamkan keluarga kita akan apa itu makna dari Nuzul Al-Quran. Kita bisa membacakan kisah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam ketika menerima wahyu. Atau kita juga bisa membaca tafsir surat Al-‘Alaq untuk menghayati wahyu pertama yang diturunkan tersebut.
Ketiga, yang terpenting dari 15 hari yang terakhir adalah malam-malam 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Malam-malam ini sangat penting karena terdapatnya Lailatul Qadar pada salah satu dari malam-malam ganjil, yaitu 21, 23, 25, 27, 29 Ramadhan. Pada malam ini kebaikan yang dilakukan pada malam tersebut sama seperti melakukan kebaikan selama 1000 bulan. Oleh karena itu, tidak wajar dan merupakan suatu kesombongan bila malam tersebut kita sia-siakan. Apalagi usia kita belum tentu mampu untuk melakukan ibadah sebanyak itu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dalam malam-malam ini akan menggandakan ibadahnya. Beliau akan beri’tikaf selama 10 hari penuh di mesjid dan melakukan berbagai ibadah sepanjang beliau beri’tikaf. Untuk memaksimalkan manfaat dari peluang ini, kita memerlukan perencanaan yang komprehensif agar ibadah kita dapat dilakukan dengan baik tanpa mengganggu kewajiban yang lain. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan yang bisa kita perhatikan.
Yang paling afdhal tentu saja ialah bila kita mampu beri’tikaf selama 10 hari di mesjid tanpa terputus seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Sebagian yang lain bahkan menyengaja untuk melakukan umrah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini agar bisa memaksimalkan kesempatan untuk beribadah pada saat-saat terakhir ini.
Namun kita juga maklum, bahwa banyak orang yang mungkin tidak memiliki kemampuan tersebut. Salah satu alternatif adalah dengan meminta cuti agar dapat melakukan i’tikaf. Jika hal ini juga tidak dapat dilakukan, maka boleh juga dipertimbangkan untuk mengambil cuti setengah hari pada hari-hari terentu saja. Ini untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk beristirahat selepas Shubuh agar dapat bekerja dengan ihsan pada siang harinya.
Jika ini juga tidak mungkin dilakukan, maka usahakanlah semaksimal mungkin untuk melakukan i’tikaf sebanyak yang kita mampu tanpa mengabaikan tanggung jawab kita yang lain. Adalah kurang baik bagi seorang muslim untuk kehilangan produktivitas di tempat kerja dengan alasan letih beribadah di malam harinya. Hal ini akan memburukkan nama baik Islam dan umatnya.
Untuk memakmurkan 10 malam terakhir dan menunaikan tanggung jawab lain tentunya memerlukan kekuatan fisik yang prima. Oleh karena itu, siapkanlah langkah-langkah untuk membina stamina dan menjaga kesehatan melalui makanan seimbang dan gaya hidup sehat.
Usahakan juga untuk melibatkan keluarga dalam program beri’tikaf di mesjid dengan membawa isteri dan anak-anak. Penglibatan mereka merupakan suatu bentuk didikan kita agar mereka terbiasa dan mengalami sendiri kenikmatan beri’tikaf ini. Hal ini juga akan membantu mengokohkan hubungan anak-anak dan ibu bapak dan sekaligus mengundang berkah Allah bagi keluarga.
Carilah mesjid-mesjid yang menyelenggarakan program i’tikaf dan carilah ilmu mengenai amalan-amalan yang bisa kita lakukan untuk menghidupkan sepuluh malam terakhir. Cari juga ilmu tentang Lailaul Qadar, adab-adab i’tikaf dan hal-hal lainnya agar kita beramal dengan ilmu bukan ikut-ikutan dan juga tidak terperangkap dalam perkara-perkara bid’ah. Hal ini bisa kita lakukan dengan membaca buku-buku atau bertanya kepada para ustadz.
Keempat, jangan lupa untuk meningkatkan doa bagi diri sendiri dan umat Islam seluruhnya. Kita memhami bahwa saat ini umat Islam dalam keadaan tertindas, baik dari dalam maupun dari luar. Berdoalah pada 15 hari terakhir bulan Ramadhan ini agar Allah memberikan hidayahNya bagi kita dan umat Islam seluruhnya, serta mintalah pertolonganNya bagi kaum muslimin dimanapun mereka berada.
Kelima, jangan lupa untuk menunaikan zakat fitrah. Masa yang sunnat adalah apabila masuk waktu maghrib di malam Idul Fitri sampai sebelum sholat Idul Fitri. Ingatlah bahwa pahala berpuasa akan tergantung diantara bumi dan langit sehingga zakat fitrah ditunaikan. Tidak membayar zakat fitrah bagi mereka yang mampu juga merupakan suatu dosa.
Zakat fitrah hanya dibayar ketika bulan Ramadhan, tetapi ia bukan merupakan satu-satunya zakat yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim. Zakat yang lain juga wajib dibayarkan, misalnya: zakat tabungan, saham, niaga, emas, dan lain-lain jika mencukupi syarat-syaratnya.
Carilah ilmu tentang zakat agar kita bisa membayar sesuai dengan syariat yang telah ditetapkan atau tanyakanlah kepada para ustadz. Jika kita mempunyai kewajiban untuk membayar zakat selain zakat fitrah tetapi belum menunaikannya, ambil kesempatan pada bulan Ramadhan untuk melaksanakannya karena pahala yang berganda. Oleh karena itu, lihatlah harta kita dan mulailah hitung zakat kita agar kewajiban ini tidak terabaikan.
