Sunday, October 29, 2006

SesALku, KecEWakU

Aku baru tiba lagi di Ambon setelah kamis kemarin ke Luhu, desanya nenek.Seru, selalu menyenangkan karena keluarga besarku ada di kampung ini. Keluarga ibu dan juga keluarga papa. Paket hemat deh, sekali ke kampung ini, bisa silaturahim ke begitu banyak keluarga. Perjalanannya juga menyenangkan, lewat darat juga laut. Memang sih gak serame pas masa-masa kecil dulu tapi tetap aja menyenangkan ada disini.

Sayangnya, di balik seluruh kesenangan itu, ada dua hal yang kusesali
  1. Beberapa orang yang kukenal ditinggal begitu aja sama suaminya. Gak jelas kabarnya. Ada yang berbulan-bulan bahkan ada yang katanya terakhir ditemui tahun 2004. itu kan 2 tahun yang lalu. Kayak gitu, apa statusnya masih imamnya? Nafkah lahir batin gak dikasih. Anak-anak mereka, aku lihat tumbuh tanpa mengenal ayah mereka. Bahkan satu diantaranya tidak pernah melihat ayahnya. Lahir tahun 2004 padaawal syawal, kelahirannya masih disaksikan oleh ayahnya. Aku ingat, aku pun ada disitu bahkan ikut memberi nama. Tahun ini, saat bayi syawal itu sudah 2 tahun bahkan sudah bisa memanggilku bibi, ia belum pernah melihat ayahnya. Hal-hal seperti ini yang kadang bikin aku gamang dan males banget sama kaum adam. Tidak, tidak, aku tidak membenci lembaga pernikahan. Aku juga bukan seorang feminis. Hanya saja, aku gak suka dan marah melihat kaumku diperlakukan seperti itu. Pergi tanpa kabar, atawa selingkuh atawa tiba-tiba muncul sudah dengan istri lagi. Asli, aku ilfil sama hal-hal kayak gini. Gak fair tau. Wahai para pria, sadar dong. Kalian terlahir dari rahim perempuan kan? Kalo begitu, kalian tidak punya hak membuat perempuan yang rahimnya sakit setelah melahirkan anak kalian, kini hatinya pun kalian sakiti bahkan jiwanya kalian koyak. Kalo seperti itu, masihkah kalian mengatakan punya hati? Dimana kalian letakkan? Ingin rasanya aku tonjok muka kalian agar kalian sadar bahwa hati itu ada buat dipake bukan buat dijadikan batu.                                                                                                                                         
  2. Aku kehilangan satu kehangatan tahun ini. Kehangatan yang kuterima setiap bertemu dulu kini sudah tak ada lagi, tak bersisa. Memang, masih ada tegur sapa tapi begitu garing. Sayang, sayang sekali. Kekuasaan, pangkat, kedudukan, jabatan, harta telah mengambil kehangatan itu dariku. Bertahun-tahun lewat sudah, roda berputar, pergantian pemain di wilayah kekuasaan pun tejadi. Wajar, sangat wajar. Tapi kewajaran tu adalah kewajaran perputaran masa. Yang tidak wajar adalah ketika itu merampas kehangatan yang dulu ada. Aku tidak minta apa-apa. Aku bahkan tidak butuh kekuasaan yang sekarang kau emban. Jangan merasa tertekan dengan kedatanganku dan mengira aku akan menggunakan asas manfaat. Tidak, sama sekali tidak. Tangan ini terjulur hanya untuk menawarkan dan merasakan kembali kehangatan yang selama ini ada. Jangan berpikiran SEMPIT dan PICIK. Ya, aku masih disambut. Ya, tubuhku masih kau ambil untuk kau bawa ke pelukanmu beberapa saat, kau pun masih mengecup kenngku sebagaimana yang selalu kau lakukan setiap bertemu denganku. Tapi, kini beda. I didn’t feel anything. Tidak ada ruh kehangatan dan kasih sayang dari kecupan itu. Anda telah berubah. Anda sudah bukan seperti yang kukenal lagi. Aku kecewa



 

No comments:

Post a Comment