Friday, December 08, 2006
RINDU IBU ADALAH RINDUKU
Itu judul novel yang baru saja selesai kubaca semalam. Novel yang mampu membuat aku tak bisa berhenti sebelum menuntaskannya. Novel yang membuatku berderai air mata hingga lembaran terakhir. Baru semalam kubeli dan langung kulahap. Based on true story semakin menguatkan cerita ini dan menarikku untuk tidak beranjak sebelum selesai.
Gaya tulisan Motinggo Busye begitu indah dan mampu menarikku ke dalam karakter ibu, dan merasakan pedihnya hati seorang bu Kris dan ingin sekali rasanya menjadi anak seperti Faruk. Membacanya membuat kangenku pada ibu membuncah hingga melewati ubun-ubunku. Kutuliskan surat Faruk pada ibunya di halaman 126 :
“Ibu tersayang.
“Saya diberitahu oleh teman, bahwa Ibu memasang iklan menyuruh pulang Mas Kemal, Dik Liani, dan Dik Sinta. Teman itu menyatakan bahwa Ibu sakit. Sebenarnya saya ingin sekali berjumpa dengan ibu, tapi saya saat ini sedang sakit pula dalam keadaan hidup yang parah di Bali. Tapi saya tidak akan minta uang pada Ibu, karena itu alamat di amplop tidak saya tuliskan. Saya Cuma ingin menyatakan, bahwa saya amat prihatin terhadap sakit Ibu. Siang malam dalam sembahyang saya memohonkan pada Tuhan, agar dosa saya diampuni-NYA, agar Ibu sehat-sehat dalam lindungan Allah. Maka ketika saya mendengar dari teman yang membaca iklan itu, saya pun jatuh sakit. Saya sedih, Ibu saat ini pastilah sepi, karena semua anak-anak Ibu tidak bersama Ibu sekarang. Kalau memikirkan hal itu, saya lantas merasa berdosa, ikut meninggalkan Ibu. Saya sudah minta taubat pada Tuhan, semoga dosa saya diampuni. Saya mohon maaf pada Ibu, karena surat saya ini singkat berhubung masih berbaring sakit. Tapi bukan sakit berat, Bu. Jangan kuatir, insyaAllah saya segera sembuh. Tetapi bu, kadang kerinduan saya untuk jumpa dengan Ibu kadang-kadang membuat saya menjadi cengeng dan menangis. Terutama kalau ingat ketika Ibu menginap di kamar saya selama 5 hari di Jogya dulu, lalu Ibu saya suruh pulang, tidak usah menunggu sampai sepuluh hari. Padahal bu, saya bukannya menyuruh Ibu pulang. Tetapi saya takut nanti hati saya menjadi cengeng. Seperginya kereta api Ibu ke Jakarta, lama saya di stasiun Tugu. Saya menangis di peron tanpa sadar. Sekian dulu bu, kalau saya teruskan juga, hanya rintihan rindu belaka, dan kenangan masa lalu belaka yang akan saya ungkapkan di surat ini.
Sembah sujud ananda di kaki Ibu, semoga kita semua mendapat surga karena mencintai Ibu : anakmu FARUK
Sampai disini, air yang sedari tadi menggenang di mataku melesak keluar. Rasanya aku juga sudah ikut berdosa telah meninggalkan Ibuku sekian lama. 9 tahun lebih Ibu kutinggal merantau dan hanya menengoknya setiap lebaran. Aku tak bersama Ibu saat Ibu sakit, aku tak bersama Ibu saat Ibu melakukan banyak hal. Keinginanku untuk kembali semakin kuat. Memang sudah saatnya aku pulang, menemani Ibu melewati hari-hari bersama Ibu.
Tadi malam kangenku sampai stadium empat. Aku teringat kalo pagi tadi (kamis) ibu seminar skripsi. Yah, ibuku memang pekerja keras dan bersemangat, kuliah di usianya yang sudah tidak muda lagi. More feeling guilty karena aku tidak menelponnya tadi pagi beri support padahal saat aku seminar dan sidang skripsi, tak henti-hentinya dukungan ia berikan. Refleks kuambil HP ingin menelponnya tapi ternyata sudah jam 11.30 malam. Itu berarti di Ambon sudah 01.30 pagi. Ibu pasti sedang lelap-lelapnya tidur setelah hari yang melelahkan ini
Kembali ke RINDU IBU ADALAH RINDUKU. Aku ingin seperti Faruk yang begitu memperhatikan Ibunya, bahkan hingga melupakan dirinya sendiri. Faruk bahkan tidak ingin menikah sebelum ia mampu membalas budi luhur Ibunya. Yang membuat kisah indah ini semakin menyayat dan menginspirasiku adalah kematian Faruk setelah sebuah rumah ia berikan pada Ibunya. Faruk meninggal dengan tenang dalam keadaan berwudhu dan telah sholat dhuha. Subhanallah…
Ingin rasanya seperti Faruk. Kalau saja saat ini aku sedang di rumah, mungkin akan segera kupeluk Ibu dan bilang kalo aku sayang padanya.
Setelah shubuh tadi, kuraih HP dan menghubungi ibu. Setelah minta maaf karena tak menelponnya kemarin, aku tanyakan seminarnya. Dengan nada riang Ibu bilang kalo seminarnya sukses. Memang sih ada revisi tapi ya wajar kan. Kuteguhkan hati untuk pulang, supaya bisa ikut membersamainya menyelesaikan skripsinya.
Setelah kangenku terobati dengan suaranya, pagi ini terasa begitu indah. Wangi tanah dan segarnya angin sisa hujan semalam semakin membuat pagi ini indah. Allah, ternyata anak seperti Faruk itu ada, jadikanlah aku bisa menyamainya atau bahkan melebihinya mempersembahkan yang terbaik untuk Ibuku hingga maut memisahkan kami.
I Miss you like crazy
Even more than words can say
I miss you like crazy
Every minute and every day
I miss you like crazy
Ibu, aku merindukanmu
Seperti aku merindukan surga
Label:
Keluarga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Alhamdulillah
ReplyDeleteterimakasih ya Rabb Engkau memberikan kembali hikmah yang tersebar di bumi-Mu.
semoga semua yang hamba baca bisa mendekatkan hamba pada-Mu.
Mom..Hasan kangen !!
Ma..,I Love You....
ReplyDeletebuku itu aku baca semasa usiaku 9 tahun..20 tahun yang lalu..namun masih berkesan hingga sekarang..rindu betul pada ibu..
ReplyDeleteitu buku lama ya? Gak perhatikan. Masa sih? Subhanallah....
ReplyDelete