Keenam, pada malam Idul Fitri tetapkanlah sedikit waktu untuk bermuhasabah akan apa-apa yang telah kita lakukan sepanjang bulan Ramadhan. Pikirkanlah langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk memastikan kehidupan kita sebagai seorang muslim selepas bulan Ramadhan ini, menjadi lebih baik dari sebelum Ramadhan.
Apakah ibadah yang hendak diteruskan selepas Ramadhan atau ditingkatkan seperti solat Witir, membaca Al-Quran atau puasa Senin dan Kamis?
Apakah sifat-sifat keji atau tabiat buruk yang perlu ditinggalkan atau dikurangi?
Apakah sifat-sifat terpuji dan tabiat baik yang akan diteruskan selepas Ramadhan seperti sabar, welas asih, kasih sayang, tidak banyak berbicara atau bangun awal?
Bagaimanakah kita bisa menyumbang atau berkhidmat kepada masyarakat selepas Ramadhan?
Selamat mencoba. Semoga Allah ta’ala memberikan pertolongan, rahmat, dan berkahnya kepada kita.
Wallahu musta’an.
Teddy Surya Gunawan
tsgunawan@ee.unsw.edu.au
You Can Do That, Guys..................
Bismillah…
Langsung aja, karena aku gak tau mau berbasa-basi bagaimana.
Aku gak suka diperlakukan atau dianggap berbeda. Memang terkadang kita sering membandingkan diri kita dengan orang lain, menjadikan orang lain sebagai standar. Aku pun begitu. Ada orang-orang yang sering kugunakan sebagai bahanku untuk mengaca. Tapi gak perlu juga kan itu kemudian menutup kenyataan diri kita sendiri bahwa there is something different with ourself.
Kata-kata yang beberapa hari ini sering kudengar sebenarnya gak perlu kalian buat sebagai pijakan.
“Eby aja gak bisa, opo maneh kita?”
Guys, emang aku gak boleh gak bisa apa?
“Kalo eby aja gagal, gimana kita?”
Apalagi ini? Emang aku gak boleh gagal? Aksioma darimana tuh
Kalian tuh beda. Kalian tuh bisa. Jangan deh jadiin orang lain sebagai pijakan kegagalan. Justru, kalau orang yang kalian pikir selalu bisa, selalu berhasil saja ternyata bisa gagal. Seharusnya yang terpikir bukan hal-hal seperti di atas. Harusnya : “Kalo eby aja bisa gagal, berarti aku bisa dong berhasil”
Kayaknya itu lebih baik deh. Lagian, kegagalanku justru harusnya jadi pelajaran bagi kalian untuk lebih mempersiapkan diri kalian lebih matang. Bukannya malah membuat kalian tambah down. Udah deh. Yakin aja kalian tuh bisa. Kalo kalian sendiri gak yakin sama kemampuan kalian menghadapi sesuatu, bagaimana orang lain bisa yakin sama kalian?
Segitu cepatnya kegagalanku beredar. Bahkan anak-anak angkatan 98 yang udah bertahun-tahun aku gak ketemu aja, pas ketemu aku langsung mempertanyakan hal itu. Belum lagi teman-teman yang ternyata pas ketemu menanyakan hal-hal yang jauh dari bayanganku. Ada yang bilang begini-lah, ada yang bilang begitu-lah. Seakan-akan mereka paling tau apa yang terjadi sama aku.
Fine kalo kalian membicarakan kegagalanku. Its OK selama itu bisa jadi pelajaran buat kalian. Asal jangan sampai jadi seperti pandangan-pandangan di atas bahwa kalo aku gak bisa, kalian lebih gak bisa lagi. Udah gak jamannya bung punya pikiran kayak gitu. Setiap kita tuh beda.
Dan asal kalian tau aja, kejadian 5 bulan yang lalu (yang sampai kini masih kalian bahas) itu gak pernah aku anggap sebagai kegagalan. Buat aku, itu cara Allah menyayangiku. Aku juga gak akan menyalahkan siapa-siapa karena kejadian itu. Beliau hanyalah orang yang Allah pilih untuk menunjukkan jalanNYA untukku. Awalnya memang aku shock. Tapi ½ jam kemudian ketika orang tuaku mengatakan mereka baik-baik saja atas apa yang aku alami, bahkan mereka lebih mengkhawatirkan keadaanku, maka saat itu sampai sekarang duniaku baik-baik saja.
Sudah kudengar pembicaraan kalian bahwa aku stress-lah, putus asa-lah, atau hal-hal negatif lainnya. Entah siapa yang mengizinkan kalian membahas tentang perasaanku di belakangku. Yang jelas, aku gak peduli dengan setiap anggapan kalian selama orang tuaku baik-baik saja. Selama aku tidak mengecewakan mereka, aku baik-baik saja. Dan ternyata aku diberi sama Allah dua orang luar biasa yang ternyata lebih menjaga perasaanku dan memastikan aku baik-baik saja.
Buat teman-teman yang tadi kutemui di kampus, aku gak mau dengar kalimat itu lagi. “kalo eby aja gak bisa, gimana kita?”, itu sungguh kalimat yang bodoh, konyol dan tidak beralasan. Kalian tuh bisa, BISA BANGET. Itu saja yang mau aku sampaikan. Selamat berjuang. Good luck to us
Langsung aja, karena aku gak tau mau berbasa-basi bagaimana.
