Sunday, December 31, 2006

Wasiat seorang Bapak

Biasanya saya gak pernah ngobrol lama di ruang guru. Di ruang itu, aktivitas saya cuma minum teh sambil baca atau makan jajan yang tersedia sambil nunggu waktu masuk. Kalaupun ada guru yang lain, paling basa basi sebentar atau kalau mereka rame2 ngobrol, saya pendengar setia aja. Bukannya saya sulit bersosialisasi, tapi saya satu-satunya guru cewek di Jurusan Listrik, jadinya saya agak sungkan bicara banyak.

Tapi, selasa yang lalu saya dapat kesempatan ngobrol banyak dengan seorang guru senior yang akhirnya kusyukuri. Betapa tidak, percakapan kami menghasilkan banyak resolusi baru buat saya. Pak Hasan, di tahun terakhirnya ngajar (November 2007 pensiun), masih terlihat begitu kuat. Di usianya yang sudah senja, beliau tetap bersemangat dan sepertinya menjalani hidup ini tanpa beban.

Hari itu beliau bercerita banyak tentang keluarganya. Istri, 4 anak, 3 menantu serta 7 cucunya. Idealisme beliau yang mungkin bagi sebagian orang dibilang kolot justru menjadikan hidup beliau begitu tanpa beban. Beliau adalah orang yang tak pernah memikirkan hal-hal yang berat, gak ngoyo, beliau tidak mau memberatkan diri dengan hal-hal yang sekiranya beliau gak mampu. Mungkin itu yang bikin beliau terlihat selalu ceria tanpa beban. Terkadang saya melihat beliau berjalan di koridor sekolah sambil bersenandung kecil, begitu menikmati hidup. Ada banyak hal yang saya catat dalam ruang pikiran saya karena begitu saya hargai.

Saya ingat kata-kata beliau kepada anak2nya :
"Bapak gak bisa mewariskan apa-apa. Bapak gak punya harta yang bisa bapak wariskan. Yang saya punya, saya hanya bisa kasih fasilitas, uang dan doa untuk pendidikan kamu. Itu warisan saya"
"Jangan sampai lupa sama mama kamu. Mamamu itu orang yang paling banyak berkorban, tapi juga paling banyak jadi korban. Kamu boleh lupa sama saya, tapi jangan sama mama kamu. Sayangi dia"

Kepada anak perempuannya yang sudah menikah, beliau berpesan:
"Kamu gak usah pusing kalo gak bisa ngasih apa-apa ke Bapak dan Mama. Kamu gak perlu sembunyi-sembunyi dari suami kamu kalo mau memberi sesuatu. Bapak dan Mama gak mau gara-gara uang suamimu sampai ke rumah ini, kalian jadi bertengkar. Yang penting kalian sehat, bahagia, kami juga bahagia"

Kepada istrinya :
"Ma, kalau saya meninggal duluan, gak usah pusing dengan harta. Gak usah juga repotin anak-anak. Saya punya pensiun. Kamu bisa ambil tiap bulan. Kamu juga punya toko, insyaAllah tiap hari ada pemasukan. Jangan repotin anak-anak, doakan saja mereka"

Beliau juga bilang kalo beliau sering memikirkan istrinya. Orang yang paling berjasa dalam hidupnya juga hidup anak-anaknya. Dari cerita beliau, betapa menggambarkan penghargaan serta penghormatan dan cinta yang besar terhadap istrinya.

Pak Hasan, terimakasih atas obrolan yang hangat dan menyenangkan. Sosok Bapak serta suami seperti Bapak, semoga menjadi contoh bagi yang lain. Salam hormat saya buat keluarga.

No comments:

Post a Comment