Sudah berlalu ramadhan ini. Entah sudah ramadhan keberapa yang kita lewati ini. Sudah sekian idul fitri kita masuki, tapi sudahkah berkah ramadhan dan idul fitri itu benar-benar mewarnai hari-hari kita setelahnya? Inilah saatnya. Kita masuki bulan-bulan pembuktian pasca Ramadhan. Membuktikan energi Ramadhan bertahan hingga sebelas bulan ke depan dan mempertemukan kita kembali bersama Ramadhan berikutnya. Aaamiin
Lebaran kali ini di rumah gak lengkap. Hanya ada papa, ibu, caca, aku dan dek uni. Pic diatas saat dek uni sungkeman sama ibu papa. Dek eya dan dek ega tetap di Surabaya berlebaran bersama tante. Terakhir lengkap di tahun 2004. Yasud, ada yang kurang tapi tidak mengurangi makna kebahagiaan di hari fitri ini. Kebahagiaan yang sangat di saat melihat setiap sudut kota dijejali oleh orang-orang yang menundukkan hatinya saling meminta keridhaan, meminta kerelaan atas kesalahan. Sungguh sebuah ketawadhuan massal yang hanya bisa digerakkan oleh nilai-nilai keimanan. Putih bersih, semoga seperti itu kita sekarang
Ada yang mengusik pikiran ini melihat kebiasaan ramadhan di Indonesia yang sudah mulai masuk ke kota ambon. Kenapa saya bilang begitu? Karena zaman dulu, saat saya masih kecil, gak ada tuh kebiasaan mengkhawatirkan (buat saya) ini. Kebiasaan apa? Kebiasaan anak-anak kecil yang datang ke rumah-rumah secara rombongan dan tujuan utamanya bisa mendapatkan uang lebaran yang entah darimana ceritanya ikut-ikutan disebut angpao. Miris liatnya.
Di satu sisi, kita bisa melihat setiap kita pada hari itu dengan sukacita tanpa mengeluh memberikan begitu saja 1000 rupiah kepada setiap anak yang bahkan kita tidak tau siapa dia. Sisi ini membenarkan kitadari sudut saling berbagi kebahagiaan dengan memberi. Diatmbah lagi ungkapan “setahun sekali ini, kenapa gak?”
Fine, aku bisa terima di sisi ini. Tapi coba liat dari sisi yang lain. Pelajaran apa yang kita beri kepada mereka yang masih ijo ini tentang idul fitri? Secara tidak langsung kita telah mengajarkan bukan tentang kefitrahan tapi pada sukacitanya mendapatkan uang lebih di hari lebaran.
Kalo kemudian alasannya adalah “masih kecil ini, dijelasin juga gak bakal ngerti”
Kata saya “Ya gak usah dijelasin dulu kalo gitu, tapi juga jangan melakukan hal-hal yang membuat mereka membentuk opini sendiri tentang idul fitri”
Pembentukan paling bagus bagi perkembangan pemikiran manusia adalah saat anak-anak. Sedih kan kalo anak-anak sekarang kita perbiasakan seperti itu, dan besok ia tidak paham lagi dengan makna sebenarnya idul fitri. Mereka hanya tau bahwa idul fitri adalah saat “panen”
PS :
Maaf ya adek-adek yang ke rumahku, kalo kue kering yang aku beri ke kalian. Bukannya gak mau ngasih duit, tapi kalian juga butuh kue deh kayaknya supaya ada tenaga buat muter-muter lagi “nyari duit”
No comments:
Post a Comment