Aku gak suka diperlakukan atau dianggap berbeda. Memang terkadang kita sering membandingkan diri kita dengan orang lain, menjadikan orang lain sebagai standar. Aku pun begitu. Ada orang-orang yang sering kugunakan sebagai bahanku untuk mengaca. Tapi gak perlu juga kan itu kemudian menutup kenyataan diri kita sendiri bahwa there is something different with ourself.
Kata-kata yang beberapa hari ini sering kudengar sebenarnya gak perlu kalian buat sebagai pijakan.
“Eby aja gak bisa, opo maneh kita?”
Guys, emang aku gak boleh gak bisa apa?
“Kalo eby aja gagal, gimana kita?”
Apalagi ini? Emang aku gak boleh gagal? Aksioma darimana tuh
Kalian tuh beda. Kalian tuh bisa. Jangan deh jadiin orang lain sebagai pijakan kegagalan. Justru, kalau orang yang kalian pikir selalu bisa, selalu berhasil saja ternyata bisa gagal. Seharusnya yang terpikir bukan hal-hal seperti di atas. Harusnya : “Kalo eby aja bisa gagal, berarti aku bisa dong berhasil”
Kayaknya itu lebih baik deh. Lagian, kegagalanku justru harusnya jadi pelajaran bagi kalian untuk lebih mempersiapkan diri kalian lebih matang. Bukannya malah membuat kalian tambah down. Udah deh. Yakin aja kalian tuh bisa. Kalo kalian sendiri gak yakin sama kemampuan kalian menghadapi sesuatu, bagaimana orang lain bisa yakin sama kalian?
Segitu cepatnya kegagalanku beredar. Bahkan anak-anak angkatan 98 yang udah bertahun-tahun aku gak ketemu aja, pas ketemu aku langsung mempertanyakan hal itu. Belum lagi teman-teman yang ternyata pas ketemu menanyakan hal-hal yang jauh dari bayanganku. Ada yang bilang begini-lah, ada yang bilang begitu-lah. Seakan-akan mereka paling tau apa yang terjadi sama aku.
Fine kalo kalian membicarakan kegagalanku. Its OK selama itu bisa jadi pelajaran buat kalian. Asal jangan sampai jadi seperti pandangan-pandangan di atas bahwa kalo aku gak bisa, kalian lebih gak bisa lagi. Udah gak jamannya bung punya pikiran kayak gitu. Setiap kita tuh beda.
Dan asal kalian tau aja, kejadian 5 bulan yang lalu (yang sampai kini masih kalian bahas) itu gak pernah aku anggap sebagai kegagalan. Buat aku, itu cara Allah menyayangiku. Aku juga gak akan menyalahkan siapa-siapa karena kejadian itu. Beliau hanyalah orang yang Allah pilih untuk menunjukkan jalanNYA untukku. Awalnya memang aku shock. Tapi ½ jam kemudian ketika orang tuaku mengatakan mereka baik-baik saja atas apa yang aku alami, bahkan mereka lebih mengkhawatirkan keadaanku, maka saat itu sampai sekarang duniaku baik-baik saja.
Sudah kudengar pembicaraan kalian bahwa aku stress-lah, putus asa-lah, atau hal-hal negatif lainnya. Entah siapa yang mengizinkan kalian membahas tentang perasaanku di belakangku. Yang jelas, aku gak peduli dengan setiap anggapan kalian selama orang tuaku baik-baik saja. Selama aku tidak mengecewakan mereka, aku baik-baik saja. Dan ternyata aku diberi sama Allah dua orang luar biasa yang ternyata lebih menjaga perasaanku dan memastikan aku baik-baik saja.
Buat teman-teman yang tadi kutemui di kampus, aku gak mau dengar kalimat itu lagi. “kalo eby aja gak bisa, gimana kita?”, itu sungguh kalimat yang bodoh, konyol dan tidak beralasan. Kalian tuh bisa, BISA BANGET. Itu saja yang mau aku sampaikan. Selamat berjuang. Good luck to us
Friday, October 06, 2006
TAK LAGI SAMA
Suatu saat, setiap kita akan sampai pada suatu titik dimana kita harus BERHENTI
Maka disinilah aku sekarang
Di satu peran dalam episode kehidupanku,
Aku telah sampai di titik itu
BERHENTI
Maka, sejak saat ini
Jangan protes jika ada yang kalian lihat berubah dari diriku
Jangan tersinggung jika ada yang tidak lagi sama
Karena ada penggalan pemikiran yang telah berubah
Sesuatu yang kusadari,
Bahwa seharusnya lebih awal kusadari
Maka penyesalan itu tak akan terulang lagi
Aku,
Masih disini,
Tapi aku,
Tak lagi sama
Mengertilah, dan kuyakin ini yang terbaik
Pada awalnya mungkin kalian akan kaget
Tapi pada akhirnya kalian akan sadar
Bahwa itulah yang terbaik
Untukku, juga untuk kalian
Ya, begitulah seharusnya
Di titik perhentianku ini
Aku bukan berhenti untuk selamanya
Kini aku sudah siap untuk melangkah lagi
Karena di perhentianku kemarin
Kusadari sesuatu yang telah lama kuabaikan
Langkahku akan tetap sama
Tujuanku masih sama
Hanya caraku melangkah telah berbeda
Aku telah menemukan gaya jalanku yang lain, yang seharusnya sedari dulu
Maka kutahu,
Di suatu saat
Kalian akan mengerti dan memahami mengapa
Karena kalian punya hati, akal dan ilmu yang diberi Allah
Saudara-saudaraku,
Genggam tanganku
Kita melangkah lagi
Kagetlah jika ada yang berbeda
Tapi jangan terlalu lama,
Kita harus tetap melangkah
Maka disinilah aku sekarang
Di satu peran dalam episode kehidupanku,
Aku telah sampai di titik itu
BERHENTI
Maka, sejak saat ini
Jangan protes jika ada yang kalian lihat berubah dari diriku
Jangan tersinggung jika ada yang tidak lagi sama
Karena ada penggalan pemikiran yang telah berubah
Sesuatu yang kusadari,
Bahwa seharusnya lebih awal kusadari
Maka penyesalan itu tak akan terulang lagi
Aku,
Masih disini,
Tapi aku,
Tak lagi sama
Mengertilah, dan kuyakin ini yang terbaik
Pada awalnya mungkin kalian akan kaget
Tapi pada akhirnya kalian akan sadar
Bahwa itulah yang terbaik
Untukku, juga untuk kalian
Ya, begitulah seharusnya
Di titik perhentianku ini
Aku bukan berhenti untuk selamanya
Kini aku sudah siap untuk melangkah lagi
Karena di perhentianku kemarin
Kusadari sesuatu yang telah lama kuabaikan
Langkahku akan tetap sama
Tujuanku masih sama
Hanya caraku melangkah telah berbeda
Aku telah menemukan gaya jalanku yang lain, yang seharusnya sedari dulu
Maka kutahu,
Di suatu saat
Kalian akan mengerti dan memahami mengapa
Karena kalian punya hati, akal dan ilmu yang diberi Allah
Saudara-saudaraku,
Genggam tanganku
Kita melangkah lagi
Kagetlah jika ada yang berbeda
Tapi jangan terlalu lama,
Kita harus tetap melangkah
Wednesday, October 04, 2006
30 menit tak terduga
Bismillah..
Selama aku duduk di bangku kuliah, sudah ada 4 kali pergantian ketua Jurusan Teknik Elektro.
Tahun pertama aku masuk, kajurnya Pak Djohani. Waktu beliau jadi kajur sih, aku gak dekat-dekat amat. Soalnya pak Djo, panggilan akrab beliau, ngajarnya semester akhir gitu. Tapi kalo ketemu di jurusan, beliau selalu lempar senyum bijaknya. Kenangan sama pak Djo sampe sekarang tuh baek semuanya. Sekarang sih pak Djo udah pensiun. Tapi sejak aku kenal sama beliau karena ambil kelasnya, dosen ini masuk jadi salah satu dosen favoritku. Beliau tuh bijak banget. Kalo aku sih menggambarkan pak Djo dengan kalimat "dosen Yang Dekat Di Hati". Cieee. Abis baek banget sih. Aku sering dibantu. Diskusi sama beliau tuh enak banget. Rendah hati dan gak pernah nunjukin kalo beliau tuh pintar banget padahal aslinya emang OKS BANGET!!! Kalo ketemu beliau tuh, aku belum negur, beliau udah negur duluan, udah nyapa nama kita duluan. Rendah hati banget deh. Aku cinta banget sama Pak Djo. Sayang, pak Djo-nya udah pensiun jadi gak pernah ketemu lagi. Niatanku sih, suatu saat pengen maen ke rumahnya
Kajur kedua, Pak Bambang Riyanto. Gak banyak yang aku tau tentang beliau. Sebatas aku tau beliau, beliau tau aku. Udah, itu aja. Kalo ketemu juga, kadang aku pura-pura gak lihat dan akhirnya gak nyapa. Gak ada kenangan buruk sih, tapi juga gak ada yang begitu membekas. Jadi ya biasa aja. Ketemu atau masuk di ruangannya ya sebatas kalo ada kepentingannya saja. Begitu selesai, ya sudah
Kajur ketiga, Pak Slamet. Waktu pak Slamet jadi kajur, gak beda sama pak Bambang. Biasa aja. Kayaknya aku malah gak pernah deh sampe masuk ke ruang kajur selama pak Slamet jadi Kajur. Emang gak ada kepentingannya kok
Kajur keempat alias kajur sekarang, balik lagi ke Pak Bambang Riyanto. Baru beberapa bulan ini beliau kembali ke posisi itu meninggalkan posisi Kepala Lab Mesin Elektrik yang digantikan oleh Bu Kotima. Gak ada yang berubah dari kesanku terhadap beliau hingga suatu hari aku menerima sebuah sms dari koordinator skripsi kalo Pak Bambang mo ketemu. Aku diminta ke Jurusan siang itu. Sebenarnya waktu itu aku bisa saja ke kampus, berhubung mata gak bisa diajak kompromi, pengen bobo siang, jadi sms itu kubalas dengan gak bisa dan buat janji untuk menghadap ke beliaunya hari Senin 25 september 2006.
Sebelum senin, otakku gak habis-habisnya mikir ada apa pak bambang mencariku. Selama ini aku gak pernah punya urusan sama beliau. Demi menjawab rasa penasaran juga khawatirku, kutanyakan hal itu ke bu titik, koord skripsi, via sms. Dan dibalas bahwa pak bambang ingin membicarakan tentang skripsiku. Jantungku tambah cepat debarannya. Ada urusan apa ya sampe beliau mau ngobrol? Urusan skripsiku kan gak ada hubungannya sama beliau. Sempat khawatir, jangan-jangan ada masalah dan aku gak boleh ikut wisuda desember nanti. Terbayang sudah wajah ibuku. Tapi kata bu titik, gak ada masalah apa-apa. Beliau hanya mau ketemu eby aja, gitu katanya.
Maka bismillah, hari rabu 27 september 2006 (molor 2 hari dari perjanjian, karena kumat), kulangkahkan kaki ke jurusan sepulangku dari rumah sakit. Di jurusan, bu narti, salah satu staf jurusan, sampe pangling liat aku saking lamanya gak pernah muncul di ruang itu lagi. Diantar bu titik, aku masuk ke ruang pak Bambang yang sebenarnya sedang waktu istirahat. Setelah bu titik keluar, beliau memulai percakapan denganku.
Ternyata saudara-saudara, saat itu beliau tampil like my father. Pembicaraan kami beliau buka dengan menanyakan perkembangan keadaanku. Entah mengapa sakitku kali ini cepat banget beredar. Sampe-sampe beliau mau matiin AC di ruangannya karena liat aku kedinginan padahal pake jaket udah kenceng banget. Setelah itu menanyakan kabar skripsiku dan memberi aku semangat yang sepertinya mampu membuat aku terbang karena diberi dukungan seperti itu oleh beliau. Pembicaraan tentang skripsi hanya 5 menit. 25 menit tersisa, banyak nasehat yang beliau berikan padaku.
"Feb, sakit itu Allah yang beri. Kamu mo ke dokter secanggih dan sehebat apapun, kalo Allah gak mau menyembuhkan, ya kamu gak akan sembuh. Saya sudah merasakan semua penyakit. Jantung sudah, paru-paru sudah, liver sudah, tapi lihat saya sekarang. Saya baik-baik saja. Saya memang ke dokter tapi obat yang paling mujarab yang menyembuhkan saya itu satu, Tahajjud. Kamu tahajjud, minta sama Maha Penyembuh. Obatnya tuh cuma dari Allah, udah, gak ada lain. Bersihkan hatimu. Buang semua benci dan gak suka ke orang lain. Maafkan kesalahan orang lain. Jalani hidupmu dengan lebih tenang, jangan putus meminta dan berharap, insyaAllah kamu sembuh"
Pesan beliau itu menyejukkanku. Tak kusangka seseorang yang selama ini tidak begitu dekat di hatiku, seseorang yang kutempatkan sebagaimana banyak orang yang datang dan pergi begitu saja dalam hidupku, ternyata memperhatikan dan memberiku nasehat sedalam itu.
"Sekarang, kamu rawat dan jaga dirimu agar segera diberi kesembuhan oleh Allah. Setelah itu, fokus ke apa yang harus kamu lakukan. Bapak mendukungmu. Bapak akan bantu sebisa bapak. Bapak yakin kamu bisa. Bapak sangat yakin kamu bisa. Bapak tunggu kabar bahagia dari kamu ya Feb"
Kata penutup percakapan itu membulatkan tekadku untuk membuktikan bahwa keyakinannya padaku tidak salah. InsyaAllah Allah bersamaku
Buat Pak Bambang, terimakasih atas 30 menit yang tak terduga itu.
Selama aku duduk di bangku kuliah, sudah ada 4 kali pergantian ketua Jurusan Teknik Elektro.
Tahun pertama aku masuk, kajurnya Pak Djohani. Waktu beliau jadi kajur sih, aku gak dekat-dekat amat. Soalnya pak Djo, panggilan akrab beliau, ngajarnya semester akhir gitu. Tapi kalo ketemu di jurusan, beliau selalu lempar senyum bijaknya. Kenangan sama pak Djo sampe sekarang tuh baek semuanya. Sekarang sih pak Djo udah pensiun. Tapi sejak aku kenal sama beliau karena ambil kelasnya, dosen ini masuk jadi salah satu dosen favoritku. Beliau tuh bijak banget. Kalo aku sih menggambarkan pak Djo dengan kalimat "dosen Yang Dekat Di Hati". Cieee. Abis baek banget sih. Aku sering dibantu. Diskusi sama beliau tuh enak banget. Rendah hati dan gak pernah nunjukin kalo beliau tuh pintar banget padahal aslinya emang OKS BANGET!!! Kalo ketemu beliau tuh, aku belum negur, beliau udah negur duluan, udah nyapa nama kita duluan. Rendah hati banget deh. Aku cinta banget sama Pak Djo. Sayang, pak Djo-nya udah pensiun jadi gak pernah ketemu lagi. Niatanku sih, suatu saat pengen maen ke rumahnya
Kajur kedua, Pak Bambang Riyanto. Gak banyak yang aku tau tentang beliau. Sebatas aku tau beliau, beliau tau aku. Udah, itu aja. Kalo ketemu juga, kadang aku pura-pura gak lihat dan akhirnya gak nyapa. Gak ada kenangan buruk sih, tapi juga gak ada yang begitu membekas. Jadi ya biasa aja. Ketemu atau masuk di ruangannya ya sebatas kalo ada kepentingannya saja. Begitu selesai, ya sudah
Kajur ketiga, Pak Slamet. Waktu pak Slamet jadi kajur, gak beda sama pak Bambang. Biasa aja. Kayaknya aku malah gak pernah deh sampe masuk ke ruang kajur selama pak Slamet jadi Kajur. Emang gak ada kepentingannya kok
Kajur keempat alias kajur sekarang, balik lagi ke Pak Bambang Riyanto. Baru beberapa bulan ini beliau kembali ke posisi itu meninggalkan posisi Kepala Lab Mesin Elektrik yang digantikan oleh Bu Kotima. Gak ada yang berubah dari kesanku terhadap beliau hingga suatu hari aku menerima sebuah sms dari koordinator skripsi kalo Pak Bambang mo ketemu. Aku diminta ke Jurusan siang itu. Sebenarnya waktu itu aku bisa saja ke kampus, berhubung mata gak bisa diajak kompromi, pengen bobo siang, jadi sms itu kubalas dengan gak bisa dan buat janji untuk menghadap ke beliaunya hari Senin 25 september 2006.
Sebelum senin, otakku gak habis-habisnya mikir ada apa pak bambang mencariku. Selama ini aku gak pernah punya urusan sama beliau. Demi menjawab rasa penasaran juga khawatirku, kutanyakan hal itu ke bu titik, koord skripsi, via sms. Dan dibalas bahwa pak bambang ingin membicarakan tentang skripsiku. Jantungku tambah cepat debarannya. Ada urusan apa ya sampe beliau mau ngobrol? Urusan skripsiku kan gak ada hubungannya sama beliau. Sempat khawatir, jangan-jangan ada masalah dan aku gak boleh ikut wisuda desember nanti. Terbayang sudah wajah ibuku. Tapi kata bu titik, gak ada masalah apa-apa. Beliau hanya mau ketemu eby aja, gitu katanya.
Maka bismillah, hari rabu 27 september 2006 (molor 2 hari dari perjanjian, karena kumat), kulangkahkan kaki ke jurusan sepulangku dari rumah sakit. Di jurusan, bu narti, salah satu staf jurusan, sampe pangling liat aku saking lamanya gak pernah muncul di ruang itu lagi. Diantar bu titik, aku masuk ke ruang pak Bambang yang sebenarnya sedang waktu istirahat. Setelah bu titik keluar, beliau memulai percakapan denganku.
Ternyata saudara-saudara, saat itu beliau tampil like my father. Pembicaraan kami beliau buka dengan menanyakan perkembangan keadaanku. Entah mengapa sakitku kali ini cepat banget beredar. Sampe-sampe beliau mau matiin AC di ruangannya karena liat aku kedinginan padahal pake jaket udah kenceng banget. Setelah itu menanyakan kabar skripsiku dan memberi aku semangat yang sepertinya mampu membuat aku terbang karena diberi dukungan seperti itu oleh beliau. Pembicaraan tentang skripsi hanya 5 menit. 25 menit tersisa, banyak nasehat yang beliau berikan padaku.
"Feb, sakit itu Allah yang beri. Kamu mo ke dokter secanggih dan sehebat apapun, kalo Allah gak mau menyembuhkan, ya kamu gak akan sembuh. Saya sudah merasakan semua penyakit. Jantung sudah, paru-paru sudah, liver sudah, tapi lihat saya sekarang. Saya baik-baik saja. Saya memang ke dokter tapi obat yang paling mujarab yang menyembuhkan saya itu satu, Tahajjud. Kamu tahajjud, minta sama Maha Penyembuh. Obatnya tuh cuma dari Allah, udah, gak ada lain. Bersihkan hatimu. Buang semua benci dan gak suka ke orang lain. Maafkan kesalahan orang lain. Jalani hidupmu dengan lebih tenang, jangan putus meminta dan berharap, insyaAllah kamu sembuh"
Pesan beliau itu menyejukkanku. Tak kusangka seseorang yang selama ini tidak begitu dekat di hatiku, seseorang yang kutempatkan sebagaimana banyak orang yang datang dan pergi begitu saja dalam hidupku, ternyata memperhatikan dan memberiku nasehat sedalam itu.
"Sekarang, kamu rawat dan jaga dirimu agar segera diberi kesembuhan oleh Allah. Setelah itu, fokus ke apa yang harus kamu lakukan. Bapak mendukungmu. Bapak akan bantu sebisa bapak. Bapak yakin kamu bisa. Bapak sangat yakin kamu bisa. Bapak tunggu kabar bahagia dari kamu ya Feb"
Kata penutup percakapan itu membulatkan tekadku untuk membuktikan bahwa keyakinannya padaku tidak salah. InsyaAllah Allah bersamaku
Buat Pak Bambang, terimakasih atas 30 menit yang tak terduga itu.
Tuesday, October 03, 2006
Masalah Telor di Jepang
Bismillah..
Sahabat-sahabatku, ini ada bacaan bagus yang aku baca saat mampir ke kickandy.com. Lucu tapi bikin malu. Orang Indonesia itu terlalu baik atau malah terlalu bisa diajak kompromi, tidak disiplin? Baca sendiri deh.....
ANDY'S CORNER
Masalahnya tampak sederhana. Teman saya, publisher sebuah majalah musik terkenal, tergila-gila pada telor. Hampir di setiap kesempatan makan, urusan telor tak pernah ketinggalan. Dari mulai sarapan, makan siang, sampai makan malam.
Namun urusan telor itu mendadak jadi rumit ketika kami berada di Jepang baru-baru ini. Suatu hari, saat makan siang, di salah satu menu disebutkan ada makanan yang disajikan dengan telur goreng setengah matang di atasnya. Terbit air liur sang kawan. Tapi setelah tahu ada bahan yang haram, dia mengubah pesanannya. Kepada waiter, dia wanti-wanti agar telor setengah matang tadi bisa dipindahkan ke pesanan yang baru. Sang waiter menggeleng. Permintaan yang "sepele" itu tidak dapat dipenuhi karena menu yang baru memang ditawarkan tanpa telor.
Setelah melalui perdebatan, akhirnya kami minta agar dia memanggil manajer restoran. Kepada sang manajer, kami jelaskan soal keinginan tadi. Dengan permohonan maaf berulang-ulang, dia mengatakan permintaan itu tidak bisa dikabulkan. Apa yang ditawarkan, itulah yang bisa mereka sediakan. Meskipun kami sudah menawarkan membayar berlipat untuk telor itu. Sulit dipahami kan?
Urusan telor semacam itu di Indonesia hanyalah persoalan kecil. Tinggal goreng, selesai. Tapi, jika kita memahami orang Jepang, mungkin akhirnya kita bisa nrimo. Disiplin yang tinggi memang menjadi ciri yang kuat dari orang-orang Jepang. Kadang terasa terlalu kaku ketika konteksnya telor tadi.
Teman saya tidak jadi sakit hati manakala kami mencoba memahami jalan pikiran waiter dan sang manajer termasuk, sistem yang sudah berjalan baik di negeri matahari terbit itu. Kami jadi geli saat membayangkan ketika restoran tutup nanti, manajer harus mempertanggungjawabkan mengapa ada satu telor yang "hilang" atau tidak klop dengan menu yang terjual hari itu. Lalu bagaimana memasukan penjelasan soal "telor yang lompat ke menu lain", yang tidak bisa dilacak oleh komputer yang sudah diprogram? Artinya, satu telor menyimpang dari jalurnya saja akan cepat ketahuan dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Setiap orang tidak bisa dengan mudah melakukan penyimpangan dari sistem dan prosedur yang sudah ada.
Saya mungkin terlalu mengada-ada ya? Bahkan saya dan teman jadi tertawa ketika berimajinasi bahwa setelah restoran tutup, sang manajer dan semua staf akan melakukan evaluasi, termasuk membahas bagaimana memecahkan permintaan aneh dari tamu tadi siang. Namun, setelah mereka tahu bahwa tamu yang aneh tadi berasal dari Indonesia, mereka lalu menyimpulkan tidak perlu dibahas lebih lanjut karena sang tamu memang berasal dari negara yang "semua bisa diatur", di mana orang-orangnya terbiasa melakukan penyimpangan. Jadi, rapat lalu memutuskan jangan sampai "virus" berbahaya itu mereka akomodasi dan merusak sistem dan prosedur yang sudah mereka yakini dan jalankan selama ini dengan disiplin yang tinggi.
Tidak mudah melakukan penyimpangan di negara yang tertib. Begitulah pesan moral dari persoalan telor tadi. Tak heran jika sepanjang berada di Jepang, semua serba tertib. Pada saat naik metro, menyeberang, naik eskalator, antri taksi, bayar di kasir, masuk restoran, dan kegiatan di ruang publik lainnya, serba tertib. Hidup rasanya sangat aman dan nyaman. Tidak ada dominasi yang kuat mengalahkan yang lemah. Tidak ada saling sikut. Hidup kok jadi indah ya?
Masalahnya, hidup ini memang memilih. Kita mau yang mana. Bangsa Jepang bisa bangkit menjadi bangsa yang besar seperti sekarang ini, karena mereka memilih disiplin sebagai fondasi. Mereka meyakini disiplin yang tinggi merupakan kunci untuk maju.
Jadi, urusan telor yang rumit tadi, kalau dilihat dari kacamata orang-orang Jepang, tentu jadi rumit karena masuk kategori penyimpangan. Saya dan teman saja yang kebetulan salah tempat. Andai waktu itu kami berada di sebuah warung di Indonesia, soal telor tadi urusan sepele. Semua bisa diatur di negeri ini.
Sahabat-sahabatku, ini ada bacaan bagus yang aku baca saat mampir ke kickandy.com. Lucu tapi bikin malu. Orang Indonesia itu terlalu baik atau malah terlalu bisa diajak kompromi, tidak disiplin? Baca sendiri deh.....
ANDY'S CORNER
Masalahnya tampak sederhana. Teman saya, publisher sebuah majalah musik terkenal, tergila-gila pada telor. Hampir di setiap kesempatan makan, urusan telor tak pernah ketinggalan. Dari mulai sarapan, makan siang, sampai makan malam.
Namun urusan telor itu mendadak jadi rumit ketika kami berada di Jepang baru-baru ini. Suatu hari, saat makan siang, di salah satu menu disebutkan ada makanan yang disajikan dengan telur goreng setengah matang di atasnya. Terbit air liur sang kawan. Tapi setelah tahu ada bahan yang haram, dia mengubah pesanannya. Kepada waiter, dia wanti-wanti agar telor setengah matang tadi bisa dipindahkan ke pesanan yang baru. Sang waiter menggeleng. Permintaan yang "sepele" itu tidak dapat dipenuhi karena menu yang baru memang ditawarkan tanpa telor.
Setelah melalui perdebatan, akhirnya kami minta agar dia memanggil manajer restoran. Kepada sang manajer, kami jelaskan soal keinginan tadi. Dengan permohonan maaf berulang-ulang, dia mengatakan permintaan itu tidak bisa dikabulkan. Apa yang ditawarkan, itulah yang bisa mereka sediakan. Meskipun kami sudah menawarkan membayar berlipat untuk telor itu. Sulit dipahami kan?
Urusan telor semacam itu di Indonesia hanyalah persoalan kecil. Tinggal goreng, selesai. Tapi, jika kita memahami orang Jepang, mungkin akhirnya kita bisa nrimo. Disiplin yang tinggi memang menjadi ciri yang kuat dari orang-orang Jepang. Kadang terasa terlalu kaku ketika konteksnya telor tadi.
Teman saya tidak jadi sakit hati manakala kami mencoba memahami jalan pikiran waiter dan sang manajer termasuk, sistem yang sudah berjalan baik di negeri matahari terbit itu. Kami jadi geli saat membayangkan ketika restoran tutup nanti, manajer harus mempertanggungjawabkan mengapa ada satu telor yang "hilang" atau tidak klop dengan menu yang terjual hari itu. Lalu bagaimana memasukan penjelasan soal "telor yang lompat ke menu lain", yang tidak bisa dilacak oleh komputer yang sudah diprogram? Artinya, satu telor menyimpang dari jalurnya saja akan cepat ketahuan dan harus bisa dipertanggungjawabkan. Setiap orang tidak bisa dengan mudah melakukan penyimpangan dari sistem dan prosedur yang sudah ada.
Saya mungkin terlalu mengada-ada ya? Bahkan saya dan teman jadi tertawa ketika berimajinasi bahwa setelah restoran tutup, sang manajer dan semua staf akan melakukan evaluasi, termasuk membahas bagaimana memecahkan permintaan aneh dari tamu tadi siang. Namun, setelah mereka tahu bahwa tamu yang aneh tadi berasal dari Indonesia, mereka lalu menyimpulkan tidak perlu dibahas lebih lanjut karena sang tamu memang berasal dari negara yang "semua bisa diatur", di mana orang-orangnya terbiasa melakukan penyimpangan. Jadi, rapat lalu memutuskan jangan sampai "virus" berbahaya itu mereka akomodasi dan merusak sistem dan prosedur yang sudah mereka yakini dan jalankan selama ini dengan disiplin yang tinggi.
Tidak mudah melakukan penyimpangan di negara yang tertib. Begitulah pesan moral dari persoalan telor tadi. Tak heran jika sepanjang berada di Jepang, semua serba tertib. Pada saat naik metro, menyeberang, naik eskalator, antri taksi, bayar di kasir, masuk restoran, dan kegiatan di ruang publik lainnya, serba tertib. Hidup rasanya sangat aman dan nyaman. Tidak ada dominasi yang kuat mengalahkan yang lemah. Tidak ada saling sikut. Hidup kok jadi indah ya?
Masalahnya, hidup ini memang memilih. Kita mau yang mana. Bangsa Jepang bisa bangkit menjadi bangsa yang besar seperti sekarang ini, karena mereka memilih disiplin sebagai fondasi. Mereka meyakini disiplin yang tinggi merupakan kunci untuk maju.
Jadi, urusan telor yang rumit tadi, kalau dilihat dari kacamata orang-orang Jepang, tentu jadi rumit karena masuk kategori penyimpangan. Saya dan teman saja yang kebetulan salah tempat. Andai waktu itu kami berada di sebuah warung di Indonesia, soal telor tadi urusan sepele. Semua bisa diatur di negeri ini.
Dont Worry About Me, I Am OK!!!
Bismillah...
Belakangan ini aku serasa tidak memiliki hidupku sendiri. Aku begitu diatur oleh orang-orang di sekelilingku. Ibu, Papa, dan Kakak di Ambon mengontrol hidupku dari Ambon sana. Di Surabaya, adek-adekku begitu mengatur aku boleh dan tidak boleh keluar rumah, aku harus makan ini, aku harus makan itu. Tante, dengan gaya khasnya mengatur kapan aku harus ke dokter, apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan.
Aku tau semua mereka lakukan karena menyayangiku, karena khawatir akan keadaanku. Tapi sikap seperti itu kadang membuatku tidak nyaman. i want to decide whatever in my life with myself. Kata-kata "gak boleh", "Ayo Sekarang", "Kamu harus" dan kata-kata seperti itu lainnya semakin lama semakin membuatku justru ingin berkonfrontasi dan tidak menurutinya. Aku tau yang mereka anjurkan itu baik. Tapi i want to do that because i want not because of them. Aku ingin melakukan itu semua, ke dokter-lah, makan tepat waktu-lah, gak boleh keluar rumah selain untuk urusan kesehatan-lah, semuanya deh, karena aku memang mau, bukan karena aku dipaksa.
Please dong mengerti. Gini-gini, aku tuh udah bisa nentuin sikap. Gak usah mengaturku secara berlebihan. Dan, tidak usah terlalu mengkhawatirkanku berlebihan. Aku baik-baik saja
Belakangan ini aku serasa tidak memiliki hidupku sendiri. Aku begitu diatur oleh orang-orang di sekelilingku. Ibu, Papa, dan Kakak di Ambon mengontrol hidupku dari Ambon sana. Di Surabaya, adek-adekku begitu mengatur aku boleh dan tidak boleh keluar rumah, aku harus makan ini, aku harus makan itu. Tante, dengan gaya khasnya mengatur kapan aku harus ke dokter, apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan.
Aku tau semua mereka lakukan karena menyayangiku, karena khawatir akan keadaanku. Tapi sikap seperti itu kadang membuatku tidak nyaman. i want to decide whatever in my life with myself. Kata-kata "gak boleh", "Ayo Sekarang", "Kamu harus" dan kata-kata seperti itu lainnya semakin lama semakin membuatku justru ingin berkonfrontasi dan tidak menurutinya. Aku tau yang mereka anjurkan itu baik. Tapi i want to do that because i want not because of them. Aku ingin melakukan itu semua, ke dokter-lah, makan tepat waktu-lah, gak boleh keluar rumah selain untuk urusan kesehatan-lah, semuanya deh, karena aku memang mau, bukan karena aku dipaksa.
Please dong mengerti. Gini-gini, aku tuh udah bisa nentuin sikap. Gak usah mengaturku secara berlebihan. Dan, tidak usah terlalu mengkhawatirkanku berlebihan. Aku baik-baik saja
Subscribe to:
Posts (Atom)